Dari tas ransel hijaunya, Indra mengeluarkan sebuah map berisi kertas-kertas dan foto. Didalam map juga terdapat kain putih yang sudah digaris-garis kotak membentuk kolom-kolom. Ia menunjukan agar sebisanya untuk membubuhkan tanda tangan di kolom yang sudah ditentukan, Karna Alizar Azis sendiri sepertinya enggan untuk menemuinya.
Sangat lega wajahnya ketika si staff tadi kembali keluar membawa kain putih yang sudah dibubuhkan tanda tangan. Meski tidak dapat bertatap muka Indra tidak tampak kecewa. Katanya tanda tangan tersebut hanya sebuah tanda bahwasanya ia sudah sampai di Riau.”gapapa saya cuman butuh tanda saja kalau sudah sampai di Riau. Tujuan saya memang bukan untuk jumpa pejabat kok,”ujarnya sembari berjalan keluar kantor Gubernur Riau.
Setelah berada di luar ia menceritakan semuanya. Bagaimana 23 tahun dilaluinya dengan rasa dihantui. Rasa sakit karna tidak mendapatkan keadilan atas meninggalnya putra kesayangannya. Setelah duduk dan meminum segelas air ia mulai bercerita. Masih terngiang jelas dalam ingatannya saat putra kesayangannya Rifky Andika menjadi korban tabrak lari tepat didepan rumahnya pada 8 Februari 1993 silam di Malang, Jawa Timur.