“Sesuai alur prosedur yang ada, ya melalui mereka bertiga itu anggaran pembelian alutsista bisa disetujui dan dicairkan dananya,” ujarnya.
Karel menilai, TNI AU selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) hanya melaksanakan DIPA Tahun Anggaran 2016, yang merupakan produk politik antara Presiden dan DPR RI. Pasalnya, sesuai perintah Undang undang, TNI AU harus menyerap anggaran pembelian tersebut sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
Dia menambahkan, itu berarti tak ada yang salah dengan pembelian heli AW 101 itu, dan barangnya pun sudah tiba di Indonesia sehingga kasus korupsi yang disangkakan oleh Puspom TNI menjadi janggal.
“Kalau bermasalah pasti barangnya tidak akan sampai di Halim, apalagi ini negara kita membeli alutsista bukan beli mobil dinas buat menteri. Toh pastinya semua prosedur perencanaan dan pembelian sudah diketahui serta disetujui oleh Menhan dan Menkeu juga Panglima TNI,” sebutnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, sekarang bola ada di tangan Presiden. Apakah masih meneruskan kasus itu ke Pengadilan militer ataukah menyelesaikannya secara internal di tingkat unit organisasi TNI AU.
“Hal ini mengingat untuk menjaga wibawa Presiden dan menjaga soliditas TNI. Karena apabila dibiarkan terus menerus, TNI AU akan merasa bahwa organisasi nya sedang diobok-obok. Jadi, kami tunggu kebijakan Presiden Jokowi seperti apa,” tuntasnya. (dms)
Sumber: JPG
EditoR: Boy Riza Utama