JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Daftar perwira polisi yang dipecat terkait dengan upaya menghambat penyidikan (obstruction of justice) bertambah. Menyusul Irjen Ferdy Sambo, dua anggitanya yakni Kompol Chuck Putranto dan Kompol Baiquni Wibowo juga diberhentikan dengan tidak hormat, Jumat (2/9).
Mantan Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri Kompol Chuck Putranto dianggap melanggar etik dan profesi Polri. Kadivhumas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Chuck yang digelar selama sekitar 15 jam pada Kamis (1/9) hingga Jumat (2/9) dini hari tersebut diputuskan secara kolektif kolegial.
Dalam putusan itu, Chuck dinilai melanggar Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Selain itu, Chuck dinilai melanggar Pasal 10 ayat 1 huruf f dan Pasal 10 ayat 2 huruf h Perkap Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.
"Untuk saksi yang diperiksa menyangkut masalah Kompol CP ada sembilan orang," kata Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (2/9).
Dalam kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Chuck diduga menghilangkan barang bukti rekaman CCTV di rumah dinas Sambo yang ketika itu menjabat Kadivpropam.
Padahal, CCTV tersebut merupakan alat bukti penting dalam penanganan kasus penembakan Yosua pada 8 Juli lalu. Chuck juga diduga memerintah Kompol Baiquni Wibowo untuk menghapus rekaman CCTV.
Hakim sidang memutuskan secara kolektif kolegial menjatuhkan sanksi etika kepada Baiquni Wibowo sebagai perbuatan tercela. Sedangkan sanksi administrasi berupa penempatan khusus selama 23 hari Biro Provos Polri. "Kedua adalah Pemberentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari anggota kepolisian," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (2/9).
Dedi mengatakan, Baiquni Wibowo memutuskan mengajukan banding atas pemecetan tersebut. Memori banding akan dikirim selambat-lambatnya 21 hari ke depan. "Sidang komisi banding memiliki waktu 30 hari untuk segera menyelesaikan sidang kode etiknya," jelas Dedi.
Selain Chuck dan Baiquni Wibowo, Polri juga menetapkan lima perwira polisi lainnya sebagai tersangka. Yakni, Irjen Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombespol Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, dan AKP Irfan Widyanto. Sejauh ini, baru dua tersangka yang sudah divonis dipecat melalui sidang etik. Yakni, Sambo dan Chuck. Dedi menambahkan, Chuck menyatakan banding atas putusan PTDH tersebut. "Itu merupakan hak yang bersangkutan," ujarnya.
Upaya banding sebelumnya juga dilakukan Sambo ketika divonis PTDH dalam kasus yang sama. "Hanya, sampai hari ini (kemarin, red) informasi dari Pak Karowabprof untuk memori banding Irjen FS atau saudara FS belum diterima," ujarnya.
Kemarin, Polri juga menggelar sidang etik terhadap Kompol Baiquni Wibowo. Hingga berita ini selesai ditulis pukul 22.30, Polri belum menyampaikan perkembangan terbaru mengenai putusan sidang tersebut. "Nanti hasilnya kami sampaikan," paparnya.
Sama dengan Sambo dan Chuck, sidang etik Baiquni ditayangkan secara live. Dedi memastikan, pihaknya akan menggelar sidang etik terhadap para terduga pelaku penghalangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Saat ini masih tersisa 28 anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran etik. Dia memastikan sidang etik tersebut disampaikan secara terang benderang dan transparan.
Kompolnas Tegaskan Bukan Jubir Polri Tapi Mitra
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Dawam menegaskan, pihaknya bukan juru bicara Polri, melainkan mitra kelembagaan untuk memberi dampak pada perbaikan kemandirian dan profesionalitas Polri ke depan.
Hal ini dikatakan Mohammad Dawam, menanggapi atas ucapan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang mengatakan bahwa Kompolnas menjadi perpanjangan tangan Polri dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Y.
"Intinya, Kompolnas sejatinya bukan sebagai juru bicara Polri sebab Polri sudah memiliki juru bicara, yakni Divisi Humas Mabes Polri yang sekarang dikepalai Bapak Dedi," kata kata Mohammad Dawam dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (2/8).
Menurutnya, apa yang disampaikan publik kepada Kompolnas, adalah bagian dari kritik konstruktif masyarakat kepada penyelenggara negara. Oleh karena itu, hal demikian harus dipahami secara positif.
"Sebagai salah satu anggota Kompolnas, saya, Mohammad Dawam, memandang perlu untuk menyampaikan kepada publik bahwa Kompolnas juga telah banyak memberikan masukan dan surat rekomendasi sesuai dengan kewenangannya, kemudian menyampaikan langsung secara internal kelembagaan melalui Bapak Kapolri," ucap Dawam.
Dikatakan pula bahwa sudah banyak saran Kompolnas yang telah ditindaklanjuti dengan baik, salah satunya dalam konteks kasus ini adalah saran Kompolnas kepada Polri terkait dengan pemakaman kembali almarhum Brigadir Y secara kedinasan.