"Ini benar-benar memprihatinkan. Hal ini bukan hanya menunjukkan tingginya penularan di masyarakat, tetapi juga jauh lebih tinggi dari negara tetangga kita. Vietnam, Kamboja dan Laos angkanya sekitar 2-3 persen saja," kata Yoga.
Beberapa negara di Asia Tenggara yang relatif tinggi tingkat PR-nya seperti Malaysia dan Filipina pun menunjukkan angka PR yang lebih rendah. Malaysia 8,5 persen sementara Filipina 11 persen. Sementara India yang pernah sangat tinggi PR nya kini hanya tinggal 2,3 persen. Jauh di bawah Indonesia. Yoga menjelaskan, memang PPKM darurat yang tengah ddijalani prinsipnya untuk melaksanakan pembatasan, sehingga diharapkan kontak antarmanusia menjadi lebih rendah dan penularan antar orang juga dapat ditekan.
Tetapi tentunya masih ada (dan bahkan banyak) anggota masyarakat yang sudah tertular Covid-19, dan tentu harus ada upaya keras pananggulangannya.
"Untuk ini, kegiatan tes dan telusur juga harus ditingkatkan secara maksimal sejalan dengan PPKM darurat sekarang ini. Tanpa ada tes dan telusur yang maksimal maka keberhasilan PPKM darurat akan sulit dicapai," paparnya.
Ada beberapa keuntungan dalam meningkatkan tes tan telusur. Yang pertama adalah menemukan kasus sesegera mungkin untuk diisolasi sehingga memutuskan rantai penularan. Memang menaikkan tes akan berpotensi membuat kasus semakin bertambah banyak. Namun itu lebih baik karena kita tahu sebera besar penularan di masyarakat.
"Tes bukan hanya menemukan kasus tetapi juga akan memutus rantai penularan. Jadi peningkatan test akan berperan amat penting menyelesaikan masalah Covid-19. Kalau tes hanya sedikit maka Covid-19 jadi terus menular di masyarakat dan persoalan tidak kunjung selesai," paparnya.
Sudah saatnya, kata Yoga, untuk menjadikan tes dan telusur sebagai metode utama untuk menyelesaikan Covid-19.
"Jangan ragu dan malu tentang kenaikan angka dan atau pewarnaan zonasi situasi keparahan daerahnya masing-masing," jelasnya.
Target yang harus dicapai untuk tes sudahlah jelas, minimal 1 kasus per 1.000 penduduk per minggu. Sehingga yang perlu dilakukan hanya meningkatkan kapasitas, petugas, hingga peralatan untuk mencapai target ini dengan minimal 1 per 30 penelusuran kontak. "Peningkatan tes ini juga relatif banyak melibatkan kegiatan kesehatan. Tidak terlalu berdampak pada aspek sosial ekonomi," jelasnya.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berkolaborasi intensif dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), khususnya dalam mempercepat pendayagunaan lulusan bidang kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan. Hal ini dilakukan menyikapi kurangnya tenaga kesehatan saat inj, baik karena meninggal dunia, sakit karena terpapar Covid-19, maupun terus melonjaknya kasus positif Covid-19.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbudristek Nizam mengungkapkan, berdasarkan hasil koordinasi dengan Kemenkes, kebutuhan tenaga dokter dapat dipenuhi dari dokter pasca internsip. Saat ini sendiri, perguruan tinggi menghasilkan lebih dari 11 ribu dokter profesional setiap tahun. Kemudian, lebih dari 13 ribu dokter program pendidikan dokter spesialis serta dokter internsip yang mendapatkan pelatihan khusus.
Terkait percepatan kesiapan dokter internsip, kata dia, telah dilakukan dengan percepatan penerbitan sertifikat profesi dari perguruan tinggi, sertifikat kompetensi dari organisasi profesi, dan surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). "Sudah sekitar 3.300 lulusan baru Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) periode Mei 2021," tuturnya.
Selain tenaga dokter, diperlukan pula akselerasi pendayagunaan sekitar 16 ribu tenaga perawat dan bidan, khususnya untuk di wilayah Jawa dan Bali. Kemendikbudristek juga telah berkoordinasi dengan asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menggerakkan lulusan prodi keperawatan dan kebidanan ini. Khususnya, bagi 28.000 lulusan uji kompetensi periode Juni 2021 dari wilayah Jawa dan Bali.
Nizam mengaku telah berkoordinasi dengan Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan terkait kebutuhan tersebut. "Percepatan pelaksanaan uji kompetensi nasional selanjutnya telah kami koordinasikan, yakni pada Agustus dan September 2021," ungkapnya. Dengan demikian, lulusan bisa dapat segera mengabdi untuk penanganan pandemi Covid-19.
Di sisi lain, lanjut dia, Kemendikbudristek juga menggerakkan fakultas kedokteran dan program studi (prodi) kesehatan untuk mendukung upaya percepatan vaksinasi. Baik itu untuk guru dan tenaga pendidikan, maupun gerakan Vaksinasi Merdeka yang dikoordinasikan oleh Polda Metro Jaya. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 30 ribu relawan dari FK, RSPTN dan prodi kesehatan mengikuti program vaksinasi jni.
"Kemendikbudristek dan Kemenkes juga sedang menyiapkan berbagai regulasi untuk mengatur kewenangan pelayanan, perlindungan keselamatan dan hukum, serta insentif untuk para relawan," paparnya.(lyn/tau/mia/jpg)