HEWAN PELIHARAAN

Si Imut Kelinci Hias, dari Hobi hingga Cuan

Liputan Khusus | Minggu, 30 Oktober 2022 - 09:18 WIB

Si Imut Kelinci Hias, dari Hobi hingga Cuan
Arfiansyah Putra Pemilik Waroenk Prafiqnas Rabbits Pekanbaru (ISTIMEWA)

RIAUPOS.CO - Selain kucing, hewan peliharaan yang bagus dipelihara di rumah adalah kelinci. Apalagi, hewan imut ini memiliki banyak sekali jenis dan bentuknya unik. Beberapa di antaranya sangat menggemaskan, terutama bagi anak-anak. Beberapa koleksi kelinci hias sudah mulai dipelihara di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan.

Kelinci hias kini tak hanya diletakkan di kandang di luar rumah, bahkan sudah ada yang dipelihara di dalam rumah. Kelinci juga aman bagi anak-anak, bisa diajak berinteraksi, dan tentunya mengasyikkan, termasuk bagi si kecil. Kelinci juga populer karena banyak sekali ditayangkan di film kartun anak.


Sebagai kelinci hias, hewan pengerat ini didatangkan dari berbagai belahan dunia. Sama seperti kucing yang jenisnya kadang melekat pada daerah dan negara asalnya, kelinci pun demikian. Beberapa jenis kelinci hias yang populer di Indonesia di antaranya English Lop. Dari namanya, asalnya adalah dari Inggris. Tapi kelinci ini merupakan hasil kawin silang kelinci Angora, Himalaya, dan Dutch, atau ada darah Turki, Nepal, dan Belanda pada kelinci jenis ini. Jenis lainnya yang populer adalah Rex, Fuzzy Lop, Lionhead, Angora, Himalaya, Netherland Dwarf, Flemish Giant, dan Germany Giant.

Di Riau, beberapa penghobi diketahui memiliki beberapa jenis di antaranya Holland Lop, Fuzzy Lop, Rex, Dutch, Angora, hingga Flemish Giant, dan lokal. Masing-masing tentunya memiliki keunikan tersendiri. Sesuai selera dan keinginan penghobi. Ada yang suka telinganya jatuh, bulunya mengembang, atau bulu tebal seperti karpet, atau berukuran sangat besar, nyaris seperti kambing. Atau bahkan yang kecil imut seperti hamster.

Seorang penghobi kelinci di Pekanbaru, Arfiansyah Putra menyebutkan, memelihara kelinci memerlukan ketekunan. Tidak asal pelihara, baru dipikirkan kebutuhannya. Para pemula seringnya hanya suka melihat bentuk kelinci, lalu membeli begitu saja. Untuk mengurusnya urusan belakangan.

“Awalnya saya juga begitu. Beli dulu baru pahami ilmunya. Seharusnya, pahami dulu ilmunya, baru beli kelincinya,” ujar Arfiansyah kepada Riau Pos, pekan lalu.

Awal memelihara kelinci pada 2017, dia membeli anakan kelinci lokal sepasang di Pasar Palapa, pasar hewan Pekanbaru. Tak berapa lama, kelinci itu pun mati. Dia kemudian membeli lagi, sambil terus belajar cara merawat kelinci. Perlu waktu panjang baginya untuk belajar. Di antaranya dia bertanya ke banyak pihak, masuk grup Facebook Kelinci Pekanbaru, dan belajar dari yang lebih dahulu memelihara.

“Saran saya, kalau pemula jangan banyak dulu. Mulai dari kelinci lokal dulu,” ujar Arfi.

Arfi sendiri baru mulai memelihara kelinci hias sejak 2019, atau dua tahun setelah dia memulai dari kelinci lokal. Awalnya dia memelihara jenis Rex pure atau Rex murni. Ada juga Rex lokal atau campuran, yang dibeli belakangan. Dari awalnya sepasang kecil, kini sudah jadi 11 ekor jenis Rex ini. Itu pun sudah banyak yang terjual. Kini, selain penghobi, dia juga sudah menjual kelinci, termasuk beberapa perlengkapan kelinci, obat-obatan, bahkan sempat juga kandang. Dari hobi, telah berubah jadi cuan.

“Tidak tiap saat, tapi ada saja yang datang membeli,” ujarnya.


Rex kerap juga disebut Rex carpet. Sebab, bulunya mirip karpet, tebal dan rapat. Selain mengoleksi Rex pure (murni), dia juga mengoleksi Rex lokal. Sekilas bentuknya sama. Bulunya juga seperti karpet. Tapi jika dielus, akan terasa bedanya. Harganya juga berbeda karena Rex lokal, sebenarnya sudah merupakan hasil kawin silang, tidak murni Rex lagi. Selain Rex, yang banyak dikawin silang juga saat ini adalah Angora. Beberapa kelinci terlihat seperti Angora, padahal merupakan kawin silang dan sudah dihitung sebagai kelinci lokal. Tujuan kawin silang ini di antaranya adalah agar keturunannya memiliki daya tahan seperti kelinci lokal, namun bentuknya masih seperti kelinci luar negeri. Tapi tentu saja kemurnian rasnya sudah beda.

Koleksi berikutnya adalah Fuzzy Lop. Kelinci ras ini dibeli Arfi di Payakumbuh, juga dari anakan. Ciri khas Fuzzy Lop adalah telinganya jatuh atau terkulai. Sementara bulunya mengembang seperti Angora. Kelinci ini berasal dari Amerika dan merupakan hasil persilangan antara English Angora dan Holland Lop.

Pada 2019, Arfi mulai membeli jenis Dutch satu ekor. Berikutnya dia mengembangkan lagi. Dutch diyakini jenis tertua kelinci asal Belanda. Ciri khasnya, berbulu pendek namun tebal. Hanya saja tidak setebal Rex. Telinganya tegak. Beberapa Dutch murni memiliki warna khas hitam putih seperti panda.

Pada 2020, dia melengkapi lagi koleksi kelinci hias dengan Holland Lop. Sama seperti Fuzzy Lop, Holland Lop memiliki ciri telinga yang terkulai. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Dia membeli dari Sidoarjo, anakan satu jantan dan dua betina. Kini, kelinci jenis ini sudah semakin berkembang banyak. Seperti namanya, kelinci ini berasal dari Belanda. Bedanya dengan Fuzzy Lop, Holland Lop lebih kecil. Bahkan kelinci ini bisa dikatakan salah satu ras kelinci terkecil dari Belanda. Kendati kecil, harganya ternyata lebih mahal dibandingkan yang lainnya. Kecil cabai rawit rupanya. Bahkan di antara koleksi Arfi, Holland Lop ini yang termahal. Anakan lepas sapih umur dua bulan saja sudah dihargai Rp400 ribu hingga Rp500 ribu per ekor.

“Indukannya biasanya saya lepas Rp800 ribu,” ujarnya.

Arfiansyah memiliki 40 kandang yang ditempatkan di samping depan rumahnya. Saat ini, setidaknya dia memiliki 65 ekor kelinci, termasuk anakan. 50 di antaranya kelinci hias, 15 kelinci lokal. Selain kelinci hias, beberapa di antaranya adalah lokal, termasuk yang terhitung lokal adalah hasil kawin silang dengan Angora. Kelinci ini mirip Angora, dengan bulu khas yang mengembang, tapi ternyata lokal.

Belum Antusias

Para penghobi kelinci hias di Riau, termasuk Pekanbaru dinilai belum seantusias masyarakat di Jawa. Makanya, tidak begitu banyak penjual kelinci hias yang berkembang di Riau. Salah satu peternak kelinci awal di Riau, Aji Harianto atau Anto menyebutkan, awalnya dia memiliki cukup banyak koleksi kelinci hias. Bahkan dia memiliki juga Flemish Giant yang termasuk langka di Riau saat itu.

“Tapi karena pembeli tidak begitu antusias, maka saya lebih banyak main di kelinci lokal,” ujar Anto.

Anto sendiri telah mulai beternak kelinci sejak 2015 di Riau dengan satu jantan dan lima betina. Pada 2017, dia mulai berkonsentrasi di dunia kelinci dan berhenti bekerja proyek pemasangan kabel dan telepon. Hasilnya, kelincinya berkembang, dan cuan pun mengalir. Kini dia telah mengoleksi setidaknya 100 ekor kelinci di kandangnya di kawasan Kubang bernama Taman Kelinci Pekanbaru. Itu pun kerap bertambah dan berkurang karena terus dijual dan dikembangkan.

Anto termasuk perintis perkelincian di Pekanbaru atau Riau secara umum. Di Madiun, Jawa Timur, bahkan dia sudah beternak kelinci sejak 2007. Sejak pindah ke Riau, dia bersama adiknya Setioko mengembangkan kelinci. Setioko lebih banyak pada industri pendukung seperti pelet kelinci, sedangkan dia pada kelincinya. Pelet kelinci produksi mereka bahkan sudah bisa mencapai 2,5 hingga 3 ton per bulan. Selain untuk pakan kelinci sendiri, juga untuk dijual. Cuan lagi tentunya.

“Cukup untuk di Riau. Ada juga permintaan dari luar,” ujar Anto.

Sejauh ini, Anto masih mengoleksi beberapa kelinci hias seperti Fuzzy Lop dan Rex. Sisanya lokal. Mengapa kelinci hias sedikit? Ternyata, kebanyakan permintaan justru tidak spesifik kelinci hias. Banyak yang datang hanya mencari kelinci, tidak spesifik jenis tertentu. Karena permintaan seperti itu, maka kelinci hias tidak begitu dikembangkan. Lagi pula harganya tentu relatif lebih mahal.

“Belum seperti di Jawa-lah. Tapi penggemar kelinci termasuk kelinci hias masih ada dan tetap berkembang,” ujarnya.***


Laporan Muhammad Amin, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook