Keberatan Plate Ditolak, Sidang Lanjut ke Tahap Pembuktian

Nasional | Rabu, 19 Juli 2023 - 11:20 WIB

Keberatan Plate Ditolak, Sidang Lanjut ke Tahap Pembuktian
Terdakwa Johnny G Plate dikawal saat akan menĀ­jalani sidang dengan agenda pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/7/2023). (FEDRIK TARIGAN/ JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -  Majelis ha­kim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak nota keberatan atau eksepsi Johnny G Plate. Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang putusan sela yang berlangsung pada Selasa (18/7).

Menurut majelis hakim, eksepsi Plate sudah menyentuh pokok perkara. Karena itu, sidang harus dilanjutkan ke tahap pembuktian. Fahzal Hendri sebagai hakim ketua menegaskan hal tersebut. ”Me­nyatakan eksepsi Tim Penasihat Hukum Johnny G. Plate tidak dapat diterima,” kata dia. ”Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas terdakwa Johnny G Plate,” tambahnya.


Melalui putusan sela kemarin, majelis hakim menolak seluruh keberatan yang diajukan oleh penasihat hukum mantan menkominfo tersebut. Kepada Plate, majelis hakim menekankan bahwa sejak awal sidang mereka sudah menyampaikan bahwa eksepsi akan ditolak bila masuk ranah pokok perkara.

”Jadi, eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh penasihat hukum saudara (Plate, red) semuanya dinyatakan tidak dapat diterima,” hakim ketua. Dia mengungkapkan bahwa pokok perkara hanya akan dibuktikan melalui persidangan. Tidak lewat eksepsi.

Lewat dakwaan yang sudah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 27 Juni lalu, Plate didakwa telah memperkaya diri sendiri dalam proyek pengadaan infrastruktur BTS 4G serta infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Komunikasi (Bakti) Kominfo. Akibat dugaan rasuah pada proyek tersebut, negara mengalami kerugian keuangan lebih dari Rp8 triliun.

Dari kerugian keuangan negara yang mencapai triliunan rupiah itu, JPU mendakwa Plate memperkaya diri dengan nominal Rp17,8 miliar. Oleh JPU, Plate didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam kasus tersebut, Plate bukan satu-satunya yang diseret Kejaksaan Agung (Kejagung) ke meja hijau. Beberapa nama lain juga sudah menjadi terdakwa.

Majelis hakim menegaskan, dakwaan tersebut akan dibuktikan dalam tahapan sidang berikutnya. ”Jadi, tanggal 25 (Juli 2023) kita sidang lagi. Hari Selasa tanggal 25 akan diajukan saksi-saksi,” ungkap hakim Fahzal. Siapa saja saksi yang akan dihadirkan oleh JPU, majelis hakim meminta agar penasihat hukum Plate berkoordinasi dengan para jaksa. Yang jelas sidang akan diteruskan sampai pembacaan putusan.

Pada bagian lain, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait dugaan kebocoran data 337 juta warga Indonesia. Laporan awal akan diberikan dalam 1-2 hari.

”Dukcapil akan memberikan laporan. Kita minta laporan awal. (Jangka waktu?, red) Biasanya nggak lama, 1 sampai 2 hari kita terima,” ujar Usman ditemui dalam sosialisasi Undang - Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), di Jakarta, Selasa (18/7).

Usman sendiri menyoroti soal jumlah total data yang diisukan bocor ini. Menurutnya, jumlah warga Indonesia saat ini berkisar 275 juta, sementara dugaan kebocoran mencapai 337 juta data. Artinya, ada perbedaan jumlah data yang cukup besar. ”Nah itu juga jadi pertanyaan. Ini data mana yang bocor? Apakah ada penduduk punya dua NIK? Ini kita nunggu laporan Kemendagri dukcapil,” ungkapnya.

Jika memang ada kebocoran, lanjut dia, akan dilakukan audit forensik oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Audit bertujuan untuk mengetahui data mana saja yang bocor, data tahun berapa, dan apa penyebabnya.

”Kita periksa sistemnya, jangan-jangan lemah sistemnya, tidak melakukan tes penetrasi rutin untuk melihat seberapa andal sistem,” katanya. Tes penetrasi ini sudah diwajibkan oleh BSSN untuk dilakukan secara berkala. Sehingga, jika ada kelemahan bisa segera ditutup.

Usman menegaskan, apabila kelalaian betul terjadi oleh pengendali data, dalam hal ini pihak Dukcapil maka pihaknya tak akan ragu memberikan sanksi. Hal ini jelas diamanatkan oleh PP 71/2019 apabila pengendali data tidak melaksanakan kewajibannya atas perlindungan data pribadi yang dimiliki. ”Sanksinya berjenjang mulai terguran sampai penutupan sistem elektronik. Ini bisa kita lihat dengan tingkat kesalahannya nanti,” tegasnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Lina Miftah Jannah turut menyorot kasus kebocoran data Dukcapil. Dia mengatakan pemerintah sebaiknya tidak buru-buru mengatakan data yang tersebar itu palsu atau tidak cocok. Apalagi salah satu data yang tersebar adalah nama ibu kandung. “Data nama ibu kandung ini sangat sensitif. Sangat terkait dengan akses perbankan,” katanya.

Setiap orang bisa membuka akses perbankan berbekal identitas pribadi ditambah dengan nama ibu kandung. Lina mengatakan setiap kali ada kasus kebocoran data, komunikasi pmerintah ke publik terkesan enteng. Seharusnya informasi kebocoran data itu tidak bisa dianggap sepele atau sebuah hal enteng. Apalagi buru-buru disebut data palsu atau data tidak valid.

“Masyarakat sekarang sudah bingung dengan kasus pesan berisi file APK,” jelasnya.

File tersebut jika salah pencet, bisa menguras isi saldo rekening. Kemudian sekarang ada informasi kebocoran data kependudukan komplit dengan nama ibu kandung.

Dia menegaskan saat ini sudah ada Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Regulasi itu diharapkan bisa mencegah berulangnya kasus kebocoran dana pribadi. Termasuk juga kasus kejahata siber lainnya. Jangan sampai masyarakat berpandangan, UU PDP tidak membawa efek karena masih terjadi kasus kebocoran data.(syn/mia/wan/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook