Pleidoi Eliezer dan Putri Ditolak

Nasional | Selasa, 31 Januari 2023 - 10:32 WIB

Pleidoi Eliezer dan Putri Ditolak
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yakni Richard Eliezer meminta maaf saat menjalani sidang yang beragendakan tanggapan jaksa penuntut umum atas pleidoi di PN Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023). (MIFTAHUL HAYAT/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO)  - Pleidoi atau nota pembelaan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dan Putri Chandrawathi dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir Y) ditolak Tim jaksa penuntut umum (JPU). Hal itu dikemukakan JPU dalam persidangan lanjutan dengan agenda replik, Senin (30/1).

''Penuntut Umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu,'' ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (30/1).


Selain itu, pihak jaksa penuntut umum juga meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada Rabu (18/1). ''Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2023,'' ucap jaksa.

Tim jaksa menilai penasihat hukum Richard Eliezer keliru dalam menafsirkan perbuatan Eliezer. Bagi tim jaksa, perbuatan Eliezer tidak dapat dihapuskan dengan alasan pertimbangan aspek kesalahan psikologis. ''Apakah terdakwa Richard Eliezer dapat dilepaskan dari pertanggungjawaban karena aspek psikologis? Jawabannya tentu tidak,'' ujar jaksa.

Tim jaksa penuntut umum menilai Richard Eliezer bukanlah terpengaruh ketakutan atau karena di bawah kuasa penguasa, dalam hal ini Ferdy Sambo, melainkan hanya memperlihatkan loyalitas-nya sebagai orang yang mengikuti Ferdy Sambo.

''Dan apakah karena ikut dengan saksi Ferdy Sambo dapat dibenarkan untuk melaksanakan permintaan saksi Ferdy Sambo yang tidak sah atau melawan hukum? Jawabannya tentu tidak dapat dibenarkan,'' kata jaksa.

Hal yang sama diungkapkan jaksa di tempat yang sama. ''Penuntut Umum memohon kepada majelis yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi dan pleidoi dari terdakwa Putri Candrawathi,'' ucap jaksa.

Jaksa penuntut umum juga meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada Rabu (18/1). Pihak jaksa juga menilai bahwa pleidoi Putri Candrawathi keliru atau tidak benar.

Jaksa menilai penasihat hukum Putri terkesan memaksakan keinginannya agar penuntut umum menyelami pembuktian motif dalam perkara ini, sehingga benar-benar terbangun perbuatan pelecehan atau perkosaan. ''Tim penasihat hukum hanya bermain dengan akal pikirannya agar mencari simpati masyarakat,'' kata jaksa.

Padahal, ucapnya melanjutkan, simpati masyarakat itu dapat diperoleh dengan mudah jika terdakwa Putri Candrawathi mampu berkata jujur di hadapan persidangan.

Tim jaksa penuntut umum menilai Putri Candrawathi mempertahankan perilaku ketidakjujurannya yang didukung oleh tim penasihat hukum untuk tetap tidak berkata jujur demi tujuannya agar perkara ini tidak terbukti.

''Dan seolah-olah melimpahkan kesalahan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah meninggal dunia karena tertembak akibat dari perbuatan salah satunya terdakwa Putri Candrawathi, bersama-sama dengan saudara Ferdy Sambo, saksi Kuat Ma’ruf, saksi Ricky Rizal Wibowo, dan saksi Richard Eliezer,'' ucap jaksa.

Dalam kasus ini, Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun oleh jaksa penuntut umum. Adapun empat terdakwa lainnya adalah Kuat Ma’ruf yang dituntut pidana penjara selama 8 tahun, Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara 8 tahun, Ferdy Sambo yang dituntut pidana penjara seumur hidup, dan Putri Candrawathi dengan tuntutan pidana penjara 8 tahun. Kelima terdakwa ini
didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam persidangan sebelumnya, Jumat (27/1), jaksa penuntut umum juga telah menolak pleidoi Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Ferdy Sambo.

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memberikan hukuman ringan kepada Richard Eliezer alias Bharada E. Sebab, Eliezer dinilai telah bersikap kooperatif dan membantu aparat penegak hukum dalam membuka tabir kasus pembunuhan Brigadir Y.

''LPSK menitipkan asa keadilan kepada Majelis Hakim yang menangani perkara ini untuk tanpa bermaksud mencampuri kewenangan Majelis Hakim, memutuskan hukuman lebih ringan kepada Bharada E dibanding terdakwa-terdakwa lainnya,'' kata Wakil Ketua LPSK Manager Nasution dalam keterangannya, Senin (30/1).

Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini menjelaskan, sesuai
mandat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

''Mari kita tanya, apakah publik meyakini bahwa akan lebih adil jika hukuman Bharada E lebih ringan dari terdakwa-terdakwa lainnya? Semoga Majelis Hakim bisa menggali, merasakan dan menangkap keadilan publik itu,'' tambah Manager.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini juga meminta Hakim untuk mempertimbangkan surat rekomendasi LPSK tertanggal 11 Januari 2023, terkait rekomendasi Justice Collaboratore (JC) kepada Bharada E. Sebab, dalam surat keputusan itu berisi agar Bharada E diberikan hukuman ringan dari terdakwa lainnya.

''Supaya diberikan tuntutan lebih ringan dari terdakwa-terdakwa lainnya (Pasal 10A UU 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban),'' ucap Manager.

Manager juga mengingatkan, demi kepentingan pembangunan hukum pidana modern Indonesia, alangkah baiknya dalam amar putusan Majelis Hakim nanti memasukkan status Bharada E sebagai JC. Hal ini penting, bukan hanya dalam perkara ini, tapi juga untuk perkara-perkara lain yang rumit, sistematis, dan terorganisir. ''Agar ke depan bisa menjadi yurisprudensi,'' tegas Manager.

Menurut Manager, keringanan hukuman juga penting untuk menggembirakan JC. Karena diharapkan, ke depan setiap orang mau jadi JC dengan mengambil tanggung jawab untuk berani jujur dan mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum, sehingga mampu membuat terang peristiwa pidana.

''Bharada E sudah mengambil tanggung jawab itu dengan segala risiko. Jika keberanian, kejujuran, dan sikap koperatif seperti ini diapresiasi, maka boleh kita berharap orang akan bergembira mau jadi JC. Sebaliknya, jika tidak diapresiasi, bukan tidak mungkin ke depan orang akan enggan jadi JC,'' ungkap Manager.(jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook