Mobilitas Penduduk Sebabkan Kenaikan Kasus

Nasional | Sabtu, 12 September 2020 - 10:16 WIB

Mobilitas Penduduk Sebabkan Kenaikan Kasus
Ilustrasi PSBB di Jakarta. (DOK JAWAPOS.COM)

"Presiden sudah menekankan kesehatan nomor satu. Bukan ekonomi. Jadi pembantu-pembantunya jangan ngeyel," ungkap alumni University of Pittsburgh, Amerika Serikat tersebut. Jika tetap dilakukan, patut dicurigai ada konflik kepentingan di dalamnya karena mereka pelaku. "Atau ada lobi-lobi dari pelaku ekonomi," sambungnya.

Lalu, cukupkah hanya peningkatan restriksi PSBB dalam upaya penurunan kasus Covid-19 saat ini? Pandu secara tegas menjawab tidak. Dia kembali menekankan pentingnya surveillance yang harus ditingkatkan. Tracing dan testing diperkuat. Lalu, edukasi penduduk tentang protokol kesehatan tetap diteruskan secara masif.

Kemudian, pemerintah pusat juga harus terbuka bilamana terjadi klaster baru di kantor kementerian. Bukan menutupi, sehingga sulit untuk dilakukan contact tracing.

"Bukannya malah gak lapor. Itu namanya upaya pembohongan, penyembuyian, tidak mendukung penanggulangan pandemi," tuturnya.

Selain Jakarta, Pandu berpandangan, bahwa harusnya semua daerah memberlakukan status PSBB. Agar penanganan linier. Perjalanan antar wilayah diperketat. Sehingga risiko penularan dapat diminimalkan. "Ini harus direspon negara. Jika tak segera, kasus akan terus tinggi sampai akhir tahun," ungkapnya.

Bansos DKI Jakarta

Sementara itu, menyikapi soal bansos untuk warga DKI Jakarta dalam masa PSBB, Menteri Sosial Juliari Batubara menegaskan bahwa bansos untuk DKI Jakarta dan Bogor, Tangerang, dan Bekasi masih berjalan. Yakni berupa bansos sembako. "Masih berjalan sampai Desember 2020," ujarnya.

Terkait opsi penambahan bansos, Mensos mengatakan, bahwa hal itu bukan keputusan yang mudah dan membutuhkan kajian mendalam. Menurut dia, aspek penting yang perlu dikalkulasi terkait kebijakan tersebut adalah penentuan target bantuan dan juga kesiapan anggaran.

"Dan ini tidak bisa mendadak. Kementerian Sosial bersikap menunggu arahan Presiden Joko Widodo. Kalau opsinya adalah menambah bansos, kami siap saja," paparnya. Kendati begitu, Mensos Juliari memastikan akan ada langkah-langkah koordinasi dengan Pemprov DKI bila memang Presiden memerintahkan penguatan program jaring pengaman sosial (JPS).

Dalam menanggulangi dampak pandemi, Kementerian Sosial sendiri telah meluncurkan program bansos, yakni paket Bansos Presiden atau Bantuan Sosial Sembako (BSS) untuk DKI Jakarta dan Bodetabek,
dan Bansos Tunai (BST) untuk di luar Jabodetabek.

Bansos sembako Bantuan Presiden menjangkau 1,9 juta kepala keluarga (KK). Di mana untuk DKI
Jakarta menjangkau 1,3 juta KK, dan Bodetabek (daerah yang berbatasan langsung dengan Jakarta) menjangkau 600.000 KK.

Distribusi BSS ditetapkan senilai Rp600 ribu/KPM/bulan uang mulai didistribusikan sejak 20 April sampai Juni 2020. Namun pada kesempatan awal, Kemensos berkonsentrasi di DKI Jakarta, karena status PSBB di DKI Jakarta paling awal.

Pemerintah memutuskan menambahkan manfaat BSS mapun BST. Yakni dengan memperpanjang durasi penyaluran, yakni Juli-Desember 2020. Dengan durasi 6 bulan nilai BSS sebesar Rp300 ribu/KPM/bulan.

 










Tuliskan Komentar anda dari account Facebook