Ahli Sebut Perintah Hajar Disalahartikan Ajudan Sambo

Nasional | Rabu, 04 Januari 2023 - 09:29 WIB

Ahli Sebut Perintah Hajar Disalahartikan Ajudan Sambo
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (3/1/2023). (SALMAN TOYIBI/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sidang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terkait pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1). Sidang kali ini menghadirkan saksi meringankan yaitu ahli pidana dari Universitas Hasanuddin Said Karim.

Dalam kesaksiannya, Said menjawab soal perintah hajar Sambo yang dimaknai salah oleh ajudannya. Said mengatakan, bisa jadi perintah itu dimaknai salah oleh para ajudannya. Sehingga, menurut dia, hal tersebut menyebabkan terjadinya penembakan terhadap Brigadir Yosua. Said menilai para ajudan Sambo bisa jadi memahami perintah hajar dari bos mereka sebagai perintah menembak. Sebab, kata dia, saat itu para ajudan Sambo sedang membawa senjata api.


Said Karim pun menilai, Sambo tidak bisa dimintai pertanggung jawaban hukum atas kondisi tersebut. Apabila Richard Eliezer salah mengartikan maka Sambo tidak bisa disalahkan. “Menurut pengetahuan hukum yang saya pahami, penganjur tidak dapat dimintai pertanggung jawaban pidana terhadap perbuatan yang tidak dia anjurkan, tidak bisa,” kata Said dalam persidangan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

Apabila terjadi salah mengartikan tersebut, maka menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan perbuatan bukan pemberi perintah. “Kalau toh misalnya pelaku peserta melakukan itu dia salah tafsir atau melampaui batas yang dianjurkan maka kalau ada akibat yang muncul atau risiko hukum yang muncul itu adalah tanggungjawab orang sebagai pelaku peserta yang melakukannya yang menerima anjuran tersebut,” kata Said.

Said Karim juga berpendapat tidak ada unsur pembunuhan berencana dalam kasus tewasnya Brigadir Y. Pendapat itu dikeluarkannya sebagai respons atas kronologi pihak Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa Sambo awalnya hanya akan mengklarifikasi kepada Yosua pada malam hari usai bermain bulutangkis.

Namun, sebelum menuju Depok untuk bermain bulutangkis., Sambo kebetulan melihat Yosua di Rumah Dinas Duren Tiga No.46 pada sore hari. Sambo pun langsung memilih turun mendatangi Yosua hingga kemudian terjadi pembunuhan.

“Saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ, karena serta merta langsung berhenti lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi, tapi itu lagi-lagi semua pihak mempunyai kewenangan untuk menilai masing-masing,” kata Said.

Menurut Said, Pasal 340 harus memenuhi unsur antara perbuatan dan niat ada waktu untuk berfikir. Selain itu, kondisi pelaku harus dalam keadaan tenang untuk melaksanakan cara pembunuhan hingga lokasinya. “Harus ada perbuatan nyata dari pelaku yang menyebabkan terjadinya kematian ada orang yang meninggal dunia dan kematian ini memang dikehandaki dari pelaku,” kata Said.(jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook