MELIHAT USAHA IKAN PATIN DI XIII KOTO KAMPAR, KAMPAR

Sumber Ekonomi dan Prestasi

Liputan Khusus | Minggu, 27 Desember 2015 - 09:13 WIB

Sumber Ekonomi dan Prestasi
Tumpukan ikan patin yang sudah menjadi salai menumpuk dan memenuhi tempat pemanggangan di sentra patin, Rabu (23/12/2015). (KUNNI MASROHANTI/RIAU POS)

Usaha Baru Buat Kaum Ibu

Tidak jauh dari tempat Zul, ada sebuah pabrik ikan patin. Pabrik ini dibangun Dinas Peternakan Kabupaten Kampar. Ya, inilah sentra patin. Berbagai jenis makanan siap saji diolah di atas lahan sekitar 3 hektare ini. Di sini patin diolah menjadi ikan salai, naget, bakso, kerupuk, pudung dan abon. Seluruh patin yang diolah diambil dari petani di desa tersebut.

Baca Juga :Tujuh Dibubarkan, BUMN Karya Disehatkan

Di bagian kawasan ini terdapat kantor dan tempat pengolahan ikan patin menjadi pudung, abon, bakso, naget dan kerupuk patin. Kemasan siap edar lengkap dengan merek dan lebel, juga ada di tempat ini. Sudah pasti tempat ini menjadi tempat kunjungan bagi para peneliti dan mahasiswa Fakultas Perikanan di Riau, luar Riau bahkan luar negeri. Pengunjung yang ingin menyaksikan proses pengolahan ikan patin menjadi berbagai makanan siap saji, juga bebas masuk. Pengawas yang ditugaskan juga siap mengantar pengunjung hingga ke bagian pembersihan ikan dan pemanggangan di bagian belakang bangunan utama.

"Awas kotor, Bu. Amis lagi," seru Leni, salah seorang ibu dari enam ibu-ibu yang sedang membersihkan ikan di bagian belakang kawasan tersebut kepada Riau Pos.

Ribuan ekor ikan patin atau 1,2 ton, berserak di hadapan mereka.  Tugas mereka hanya membersihkan dan membelah ikan untuk disalai. Ada yang hanya membelah bagian kotoran ikan, ada yang hanya membuang kotoran ikan saja, ada yang membersihkan ikan dan ada yang membilasnya kembali. Hanya empat ibu yang berkerja di sana. Ibu lainnya hanya membantu atau  datang melihat saja.

Bukan baru beberapa bulan ini mereka berkerja di sana, tapi sudah tahunan. Mereka digaji dengan sistem hitung kilo atau Rp300 untuk satu kilo gram ikan patin atau sekitar Rp300 ribu per hari. Uang itulah yang mereka bagi berempat. Gaji itu mereka ambil setiap seminggu sekali dengan waktu kerja seminggu tiga kali.

‘’Ini menjadi usaha baru bagi kami. Lumayan untuk tambah-tambah beli bumbu dapur. Kerjanya juga tidak setiap hari. Pukul 15.00 WIB juga sudah pulang,’’ aku Leni lagi.

Di belakang Leni dan kawan-kawan, ada dua lelaki yang sedang memanggang ikan. Ikan yang dibersihkan Leni  itulah yang dipanggang. Satu deretan tempat pembersihan ikan dan pemanggangan yang mirip los ikan di pasar itu dikelola satu orang. Di deretan yang lain dikelola orang lain pula. Mereka semua berada di bawah binaan Dinas Peternakan Kampar yang membangun kawasan tersebut.

Di belakang deretan tempat pembersihan dan pemanggangan, juga ada ibu-ibu yang sedang membersihkan ikan. Mereka juga berempat. Di dekat mereka juga ada dua lelaki yang sedang memanggang ikan, tapi sudah hampir menjadi salai. Salah  satunya Lasdi. Asap mengepul, dan harum salai menyebar luas. Harum. Ikan itu disebut madai. Katanya, patin madai lebih lemak dibandingkan salai. Patin madai atau salai, dijual dengan harga yang sama di sini yakni Rp60 ribu per kilogram.

Ikan-ikan salai itu kemudian diambil dari tempat pemanggangan dan dipindahkan menjadi satu tempat dan dipanggang lagi. Baru keesokan paginya  benar-benar menjadi salai dan siap dipasarkan. ‘’Harganya memang Rp60 ribu per kilogram, kak. Saya hanya pekerja. Jadi tidak berani mengurang-ngurangi harga,’’ ujar Lasi ketika Riau Pos menawar harga madai tersebut.

Pengawas sentra patin yang sejak awal menemani Riau Pos, Amril Nurman, menyebutkan, Proses pengolahan ikan patin menjadi berbagai  bentuk makanan siap saji itu, terus berjalan. Jika sebagian tempat pembersihan ikan dan pemanggangan ada yang kosong, itu karena sedang tidak ada proses alias libur.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook