JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) akhirnya menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penyerobotan kawasan hutan lindung dalam kegiatan perkebunan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Tersangka pertama adalah mantan Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rahman. Raja Thamsir diduga dengan sengaja melawan hukum dengan menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan PT Duta Palma Group seluas 37.095 hektare di Indragiri Hulu.
"Bupati Indragiri Hulu Provinsi Riau periode 1999-2008 atas atas nama RTR secara melawan hukum telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan hutan di Indragiri Hulu di atas luas lahan 37.095 hektare,"kata Jaksa Agung RI Burhanudin dalam video konferensi persnya di Jakarta, Senin (1/8).
Burhanudin menjelaskan, dari lahan seluas 37.905 hektare itu diberikan kepada PT Duta Palma Group yang dibagikan ke lima anak perusahaan yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
Tersangka kedua adalah pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi atau SD. Dijelaskannya, pada 2003, Surya Darmadi melakukan kesepakatan dengan Raja Thamsir selaku Bupati Indragiri Hulu saat itu untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan hak guna usaha (HGU) kepada perusahaan-perusahaan Surya Darmadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Selain itu, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU. PT Duta Palma Group juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.
"SD, dengan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan, serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional, telah memanfaatkan kawasan hutan dengan membuka perkebunan kelapa sawit dan memproduksi sawit,"ucap Burhanuddin.
Jaksa Agung mengungkapkan, berdasarkan hasil perhitungan ahli, bahwa estimasi kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang diakibatkan oleh perbuatan mereka tersebut mencapai Rp78 triliun.
"Berdasarkan hasil ekspose yang dilaksanakan pada 18 Juli 2022, tim penyelidik telah menemukan alat bukti yang cukup untuk tersangka, yaitu saudara RTR, Bupati Kabupaten Indragiri Hulu periode 1999-2008 dan SD, pemilik Duta Palma Group,"kata Burhanuddin.
Tersangka Raja Thamsir Rahman dan tersangka Surya Darmadi disangkakan melanggar primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus tersangka Surya Darmadi, ia juga disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jaksa Agung mengaku, pihaknya tidak melakukan penahanan terhadap kedua tersangka tersebut karena tersangka Raja Thamsir tengah mendekam di Lapas Pekanbaru dalam dalam perkara tindak pidana korupsi dana kasbon APBD Indragiri Hulu Tahun 2005-2008.
Sedangkan tersangka Surya Darmadi masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menyandang status tersangka sejak 2019 lalu.
"Terhadap para tersangka tidak dilakukan penahanan karena tersangka RTR sedang menjalani pidana untuk perkara lain di lapas Pekanbaru, sedangkan tersangka DS masih dalam status DPO,"kata Burhanuddin.
Seperti diketahui, pada Juni lalu tim penyidik Kejagung mendatangi PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu dan langsung menyita aset kelima anak perusahaan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengungkapkan, lahan sawit seluas sekitar 37 ribu hektare yang disita dari PT Duta Palma Group itu saat ini pengelolaannya dititipkan kepada BUMN, yakni PTPN V.
"Itu hasil sitaan sementara dititip untuk dikelola oleh BUMN agar menghindari kerusakan dan menambah pendapatan Negara. Kalau sudah inkracht nanti baru diurus perizinannya,"ujarnya.
Sejak kasus ini mencuat, hingga kini pihak perusahaan PT Duta Palma belum ada memberikan tanggapan. Riau Pos beberapa kali mencoba mencari akses untuk mendapatkan konfirmasi kepada manajemen, namun tidak membuahkan hasil.(das)
Laporan YUSNIR, Jakarta