DUA PENANGKAPAN DALAM 24 JAM

OTT Anggota KPU Terkait Suap

Nasional | Kamis, 09 Januari 2020 - 08:24 WIB

OTT Anggota KPU Terkait Suap
Ketua KPU RI Arief Budiman didampingi komisioner memberikan keterangan pers di Gedung KPU, Jakarta Pusat terkait berita yang beredar soal dugaan komisioner KPU Wahyu Setiawan terjaring OTT KPK, Rabu (8/1/2020). Foto kiri, Wahyu Setiawan.(MIFTAHULHAYAT/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- TIDAK sampai 24 jam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Illah, KPK kembali beraksi. Kali ini, satu komisioner KPU dan sejumlah orang diamankan KPK dalam OTT Rabu (8/1) sore. Pimpinan KPK memastikan inisialnya WS, alias Wahyu Setiawan. Dia diciduk bersama beberapa orang yang di antaranya diduga anggota DPR.

Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya menyatakan, komisioner KPU yang dimaksud berinisial WS. Penjelasan detail akan disampaikan KPK hari ini. Firli menjelaskan, ada dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kasus yang melibatkan anggota KPU ini. "Kita melakukan penangkapan terhadap para pelaku yang sedang melakukan tindak pidana korupsi berupa suap. Kami masih bekerja," ungkap Firli kemarin sore.


Meski belum dijelaskan hingga malam tadi terkait detail kasus, Firli memberi petunjuk terkait adanya barang bukti yang turut diamankan bersama penangkapan komisioner KPU tersebut. "OTT ketika ditemukan barang bukti ada padanya atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai bahwa dia pelaku tindak pidana," lanjutnya.

Sementara itu, malam tadi, empat komisioner KPU mendatangi KPK. Yakni, ketua KPU Arief Budiman dan tiga komisioner, Ilham Saputra, Pramono Ubaid Tanthowi, dan Hasyim Asy’ari. Mereka mengonfirmasi berita OTT tersebut. Keempat komisioner diterima oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jubir KPK Ali Fikri, dan Kabag Humas KPK Febri Diansyah.

"Beliau (Alexander) mengatakan benar, inisial Pak WS (Wahyu Setiawan) sedang dilakukan pemeriksaan," terang Arief usai pertemuan. Pihaknya juga berusaha mengonfirmasi perihal kasus yang menjerat Wahyu dan bersama siapa saja. Namun, pihak KPK menyatakan belum mendapat informasi detail. Hanya jumlah yang diperiksa empat orang.

Rencananya, hari ini KPK akan memberikan keterangan terkait penangkapan tersebut. Setelah selesai pemeriksaan 1x24 jam. Kemungkinan, lanjut Arief, pihaknya juga akan diundang dalam konferensi pers tersebut. Belum ada keterangan pula mengenai lokasi penangkapan. "Hari ini memang jadwalnya (Wahyu) untuk tugas di luar, di Belitung," lanjut mantan Komisioner KPU Jatim itu.  

Problem komunikasi juga seakan mengonfirmasi penangkapan tersebut. Selama ini, komunikasi antarsesama komisioner terbilang lancar. Namun, tidak demikian kemarin sore.

"Pak WS sejak isu ini berkembang itu sudah tidak bisa lagi saya hubungi," tutur Arief.

Wahyu merupakan Komisioner KPU kelahiran Banjarnegara, Jateng, pada 1973. Dalam perjalanan kariernya, dia pernah menjabat sebagai ketua KPU Kabupaten Banjarnegara dua periode, mulai 2003-2013. Kemudian, menjadi anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Periode 2013-2018. Pada 2017, dia terpilih menjadi Komisioner KPU RI bersama enam komisioner lain. Saat ini Wahyu menangani divisi sosialisasi dan partisipasi masyarakat di KPU.

Arief memastikan kerja KPU tidak akan terganggu atas peristiwa tersebut. Termasuk persiapan pilkada 2020. Pihaknya juga akan terbuka kepada KPK. "Kalau KPK membutuhkan keterangan, membutuhkan data, atau apapun dari KPU, kami sangat terbuka," tambahnya. Yang jelas, pungkasnya, hingga tadi malam status Wahyu menurut pihak KPK masih terperiksa.

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyampaikan bahwa semua pihak harus menunggu lebih dulu keterangan KPK secara terperinci. Sejauh ini dia meyakini, kalau pun salah seorang komisioner KPU tersebut kena OTT KPK dan terlibat dalam praktik korupsi, itu bukan persoalan lembaga. "Persoalan yang bersangkutan bukan persoalaan kelembagaan. Jadi, mari kita melihatnya sebagai perilaku personal yang bersangkutan," terangnya.

Hadar mengakui, saat ini memang belum ada sistem internal yang benar-benar bisa memberi jaminan komisioner KPU tidak akan melanggar aturan tindak pidana korupsi. Walau sudah ada pakta integritas, dia menyampaikan, benteng paling tebal untuk menghindarkan komisioner KPU adalah diri sendiri.

Dengan ketentuan harus punya integritas kuat, seharusnya komisioner KPU tidak tergoda. "Sistem itu belum cukup kuat memagari dan memberikan warning langsung. Jadi, perlu ada pembenahan-pembenahan ke depan," ungkapnya.

Karena itu, Hadar merasa kaget dan sedih saat mendengar ada komisioner KPU yang terkena OTT KPK. "Karena besar atau kecil tentu juga akan bisa berpengaruh terhadap pandangan orang terhadap lembaganya," terangnya.

Dia pun mendukung KPK menindak tegas dan menghukum keras komisioner KPU itu apabila memang terbukti bersalah. "Tetapi untuk lembaganya jangan kita simpulkan kemudian lembaga ini adalah hancur secara keseluruhan, itu jangan," harapnya.

Hadar pun kembali mengajak masyarakat melihat persoalan yang saat ini terjadi di KPU sebagai masalah personal. Jangan sampai kemudian menyeret-nyeret KPU sebagai lembaga. Mengingat, KPU punya tugas besar dan berat. Perannya sebagai penyelenggara pemilu juga penting.

Perlu dukungan dan kepercayaan dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemilu. Termasuk di antaranya pilkada serentak tahun ini. "Mari kita melihatnya sebagai perilaku personal yang bersangkutan. Supaya kita lihat persoalan ini jernih. Bukan persoalan kelembagaan. Kita perlu bersama-sama tetap mendukung KPU," ajaknya.(deb/byu/syn/ted)

Laporan: JPG









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook