NASIONAL

Molnupiravir Menjanjikan, namun Masih dalam Penelitian

Nasional | Jumat, 08 Oktober 2021 - 13:11 WIB

Molnupiravir Menjanjikan, namun Masih dalam Penelitian
Obat molnupiravir. Singapura telah menandatangani perjanjian pasokan dan pembelian untuk pil antivirus Molnupiravir buatan Amerika Serikat untuk mengobati pasien Covid-19. (JAWAPOS.COM/REUTERS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Teknologi medis terus berpacu untuk menemukan obat antivirus bagi Covid-19. Salah satu yang menjadi perbincangan terakhir adalah Molnupiravir produksi Merck dan Ridgeback.

Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, bahwa pada dasarnya Molnupiravir merupakan salah satu antivirus yang pada mulanya dikembangkan untuk influenza. Namun kemudian, obat ini diperkirakan memiliki efektivitas dalam penanganan infeksi Covid-19. 


"Obat ini bekerja dengan memicu kesalahan pada proses perbanyakan virus dalam tubuh," jelas Wiku kemarin (7/10) 

Saat ini kata Wiku, Molnupiravir sedang dalam proses pengajuan izin kepada badan pengawas obat dan makanan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat.  

Sama halnya sebelum bisa digunakan di Indonesia, tentu saja obat ini terlebih dahulu harus menjalani tahapan yang di persyaratkan oleh Badan Pom mulai dari tahapan penemuan dan pengembangan, hingga tahapan pengawasan keamanan konsumsi obat di masyarakat. 

Meski demikian, Wiku mengatakan pemerintah tetap mendorong ilmuwan di Tanah Air untuk mengembangkan inovasi teknologi vaksin dan obat Covid-19 yang aman dan efektif. 

"Inovasi wajib mematuhi standar nasional dan internasional. Mematuhi seluruh tahapan pengembangan obat dan vaksin yang baku. Semata-mata agar kemanan dan efektiviasnya terjamin," jelasnya. 

Di bagian lain, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut memang saat ini riset tentang obat antiviral Covid-19 terus diupayakan. Ia menyebut, sejak tahun 2020 sudah banyak dibicarakan berbagai kandidat obat Covid-19. Ada berbagai kandidat obat yang tadinya dianggap menjanjikan. Tetapi sesudah dilakukan penelitian mendalam, antara lain dalam bentuk "Solidarity Trial" WHO di puluhan negara, maka obat-obat itu ternyata tidak terbukti memberi manfaat yang bermakna.

Yoga menyebut bahwa WHO secara rutin memperbarui rekomendasi pengobatannya berdasar bukti ilmiah terakhir. Pedoman pengobatan WHO terbaru terangkum dalam "WHO Therapeutics and Covid-19: living  guideline" yang baru saja diterbitkan pada 24 September 2021. 

Panduan WHO ini memberikan rekomendasi  pada beberapa obat kombinasi antibodi monoklonal netralisasi (neutralizing monoclonal antibodies) yaitu casirivimab dan imdevimab. Kombinasi obat ini bekerja dengan menghambat reseptor Sars-CoV2 interleukin 6  atau IL-6 receptor blockers.  

Upaya lain sudah banyak dilakukan untuk mendapatkan obat anti viral yang berbentuk oral (diminum, tanpa disuntik). Pada Januari 2021 misalnya, Kementerian Kesehatan Amerika Serikat, US Department of Health and Human Services,  mengumumkan investasi 3 milyar dolar Amerika untuk mendapatkan obat baru Covid-19, utamanya yang dalam bentuk oral. 

"Dana ini adalah untuk seluruh proses menemukan (discovery), pengembangannya (development) dan produksinya (manufacturing)," jelas Yoga. 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook