Pecinta kucing di Pekanbaru meningkat? Tunggu dulu. Banyak yang suka kucing karena lucu dan menggemaskan. Tapi tak sedikit yang menyia-nyiakan mereka ketika sakit atau habis masa menggemaskannya. Pun pada kucing Persia atau kucing ras impor lainnya. Kok bisa?
RIAUPOS.CO - Puluhan kucing rescue yang sudah pulih dan steril tampak bermain bebas di halaman belakang rumah itu. Sedangkan yang tua dan cacat atau berkebutuhan khusus ditempatkan di area semioutdoor berukuran 6 x 8 meter dengan sirkulasi udara yang cukup.
Ketua Yayasan Rumah Kucing Pekanbaru, Adriati, menyebutkan, beberapa kucing itu merupakan ras mahal, jenis Persia atau Angora. Keadaannya baik. Akan tetapi itu kondisi saat ini. Menurut Adriati, kondisi kucing-kucing itu dalam keadaan tidak baik saat dia bawa ke Rumah Kucing Pekanbaru. Kucing Persia atau angora yang dirawat ini, dulunya direscue dengan berbagai latar belakang penyakit selama mereka terbuang ke jalanan.
Ada yang jamuran/skabi parah. Ada yang luka-luka karena berkelahi dengan sesama kucing. Bahkan ada yang terserang virus calici. Ada juga yang stroke atau bahkan buta. Termasuk beberapa ras mahal mengalami hal itu. Ketika ditemukan dalam keadaan sakit dan telantar di jalan, dipastikan kucing itu tak dirawat lagi, bahkan dibuang pemiliknya.
“Sama seperti manusia, makin tua kucing, makin banyak juga penyakitnya. Makanya, jika tidak cat lover sejati, banyak yang tak mau merawat kucing tua,” ujarnya.
Itulah yang menjadi alasan kenapa beberapa kucing ras Persia harus telantar di jalan. Sebab biaya perawatan kucing ras/Persia memang berbeda. Makanannya berbeda, perawatan rutinnya berbeda. Jika sakit, pengobatannya bisa juga berbeda. Makanan kucing ini misalnya harus di atas Rp70 ribu per kilogram. Jika makan makanan kucing yang lebih murah, maka ia bisa sakit perut. Indikasinya pada kotorannya. Bulunya yang lebat dan indah harus dibersihkan (grooming) sepekan sekali. Biaya grooming juga tidak sedikit, yakni Rp50 ribu sekali grooming. Jika tidak dilakukan, maka kucing ini rentan terkena scabies. Akan gampang berkutu juga jika tidak grooming. Yang paling berat adalah perawatan ketika sakit. Banyak penyakit dalam yang menimpa kucing, sama seperti manusia. Ada yang terkena kanker dan stroke juga.
“Kucing luar ini lebih rentan dibandingkan dengan kucing lokal. Apalagi kalau sudah tua,” ujar Adriati.
Di rumah Adriati setidaknya ada 60 ekor kucing. Semuanya berasal dari kucing telantar. Ada juga kucing yang dititipkan karena pemiliknya bekerja di luar negeri. Pemiliknya sempat menitipkan pada pengasuh yang merupakan mahasiswa, tapi ternyata tidak dirawat dengan baik. Makanya, kucing-kucing itu dititipkan pada Rumah Kucing Pekanbaru.
Yayasan ini sebenarnya merawat sekitar 200 kucing. Akan tetapi tidak semuanya di rumah Adriati di Jalan Fajar. Kucing-kucing itu ada di rumah empat rekannya yang lain yang juga anggota Rumah Kucing Pekanbaru. Ada di Rumbai, Tangkerang, Tenayan. Sebelumnya, 200 kucing dikumpulkan di satu tempat di Panam. Akan tetapi menurut mereka malah tidak efektif.
“Makanya kami tempatkan di rumah masing-masing anggota saja. Ada 60 ekor, ada yang kurang. Jumlah total sekarang sekitar 200 ekor,” ujarnya.
Beberapa kucing tampak dalam kondisi memprihatinkan. Ada yang matanya buta, kakinya patah, penuh borok, pincang, dan lainnya. Beberapa sudah sembuh. Yang lainnya seperti buta sebelah akan tetap selamanya. Menurutnya, kucing-kucing itu banyak yang ditemukan di jalan akibat kecelakaan lalu lintas.
Akan tetapi pihaknya tidak menerima kucing yang sengaja ditelantarkan. Atau kucing yang diantarkan ke Rumah Kucing Pekanbaru karena pemiliknya sudah tak mau mengurus. Akan banyak lahan dan makanan yang harus disiapkan untuk ribuan kucing telantar di kota ini.
Menurutnya, bertebarannya toko perlengkapan kucing, bahkan salon dan hotel kucing di Pekanbaru bukan berarti pecinta kucing di Pekanbaru meningkat. Banyak bukti yang ditemukannya bahwa pecinta kucing itu tak benar-benar cat lover sejati.
“Maunya hanya menikmati saat kucing itu menggemaskan. Waktu sudah tua dan sakit-sakitan, banyak yang membuangnya. Sebab, biaya perawatannya mahal,” ujarnya.
Dia mencontohkan beberapa kucingnya. Ada kucingnya yang terdeteksi sakit ginjal dan harus rutin makan obat. Harga obatnya Rp750 ribu dengan 60 tablet, yang habis dua bulan. Belum lagi perawatan rutin lainnya. Ada yang bahkan harus dirawat dengan mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah.
Cimot, seekor kucing Persia lainnya juga mengalami nasib yang sama. Cimot ditemukan dalam keadaan penyakit scabies yang menyerang sekujur tubuhnya. Scabies yang ada pada tubuhnya bahkan sudah membatu. Matanya hampir buta akibat ditutupi borok yang membatu. Kini keadaannya sudah membaik dan bisa diadopsi.
Ada lagi Jek Separo yang ditemukan dalam kondisi mata kanan keluar. Lengan kanan dan rahang kanannya bergeser. Badannya kurus karena malanutrisi atau kurang gizi. Diduga ia mengalami kecelakaan dan dibiarkan begitu saja. Kini kondisinya sudah membaik. Hanya mata kanannya yang tidak bisa kembali. Nama Jek Separo ini diambil dari tokoh bajak laut dalam film Jack Sparrow.
“Kalau sekarang mau diadopsi boleh. Tapi syaratnya ketat,” ujar Adriati.
Menurutnya, banyak yang hanya mau menerima kucing di saat kondisinya baik. Dia memperkirakan, hanya 30 persen pecinta kucing yang bersedia memelihara kucing saat sehat dan sakit.
“Kebanyakan justru kalau kucingnya sakit malah dibuang,” ujarnya.***
Laporan MUHAMMAD AMIN, Pekanbaru