JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Persoalan kekurangan biaya haji sebesar Rp1,5 triliun akhirnya tuntas. JCH tidak perlu merogoh uang untuk menambah ongkos haji. Kekurangannya ditambal dari subsidi nilai manfaat pengelolaan dana haji dan dari dana efisiensi penyelenggaraan haji yang dikumpulkan sejak 2014 lalu.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu memaparkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan akumulasi hasil efisiensi penyelenggaraan haji sebesar Rp739,8 miliar. "Dana ini tersedia untuk dimanfaatkan," katanya dalam rapat bersama Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta, Selasa (31/5).
Berikutnya sekitar Rp724 miliar kekurangan biaya haji diambilkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. Dengan demikian kekurangan anggaran biaya haji sebesar Rp1,5 triliun bisa ditutup. Seperti diketahui, kekurangan anggaran ini muncul karena Arab Saudi membebankan biaya paket masyair sebesar 5.656 riyal (Rp21,98 juta) per JCH.
Pada kesempatan itu Anggito memaparkan bahwa tahun ini BPKH berhasil membukukan nilai pengelolaan dana haji mencapai Rp10 triliun lebih. Kemudian setelah ada kekurangan biaya haji tersebut, total nilai pengelolaan dana haji yang digunakan untuk subsidi biaya haji 2022 sekitar Rp4,8 triliun.
"Kita masih memiliki surplus Rp5 triliun. Tidak ada kekurangan dana haji. Bahkan kita surplus," ujar Anggito. Surplus nilai pengelolaan dana haji sekitar Rp5 triliun itu digunakan untuk subsidi penyelenggaraan haji di tahun-tahun mendatang.
Dalam rapat itu diputuskan skema menambal kekurangan dana haji yang mencapai Rp1,536 triliun. Untuk keperluan biaya paket masyair JCH reguler dialokasikan Rp700 miliar dari dana efisiensi penyelenggaran haji. Kemudian Rp791,6 miliar dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
Berikutnya untuk biaya technical landing JCH Embarkasi Surabaya sebesar Rp25,73 miliar dari efisiensi anggaran haji. Lalu keperluan untuk selisih kurs kontrak penerbangan haji sebesar Rp19,279 miliar diambil dari dana efisiensi haji, efisiensi valas, dan dana safeguarding.
"Kami mengucapkan terima kasih atas berbagai masukan dan kesepakatan dari pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR," kata Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Dia berharap keputusan tersebut memberikan manfaat dan menjadi sumbangan berharga dalam peningkatan penyelenggaraan haji tahun ini. Dia menjelaskan bahwa JCH mulai masuk ke asrama haji pada 3 Juni. Kemudian mereka diterbangkan ke Arab Saudi pada 4 Juni.
Pembahasan pemenuhan kekurangan anggaran biaya haji sebesar Rp1,5 triliun itu mendapatkan banyak masukan dari anggota Komisi VIII DPR. Di antaranya disampaikan oleh Maman Imanul Haq. "Bagaimanapun juga haji tetap harus berjalan sesuai jadwal," katanya. Tetapi di sisi lain semua pihak harus berkomitmen menyelamatkan dana haji.
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mencoba menerka kenapa sampai terjadi kenaikan biaya haji, khususnya adanya biaya paket masyair. Di antaranya adalah saat ini pemerintah Arab Saudi sedang terus membenahi pelayanan haji. Di antaranya adalah sertifikasi petugas haji di sana. Sertifikasi petugas haji dilakukan hingga ke petugas kasar. Dia mengatakan dalam pembahasan haji berikutnya, harus diupayakan antisipasi-antisipasi.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Dadi Darmadi hingga malam kemarin mencari informasi dari negara-negara pengirim JCH lain. Tetapi tidak ada yang seheboh di Indonesia, terkait adanya keperluan anggaran yang membengkak. "Setahu saya tidak muncul kehebohan seperti di Indonesia. Bisa jadi karena di Indonesia JCH-nya besar," jelasnya.
Dadi mengatakan, adanya tambahan anggaran Rp1,5 triliun itu sangat besar. Ke depan Kemenag harus cermat dalam menyusun anggaran. Jika perlu, pembahasan anggaran haji menunggu seluruh biaya haji dari Arab Saudi sudah pasti. Sehingga tidak ada tambahan anggaran yang mendadak.
Dia mengatakan untuk tahun ini, karena waktu sudah mepet, publik perlu memaklumi. Tetapi untuk haji 2023 nanti, Kemenag harus kembali melakukan konfirmasi ke pemerintah Arab Saudi. "Harus dicari tahu sebenarnya biaya paket di masyair yang mencapai Rp21 jutaan itu sebenarnya programnya siapa," kata Dadi.
Karena menurut dia sampai sekarang belum ada kejelasan soal pungutan paket biaya masyair tersebut. Apakah benar dari pemerintah, ataukah dari pengelola sejenis BUMN-nya Arab Saudi. Jika ternyata yang menetapkan biaya paket masyair itu adalah korporasi atau BUMN milik Arab Saudi, Pemerintah Indonesia harus bisa melobi untuk membahas kembali secara detail.
"Hitungan saya dengan masa masyair yang sekitar lima hari itu, biaya Rp21 juta terlalu mahal," tuturnya. Jika dibagi rata, maka dalam sehari biaya yang digunakan untuk layanan masyair sekitar Rp4 juta. Padahal layanan yang diterima JCH itu-itu saja. Seperti tenda di Arafah dan Mina. Itupun kondisi tenda di Mina cukup sesak jika diisi kuota normal.