JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar kembali menjadi sorotan publik. Kali ini disebabkan karena adanya sorotan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) atas kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili.
Perempuan kelahiran 6 Februari 1966 ini merupakan ‘jebolan’ Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Medan, Sumatera Utara di bidang hukum. Sebelum menjadi wakil ketua lembaga antirasuah tersebut, Lili adalah seorang advokat. Dia mengawali karier sebagai asisten pembela umum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan pada 1991-1992.
Lili Pintauli siregar juga pernah menjabat sebagai Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama dua periode, yakni 2008-2013 dan 2013-2018.
Harus diakui, sebelum ‘disenggol’ oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Lili memang terseret dalam beberapa ksus kontroversial. Dikutip dari JawaPos.com inilah tujuh kontroversi Lili Pintauli Siregar.
1. Disorot Kementerian Luar Negeri AS
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti tentang masalah korupsi yang terjadi di Indonesia. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar pun ikut disorot.
Pernyataan tersebut dikutip dari laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri AS dengan judul “2021 Country Reports on Human Rights Practices”. Laporan tersebut dipublikasikan secara online oleh Kemenlu AS.
Menurut laporan tersebut, Kementerian Luar Negeri AS menyoroti kasus pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Kala itu Dewan Pengawas KPK pernah memberikan sanksi berat terhadap Lili Pintauli Siregar. Hal itu karena Lili terbukti berhubungan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
“Pada 30 Agustus, dewan pengawas komisi menetapkan bahwa Wakil Ketua Komisi Lili Pintauli Siregar bersalah atas pelanggaran etika dalam menangani kasus suap yang melibatkan Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial. Dewan memutuskan Siregar memiliki kontak yang tidak pantas dengan subjek penyelidikan untuk keuntungan pribadinya sendiri dan memberlakukan pengurangan gaji satu tahun 40 persen untuk Siregar atas pelanggaran tersebut,” tulis laporan tersebut.
2. Dilaporkan ke Dewas KPK terkait penanganan korupsi di Pemkot Tanjungbalai.
Pada Juni 2021, Lili Pintauli Siregar dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai.
Laporan dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko serta dua penyidik KPK Novel Baswedan.
“Kejadian seperti ini membuat KPK sangat terpuruk dan sangat tidak lagi dipercayai publik,” ujar Sujanarko.
Koko, sapaan akrabnya, mengaku prihatin terhadap kasus dugaan korupsi di Tanjungbalai yang menyeret penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial. Ia pun menyesalkan Lili yang diduga turut terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam laporannya, Koko mencatat dua pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili. Pertama, terkait dugaan Lili yang menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus M. Syahrial.
Dugaan pelanggaran etik kedua yakni Lili diduga menekan M. Syahrial guna membantu penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
“Atas dugaan perbuatan tersebut, LPS diduga melanggar prinsip Integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK,” kata Koko.
3. Dilaporkan ke Dewas KPK karena Berbohong
Pada September 2021, Lili diadukan ke Dewan Pengawas KPK karena dugaan pelanggaran etik karena menyangkal pernah berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di KPK, yakni mantan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.
Kala itu Lili dilaporkan oleh tiga orang pengawai lembaga antirasuah, yakni Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, dan Rizka Anungnata. Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha menduga Lili telah menyebarkan kebohongan kepada publik lantaran membantah tak berkomunikasi dengan Syahrial. Dia mendesak Dewas untuk memproses dugaan etik tersebut.
“Mengingat kejujuran adalah nilai integritas yang dijunjung KPK selama ini, sudah seharusnya Dewas menindaklanjuti laporan dan memberi sanksi tegas,” ujarnya.