Bagaimana Cara I’tikaf

MUI Menjawab | Jumat, 07 Mei 2021 - 10:17 WIB

 

Pertanyaan:
Apa yang dikatakan I’tikaf, hukum, hikmah, keutamaan, syarat-syarat, yang disunatkan dan yang membatalkan I’tikaf itu?
Dari: 08136576XXXX


Jawaban :
Perkataan I’tikaf berasal dari kata kerja A’kafa yang artinya berhenti. Dan adapun I’tikaf menurut istilah syariah ialah berhenti atau duduk di dalam masjid, baik di waktu siang maupun di malam hari, dengan niat beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Jadi I’tikaf itu memisahkan diri dari masyarakat orang ramai, yang menyendiri dalam masjid. Di dalam masjid ia memusatkan diri dengan penuh ingatan dan perhatian kepada Allah SWT.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Bagarah ayat 187, sebagai berikut yang artinya: Dan janganlah kamu campuri istri-istrimu itu sementara kamu sedang beri’tikaf di masjid.

Beri’tikaf di dalam masjid terutama mengerjakan salat wajib berjamaah, salat-salat sunat baik muakad atau hajat, berzikir membaca Alquran, dan beri’tikaf itu di bulan puasa.

Dan menurut riwayat Buchari dari Abu Said bahwa Nabi bersabda yang artinya:  Barang siapa yang hendak beri’tikaf bersamaku hendak ia melakukannya pada sepuluh yang akhir.

Adapun hukum I’tikaf itu adalah sunat. Selain dari itu, memang adapula I’tikaf yang wajib hukumnya, yaitu apabila seseorang itu bernazar akan melakukan I’tikaf. Seperti jika dia umpamanya mendapat suatu nikmat atau lepas dari suatu malapetaka.


Mengenai hikmahnya melakukan I’tikaf itu, terutama pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadan adalah untuk memutuskan hubungan dengan persolaan-persoalan hidup duniawi yang selalu menggoda dan membimbangkan. Kemudian memusatkan/ mengonsentrasikan pikiran kepada Tuhan. Karena I’tikaf itu memusatkan pikiran kepada Allah. Terutama memohon ampunannya, karena akhir Ramadan itu terdapat malam berkah yaitu malam Lailatul Qadar.

 Syarat-Syarat I’tikaf:


Orang yang beri’tikaf itu syaratnya hendaklah ia seorang muslim yang mumaiyiz, suci dari junub, haid, dan nifas. Dengan demikian tidaklah sah bila dilakukan oleh orang kafir, anak kecil yang mumaiyiz, orang junub, perempuan yang dalam haid atau nifas.

Hakikat I’tikaf itu adalah tinggal di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan banyak melakukan ibadah. Dan tidak bebas lagi keluar masuk masjid, kecuali untuk sesuatu keperluan seperti buang hajat, berwudhuk, makan minum dan mandi. Dan tidak banyak pembicaraan yang lebih-lebih menyangkut keduniaan, apalagi bicara hal-hal yang tidak berfaedah atau berpahala.

Hal-Hal yang Disunnahkan Waktu I’tikaf:

Orang-orang yang I’tikaf disunnahkan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT seperti salat, membaca Alquran, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istigfar, salawat kepada Nabi saw, doa dan sebagainya. Termasuk juga di dalamnya pengajian, ceramah, ta’lim, diskusi ilmiah, telaah buku tafsir, hadits siroh dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdho. Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktifitas ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdho.

Beri’tikaf itu dianjurkan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan. Bahkan hal ini dianjurkan sampai Subuh hari Idul Fitri. Hal ini disepakati ulama berdasarkan hadits yang artinya : “Siapa yang beribadah di malam hari Idul Fitri dan Idul Adha dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Alloh Ta’ala, hatinya tidak akan mati ketika semua hati dimatikan Alloh (H. R. Ibnu Majah). Maksudnya, hati mereka dikokohkan Alloh SWT dalam keimanan dan lolos dari berbagai persoalan akhirat nantinya.

Fadhlah (Keutamaan) I’tikaf:
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad : Tahukah anda hadits yang menunjukkan keutamaan I’tikaf? Imam Ahmad menjawab: tidak kecuali hadist lemah. Namun demikian tidak mengurangi nilai ibadah I’tikaf itu sendiri sebagai taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, dengan keberadaan kita dalam masjid dengan mengerjakan amal ibadah yang banyak kita kerjakan. Apakah itu ibadah wajib atau ibadah-ibadah sunat.

Dan cukuplah sebagai keutamaan dari I’tikaf itu bahwa Rasulullah saw, para sahabat, para istri Rasululloh saw dan para ulama sholifus sholeh senantiasa melakukan ibadah I’tikaf ini.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook