JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Publik sudah seharusnya mendapat informasi yang berimbang dan terbuka soal pembelian Helikopter Agusta Westland (AW) 101, termasuk alur pengadaannya.
Hal itu dikatakan oleh mantan Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Muda Supriyanto Basuki. Menurutnya, itu agar masyarakat bisa memahami persoalan pengadaaan heli ini secara utuh.
Sebab, kata dia lagi, informasi yang diperoleh masyarakat terhadap persoalan tersebut dinilai kurang lengkap.
“Yang saya baca di media beberapa hari terakhir ya lebih banyak soal dugaan korupsinya. Semestinya publik juga berhak mengetahui seperti apa alur pengadaan pesawat itu hingga bisa tiba di Indonesia,” katanya, Senin (4/9/2017).
Pasalnya, mengutip Undang Undang Keuangan Negara yang dipertegas dengan Surat Edaran MA Nomor 4/2016, soal danya kerugian negara harus dinyatakan oleh ahli keuangan negara, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, imbuhnya, harus dilihat apakah pengadaan Heli AW 101 sudah mengikuti prosedur keuangan negara apa belum? Termasuk dibahas antara dengan DPR dengan pemerintah apa belum?
“Faktanya semua sudah dibahas dan masuk dalam rencana kerja dan anggaran, sebagai bahan untuk penyusunan APBN dan DIPA, jadi sebetulnya tidak ada yang salah. Kan tidak mungkin anggaran ujug-ujug nongol begitu saja,” paparnya.
DIPA sendiri adalah terjemahan dari APBN yang merupakan produk hukum (undang-undang) dari lembaga-lembaga negara (eksekutif dan legislatif) sehingga anggaran ada pada Kementerian dalam hal ini Kemhan, yang merupakan pelaksanaan dari keputusan dan kesepakatan DPR dengan pemerintah.
“Proses anggaran pengadaan helikopter ini telah dilakukan oleh TNI AU dengan pembahasan yang cukup ketat dan secara berjenjang kepada Kemhan dan Kemenkeu. Besarnya anggaran dan sasarannya sudah ditetapkan, Dan itu merupakan amanat undang-undang,” jelasnya.
Pengamat politik dan kebijakan publik dari POINT Indonesia, Karel Susetyo sebelumnya mengatakan, soal polemik AW 101 apabila dirujuk secara teliti maka inisiatornya ada pada Menhan, Menkeu dan Menteri PPN/Bappenas secara bersama.