JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Akhir-akhir ini muncul berbagai penolakan terhadap jenazah korban virus corona (COVID-19). Warga di sejumlah daerah tak mau wilayah mereka dijadikan lokasi pemakaman korban virus mematikan itu.
Menurut akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, penolakan terhadap jenazah korban virus corona itu diakibatkan persoalan komunikasi. Menurutnya, manajemen komunikasi pemerintah di semua tingkatan lemah, sehingga warga tak memahami soal pemakaman jenazah korban virus corona dilakukan sesuai protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Dari perenungan mendalam yang saya lakukan memunculkan dua dugaan. Pertama, kurangnya pengetahuan dan informasi yang diterima oleh sekelompok orang tertentu," ujar Emrus dalam pesan tertulis yang diterima, Jumat (3/4).
Akibatnya adalah munculnya kelompok yang turun ke jalan untuk menolak wilayah mereka dijadikan lokasi pemakaman jenazah korban COVID-19. “Penolakan ini menjadi tambahan beban tugas tersendiri bagi aparat polisi di lapangan," ucapnya.
Kedua adalah pentingnya pemerintah di semua tingkatan memperhatikan kabar yang beredar di kalangan warga. Menurutnya, bisa jadi penolakan itu akibat komunikasi antar-warga.
Pengasuh EmrusCorner itu menegaskan, pemerintah belum memiliki solusi komunikasi ampuh untuk membuat warga makin paham. Oleh karena itu Emrus mengatakan, ada dua solusi untuk meredam penolakan warga terhadap jenazah korban COVID-19.
"Solusinya saya kira, ada dua. Petugas intelijen melakukan pengumpulan fakta, data dan bukti serta melakukan analisis yang dapat dimanfaatkan mengatasi mengapa terjadinya penolakan," katanya.
Langkah lainnya adalah komunikasi yang informatif dan persuasif secara sistematis, masif dan terstrukur. “Termasuk melibatkan kekuatan media massa, sosial media dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan,” katanya.(gir/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal