JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai 55,1 persen dari total pagu yang tercatat Rp695,2 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, realisasi PEN 55,1 persen itu setara dengan Rp383,01 triliun.
"Realisasi PEN kalau dilihat dari sisi penyerapan memang terakselerasi luar biasa pada kuartal III. Ini untuk kuartal IV kita juga akan tetap monitoring," ujar menteri yang akrab disapa Ani itu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (12/11).
Dia melanjutkan, penyerapan dana PEN ditopang oleh realisasi anggaran bantuan sosial serta bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data sampai 9 November lalu menunjukkan bahwa bantuan sosial terserap 77,3 persen atau sekitar Rp181,11 triliun. Sedangkan aliran dana untuk UMKM berkisar 82,0 persen atau setara Rp95,23 triliun.
Realisasi dana untuk pemerintah daerah belum mencapai 50 persen. Tepatnya, anggaran itu masih tercatat terserap 49,2 persen. Itu setara dengan dana sebesar Rp32,47 triliun. Ani menyatakan bahwa pemerintah juga telah mengalokasikan ulang dana untuk mempercepat akselerasi anggaran PEN. Termasuk pada bidang kesehatan yang meliputi program pengadaan vaksin.
Alokasi ulang dana kesehatan itu membuat anggaran yang semula Rp87,55 triliun naik menjadi Rp97,26 triliun. Dana itu meliputi belanja penanganan Covid-19 sebesar Rp45,32 triliun. Juga, insentif nakes Rp6,63 triliun, santunan kematian Rp0,06 triliun, dan bantuan iuran JKN Rp4,11 triliun. Selain itu, pemerintah menganggarkan dana untuk gugus tugas sebesar Rp3,5 triliun. Sementara, insentif perpajakan berkisar Rp3,49 triliun. Dana cadangan penanganan kesehatan dan vaksin tercatat Rp5 triliun. Dana cadangan program vaksinasi dan perlindungan sosial 2021 mencapai Rp29,23 triliun.
Dalam kesempatan tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan bahwa serapan dana PEN pada sektor kesehatan masih rendah. Baru sekitar 35,1 persen.
"Sebagai leading sector pada masa pandemi, seharusnya ada strategi yang tepat dan jelas terkait anggaran," katanya.
Menurut Anis, sektor kesehatan memiliki peran penting dalam menangani persebaran SARS-CoV-2 di Tanah Air. Dengan demikian, sektor kesehatan bisa mengakselerasi pemulihan ekonomi Indonesia. Ekonomi tidak akan pulih sepenuhnya jika kasus positif Covid-19 terus bertambah.
Anis juga mengkritisi anggaran program insentif usaha yang baru terserap 31,6 persen. Ketika diperinci, program tersebut terdiri atas pelonggaran pajak bagi pelaku usaha. Antara lain, pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21), pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai (PPN), dan penurunan tarif PPh badan.
Karena dunia usaha sedang lesu, insentif-insentif itu kurang bisa dimanfaatkan. Akibatnya, daya serap anggaran program tidak maksimal. "Stimulus ini seperti tidak relevan dengan kebutuhan di lapangan," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. Anis menilai, pemerintah gagal mengoptimalkan anggaran PEN sebagai instrumen penanganan Covid-19. Itu tergambar dalam pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III 2020. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar Rp3.894,7 triliun. Angka tersebut turun Rp173 triliun atau -3,49 persen dari kuartal III tahun lalu. Selain itu, ada 10 sektor usaha yang terkontraksi.
"Dua di antaranya sampai negatif dua digit. Yaitu, transportasi pergudangan yang minus 16,7 persen dan akomodasi makanan minuman yang minus 11 persen," paparnya.(dee/han/c17/hep/jpg)