“Tidak mungkin pemerintah pusat melakukan efisiensi itu, karena pembangunan itu ada di daerah. Pemerintah kan melancarkan supaya pembangunan terjadi dengan kebijakan-kebijakan, sehingga industri tumbuh. Itu eksekusinya di daerah,” kata Donna. Kalau satu daerah ingin tumbuh industrinya, maka diperlukan investasi. Persoalannya adalah, bagaimana bisa menarik para investor bila kebijakan di daerah-daerah tidak kondusif dan membuat calon investor alergi.
Karena itu, lanjut Donna, Presiden Jokowi terus menggulirkan pelayanan perizinan dilakukan satu pintu. Hal inilah yang harus terjadi di daerah di era otonomi sebagai tantangan pemerintahan yang tidak lagi sentralistik.
Pembangunan ekonomi, lanjut Donna, harus tumbuh di seluruh daerah. Dalam konteks ini, dia melihat Riau sebagai daerah yang memiliki kesiapan. Di samping itu, daerah itu memiliki akses yang memiliki potensi besar. “MEA itu perjuangannya di daerah. Kalau di Riau, penghasilan utama migas. Tapi ke depan harus mengarah ke industri lagi, membangun industri energi misalnya,” imbuh Donna.
Di sisi lain, daerah juga harus menyiapkan SDM berdaya saing. “Lihat lah MEA itu kesempatan perbaiki diri, tidak ada yang datang tiba-tiba. MEA itu perjuangannya di daerah,” pungkasnya.
Sementara anggota Komisi VI DPR, H Nurzahedi SE menilai MEA dapat menjadi peluang sekaligus ancaman. Apabila pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Riau tidak bisa memanajerial sumber daya, maka bisa sangat mungkin Riau hanya jadi penonton dalam pelaksanaan MEA. “Ini yang kita semua tidak inginkan,” ujarnya.
Politikus Gerindra asal Dapil Riau II yang akrab disapa Eddy Tanjung ini menyebutkan, dalam pelaksanaan MEA mendatang beragam jenis produk dari negara ASEAN akan tumpah ruah di dalam negeri termasuk Riau. Produk tersebut bisa saja lebih murah dan lebih berkualitas dibandingkan produk-produk buatan asli Riau.
Tidak itu saja, di sektor tenaga kerja juga akan memberikan efek yang merugikan bagi para pekerja Riau. Sebut saja nantinya di sektor kesehatan, pertambangan atau perkebunan, tenaga kerja asli Riau akan bersaing dengan tenaga-tenaga kerja dari luar seperti negara Thailand, Vietnam, Malaysia dan negara lain yang tergabung dalam MEA.
‘’Kami bukan menakut-nakuti. Hanya saja, inilah kemungkinan-kemungkinan terpahit yang akan dirasakan masyarakat Riau, apabila tidak menanamkan kesiapan secara mental dan kemampuan dalam menghadapi MEA,’’ ungkapnya.
Atas kondisi ini, perlu ditanamkan juga pemangku kebijakan di Riau, bahwa masyarakat harus benar-benar mencintai produk dalam negeri dan secara khusus asli buatan Riau. ‘’Harus ditanamkan semangat mencintai produk dalam negeri. Termasuk juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pekerja dalam negeri untuk berkarya. Tentunya tetap dengan semangat kualitas dan daya saing yang mumpuni,’’ paparnya.