JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Biaya riil operasional penyelenggaraan haji reguler tahun ini Rp69,7 juta per jamaah. Dari jumlah ini biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang ditanggung jamaah (direct cost) ditetapkan Rp35.235.602 per jamaah. Tidak ada kenaikan dibanding ongkos haji tahun lalu.
Keputusan penetapan BPIH 2019 disahkan dalam rapat antara Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dengan Komisi VIII DPR di Jakarta, Senin (4/2). Lukman menuturkan tidak semua biaya operasional haji yang mencapai Rp69,7 jutaan tersebut dibayar jamaah.
’’Dari total biaya operasional haji tersebut, jamaah hanya membayar rata-rata BPIH Rp35.235.602. Sama seperti tahun lalu,’’ jelasnya. Kemudian untuk selisihnya masuk pembayaran tidak langsung (indirect cost) yang diambil dari hasil pengelolaan setoran awal BPIH jamaah calon haji (JCH).
Konsekuensi dari tidak naiknya BPIH tahun ini, otomatis penggunaan yang dari hasil pengelolaan setoran awal BPIH di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meningkat. Tahun lalu dana yang dipakai sekitar Rp6,878 triliun. Sedangkan tahun ini meningkat jadi Rp7,039 triliun. Komponen pembiayaan langsung BPIH Rp35,2 jutaan tersebut hanya digunakan untuk dua keperluan. Yakni biaya penerbangan Rp29,555 juta per jamaah dan uang saku (living cost) 1.500 riyal atau sekitar Rp5,6 juta per jamaah. Uang living cost itu diberikan kepada jamaah ketika sudah berada di asrama haji jelang keberangkatan.
Lukman menuturkan penggunaan yang hasil pengelolaan setoran awal dana haji tersebut untuk menekan biaya yang dibebankan ke jamaah. Meskipun begitu penggunaan uang hasil pengelolaan tersebut harus tetap arif, rasional, efektif, dan efisien. Dia juga menjelaskan bahwa ada uang hasil efisiensi dari penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya.
Lukman mengingatkan bahwa komponen biaya haji yang sudah disahkan tersebut, belum termasuk biaya biometrik dan pre clearance. Pemerintah belum bisa memasukkan komponen untuk biaya tersebut, karena sampai saat ini belum ada kejelasan.
’’Saat ini ada keinginan kuat dari pemerintah Arab Saudi untuk mengkaitkan perekaman biometrik dengan proses penerbitan visa haji,’’ jelasnya.
Terkait keinginan Arab Saudi tersebut, Lukman menuturkan pemerintah berharap Arab Saudi tidak mengkaitkan perekaman biometrik dengan penerbitan visa haji. Dia juga ingin kerja sama dari parlemen untuk ikut mendukung supaya biometrik tersebut tidak dikaitkan dengan urusan permohonan visa haji. Lukman menuturkan setelah disahkan bersama DPR, selanjutnya dia akan melaporkan kepada presiden. Setelah keluar Keputusan Presiden (Kepres) tentang BPIH 2019, baru kemudian calon jamaah nomor porsi 2019 bisa melakukan pelunasan.
Dia juga mengatakan pemerintah awalnya mengajukan BPIH tahun ini ditetapkan dalam bentuk dolar AS. Tetapi akhirnya besaran BPIH tetap dalam bentuk rupiah (Rp) seperti tahun lalu. Pertimbangan tetap menggunakan rupiah supaya masyarakat tidak bingung dan ada kepastian saat pelunasan. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengatakan tidak hanya rata-rata BPIH secara umum saja yang sama dengan tahun lalu. Tetapi biaya untuk setiap embarkasi juga sama seperti tahun lalu. Politisi Gerindra tersebut juga mengingatkan bahwa masih ada satu titik rawan yang harus diantisipasi oleh pemerintah.
’’Titik rawan itu adalah biometrik untuk pengurusan visa haji,’’ katanya.