Menurut Febri, lembaganya mendukung langkah KPU selama mereka tidak melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku. Dalam pileg yang diselenggarakan bersamaan dengan pilpres, sambung Febri, KPK menilai masyarakat memang harus diberi tahu bagaimana track record calon wakil mereka di parlemen.
”Agar pemilih benar-benar tahu latar belakang calon yang akan mereka pilih,” imbuhnya.
Sehingga, caleg yang pernah berurusan dengan korupsi tidak lagi terpilih menjadi wakil rakyat. Apalagi, korupsi yang melibatkan orang-orang di parlemen tidak sedikit. Febri menyampaikan, instansinya sudah berulang kali menindak pimpinan maupun anggota DPR. Pun demikian dengan pimpinan dan anggota DPRD.
”Jangan sampai kemudian di tahun 2019 terpilih lagi orang-orang yang pernah melakukan korupsi,” terang Febri.
Dukungan senada disampaikan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo. Dia mengatakan, pada prinsipnya KPU tidak boleh melarang orang memilih kandidat hanya karena mereka mantan terpidana kasus kejahatan. Namun, pengumuman itu bisa menjadi referensi efektif bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Bagaimanapun, tutur Adnan, pemilih berhak mengetahui rekam jejak dan latar belakang tokoh yang akan dia pilih. Termasuk bila tokoh tersebut memiliki rekam jejak sebagai mantan terpidana. Lagi pula, jumlah mantan terpidana tergolong sedikit dibandingkan keseluruhan caleg.
’’Tapi setidaknya itu sebuah langkah maju,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin.
Kebijakan publikasi semacam itu tidak ada pada periode-periode pemilu sebelumnya. Karena itu, pihaknya juga setuju bila KPU mempermanenkan pengumuman itu dengan memajangnya di website KPU. Sehingga, masyarakat bisa mengakses kapanpun.
Khusus untuk caleg eks koruptor, Adnan mengingatkan bahwa mereka sudah terbukti melanggar sumpah jabatan. Juga melanggar janji kampanyenya sendiri.
’’Berarti sebenarnya secara moral dan etis mereka sudah tidak semestinya menjadi pejabat publik,’’ lanjutnya.
Adnan menambahkan, secara alamiah, setiap kekuasaan itu cenderung korup. Mudah disalahgunakan. Karena itu, sudah seharusnya kekuasaan diserahkan kepada orang-orang yang secara etik dan moral terlegitimasi untuk memegangnya. Bukan pada mereka yang pernah mengkhianati sumpah dan janji sebagai pejabat publik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga mendukung upaya KPU.
”Kalau diumumkan ya berarti itu kan janji KPU juga, bahwa akan memberikan tanda (pada caleg napi koruptor, red),” ujar JK di kantor Wakil Presiden, Selasa (29/1).