JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus banyaknya korban meninggal dari petugas ad hoc pada Pemilu 2019 menjadi bahan evaluasi. Untuk pelaksanaan tahapan Pemilu 2024, syarat petugas ad hoc diperketat. Salah satunya adalah pembatasan usia.
Pembatasan usia bakal diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pembentukan petugas ad hoc. Dalam rancangan PKPU tersebut, KPU mematok usia maksimal 55 tahun. "Untuk KPPS diutamakan tidak melebihi 55 tahun terhitung pada hari pemungutan suara," ujar Plt Deputi Bidang Administrasi KPU Purwoto Ruslan Hidayat dalam paparannya di Kantor KPU RI, Rabu (12/10).
Purwoto menjelaskan, pembatasan usia dilakukan sebagai upaya mitigasi kasus kelelahan. Dengan usia yang tidak terlampau tua, harapannya secara fisik mereka masih mumpuni.
Pada awalnya, lanjutnya, KPU mendesain usia maksimal 50 tahun. Namun hal itu tidak disepakati Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Saran dari Kemenkes dinaikkan jadi 55 tahun," imbuhnya. Alasannya, usia 55 tahun masih cukup produktif dan sesuai dengan angka harapan hidup masyarakat Indonesia.
Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz mengatakan, upaya KPU menggandeng Kemenkes cukup positif. Itu menunjukkan adanya upaya mitigasi agar kasus di 2019 tak terulang. "Tentu Kemenkes punya otoritas untuk menentukan batas usia 55 tahun," ujarnya.
Hanya saja, Kahfi mengingatkan KPU untuk menyiapkan kebijakan terhadap daerah yang kesulitan memenuhi kuota. Berdasarkan hasil pantauan perludem, mayoritas petugas di sejumlah daerah diisi oleh para pensiunan. Khususnya perkotaan.
"Karena mereka tidak ada aktivitas yang intens lagi, ya udah mau jadi petugas," jelasnya. Salah satu opsi yang perlu ditempuh adalah mengintensifkan komunikasi dengan lembaga pendidikan atau organisasi masyarakat untuk mencari sumber daya manusia muda.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, syarat sehat jasmani harus disiapkan serius. Khususnya terkait mekanisme untuk menguji kesehatan calon petugas ad hoc. "Apakah pengecekan disediakan KPU atau mereka bayar sendiri," ujarnya.
Jika disediakan KPU, maka ada konsekuensi pertanggungjawaban pada anggaran. Sebab mereka yang dites status personalnya belum jelas. "Karena statusnya belum penyelenggara," imbuhnya.
Namun jika biaya sendiri oleh masyarakat, Raka ragu dengan kesediaan personal yang mau mengeluarkan dana. "Ini penting dipersiapkan secara awal," jelasnya.(ade)
Laporan JPG, Jakarta