JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah mempercepat penerapan sistem penggajian tunggal (single salary system) aparatur sipil negara (ASN). Dengan begitu, ke depan tidak ada lagi ASN yang menerima honor tambahan dari berbagai kegiatan.
Sistem tersebut berlaku di KPK saat ini. Usul sistem penggajian tunggal itu kembali disampaikan KPK pada puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2019 kemarin (9/12). Ketua KPK Agus Rahardjo berharap komitmen menerapkan sistem tersebut bisa diwujudkan dalam waktu dekat. ”Jadi, menjadi pejabat itu sudah tidak mendapatkan honor lagi,” katanya dalam diskusi di gedung KPK.
Agus memberikan gambaran tentang penerapan sistem penggajian tunggal di KPK sekarang. Dia menjelaskan, pegawai KPK tidak menerima honor dari setiap kegiatan. Baik itu kegiatan yang diselenggarakan KPK maupun entitas lain. ”Saya yakin kalau itu (gaji, Red) dijadikan satu, itu mungkin akan lebih baik,” tuturnya dalam diskusi yang juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.
Komisioner asal Magetan itu berharap pemerintah mempercepat komitmen pencegahan korupsi di berbagai lini melalui sistem e-government. Sistem tersebut meliputi e-budgeting, e-procurement, dan e-catalog. Agus juga meminta percepatan reformasi birokrasi untuk perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerapan sistem penggajian tunggal dengan menghapus honor tambahan bagi ASN tidak bisa langsung dilaksanakan. Sistem tersebut harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya perbaikan remunerasi ASN dengan melihat kekuatan APBN. ”Tidak bisa langsung melakukan adjustment (pengaturan) yang kemudian (mengakibatkan, Red) tidak sustainable APBN-nya,” tutur dia.
Ani –sapaan Sri Mulyani– menyebutkan, perbaikan remunerasi harus dikaitkan dengan kemampuan keuangan negara. ”Ini semacam ayam dan telur (mana duluan, Red). Oleh karena itu harus dilakukan bertahap,” paparnya.
Road map dan platform pencegahan korupsi pemerintah, jelas Ani, sejatinya sama, yakni bagaimana menghilangkan faktor awal yang menjadi alasan ASN melakukan korupsi. Alasan pertama, kata dia, terkait dengan pendapatan atau gaji. Pendapatan itu harus disesuaikan dengan kompetensi, ruang lingkup tanggung jawab, dan tantangan yang dihadapi.
”Kalau di luar dia (ASN) bisa ditawari gaji yang sangat besar, tapi di dalam kementerian dapat gaji yang sangat rendah, maka itu kita menzalimi (ASN),” ungkap mantan direktur pelaksana Bank Dunia (World Bank) tersebut. ”Tapi, kalau kita katakan (gaji) sebagai ASN harus sama dengan harga di market (pasar) itu juga nggak benar,” imbuh dia.
Agus Rahardjo menyatakan telah melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan uang negara mencapai Rp 63,9 triliun. Dia mengatakan, nilai Rp 63,9 triliun itu terbagi dalam tiga kelompok. ”Potensi penyelamatan berdasar hasil kajian litbang (KPK, Red) Rp 34,7 triliun,” ucapnya. Kemudian optimalisasi pendapatan daerah dari berbagai sumber Rp 29 triliun dan gratifikasi uang serta barang Rp 159,3 miliar.
Selain memaparkan kerja KPK, Agus membeberkan, saat ini masih ada keluh pengusaha mengenai masalah perizinan. Pemerintah perlu terus mendorong implementasi online single submission (OSS). Kemudian, program OSS perlu disinkronkan dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo selaku ketua Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) menyampaikan capaian triwulan III 2019. Menurut dia, program strategi nasional pencegahan korupsi masih perlu ditingkatkan. Dia menyebutkan, layanan OSS masih terdapat pada 25 aplikasi di kementerian, lembaga, serta instansi pemerintah daerah.
Selain itu, penerapan sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE) masih berjalan lambat. Pemicunya adalah beragamnya aplikasi yang digunakan instansi atau lembaga. Tjahjo lantas menyampaikan laporan evaluasi capaian pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah (selengkapnya lihat grafis).
Diundang KPK, Jokowi Pilih Datangi SMKN
Berbeda dengan tahun sebelumnya, peringatan Hakordia kemarin tidak dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). KPK sebenarnya mengundang Jokowi. Namun, beberapa hari menjelang pelaksanaan, kehadiran Jokowi diwakilkan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Jokowi memilih hadir dalam acara ”Pentas Prestasi tanpa Korupsi” yang digelar sejumlah siswa dan beberapa menteri di SMKN 57 Jakarta kemarin.
Jokowi beralasan, dirinya sudah hadir setiap tahun di KPK. Karena itu, dia memberikan kesempatan kepada Ma’ruf Amin. ”Kan Pak Ma’ruf belum pernah ke sana, ya bagi-bagi lah. Masak setiap tahun saya terus?” ujarnya.
Dalam pentas tersebut, beberapa menteri terlibat dalam drama pendek yang mengampanyekan sikap antikorupsi di hadapan para siswa. Jokowi menuturkan, perbaikan sistem birokrasi dibutuhkan untuk mengatasi persoalan korupsi. Menurut presiden, setidaknya ada sejumlah hal yang menjadi bahan evaluasi bagi pencegahan tindak korupsi di Indonesia.
Pertama, penindakan memang perlu. Namun, Jokowi menilai pembangunan sistem juga sangat penting untuk memberi pagar sehingga penyelewengan itu tidak terjadi. Kedua, lanjut dia, rekrutmen politik perlu dievaluasi. Pasalnya, lanjut Jokowi, jika rekrutmen politik masih membutuhkan biaya yang besar, potensi korupsi menjadi terbuka. ”Nanti orang akan tengak-tengok bagaimana pengembaliannya,” imbuh presiden.
Ketiga, Jokowi menilai upaya pengentasan korupsi harus fokus pada satu hal. Jika dikerjakan semua, dia menilai sulit untuk dituntaskan. ”Jangan semua dikerjakan, tidak akan menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Terakhir, setelah penindakan, harus ada perbaikan sistem yang masuk ke instansi. Jika seorang gubernur ditangkap, misalnya, perbaikan sistem harus masuk. ”Oleh sebab itu, saya akan segera bertemu dengan KPK untuk menyiapkan hal-hal yang saya sampaikan,” kata dia.
Soal desakan perppu yang belum reda, Jokowi mengaku masih melihat situasi ke depan. Setelah UU KPK yang baru dijalankan bersama pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, pihaknya akan melakukan evaluasi.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com