Pandemi, Lari Makin Digilai

Liputan Khusus | Minggu, 12 September 2021 - 09:50 WIB

Pandemi, Lari Makin Digilai
Pandemi, Lari Makin Digilai (RIAU POS)

Lalu pemerintah pun menerapkan pengetatan pergerakan masyarakat. Mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) beberapa kali.

Pada pembatasan-pembatasan ini, kompromi dilakukan. "PSBB, lari masing-masing, diperlunak kita lari (sama-sama, red) lagi. Berkembang pengetahuannya sampaikan terakhir PPKM, gak lari lagi, diperlonggar kita lari lagi,” tambahnya.


Perbedaan signifikan rutinitas lari saat pandemi seperti sekarang dengan sebelum pandemi, kata dia adalah, pelari tak lagi melakukan lari malam (night run). Ini karena, kebijakan pengetatan pergerakan oleh pemerintah yang mencakup work from home membuat penghobi lari memiliki lebih banyak waktu. "Karena kita anggap punya waktu yang banyak pagi dan sore,” ucapnya.

Meski begitu , night run tak sepenuhnya ditinggalkan. Ridho mengenang, beberapa waktu lalu untuk merayakan ulang tahun ke-60 salah satu anggotanya, Liburun menggelar lari 60 K dengan mengelilingi Kota Pekanbaru. "Itu lari malam, start jam 11 malam finish-nya jam 10 siang,” ungkapnya.

Di masa pandemi, iven yang sudah digelar komunitas Liburun, terang Ridho, baru-baru ini adalah virtual run atas permintaan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Tetap terdata lari masing-masing, tetap berolahraga. Rata-rata race management bikin begitu sekarang. Karena tidak bisa berkumpul,” paparnya.

Liburun, kata Ridho, dikelola tanpa iuran dari anggota. Untuk memutar roda organisasi dan memenuhi kebutuhan untuk berkegiatan, Liburun rutin menjual merchandise. "Kami dulu itu ada beberapa kegiatan yang butuh dana. Untuk beli peralatan, lampu. Lalu setiap tahun pergantian pengurus ada serah terima. Dana yang terkumpul dari penjualan tinggal ditutupi. Tiap tahun kita launching jersey. Dengan berbagai tema, dijual. Dibeli anggota dan orang umum. Paling besar pernah omset jualan kaos itu sampai 400 pcs. Per pcs-nya Rp150 ribu.  Rp6 jutaan terkumpul,” urainya.

Ridho menampik jika ada anggapan lari adalah olahraga mahal. Kesan lari adalah olahraga mahal hanya muncul dari karakter orang yang memang menyenangi menggunakan barang-barang mahal. "Itu masalah karakter orang. Kalau dasarnya suka dengan yang mahal di mana pun dia pasti pakai yang mahal. Aku kalau beli sepatu itu yang diskon besar, yang sudah dua tahun keluar baru beli,” ucapnya.

Bagi anggota Liburun lainnya, Nurul Utami, dosen di STIKes Tengku Maharatu, lari memberikan manfaat yang besar di masa pandemi. "Olahraga itu penting, meningkatkan hormon endorfin, hormon kebahagiaan. Meningkatkan imun tubuh juga. Kalau olahraga bagus, pola hidup bagus dengan menerapkan prokes tetap sehat,” tuturnya.

Ami, begitu dia akrab disapa, sudah menggeluti lari sejak SMA. Begitu dia menempuh S1 di Malaysia, lari tetapi ditekuni dengan rekan-rekan satu asramanya. Begitupun ketika dia menempuh studi magister tentang Asia Pasiffic Area Studies di Taiwan. "S2 sudah ikut iven sama profesor pembimbing di Taiwan,” imbuhnya.

Dia pulang ke Indonesia tahun 2016. Saat itu, berbagai iven lari sedang booming. "Diajak temen-temen, lagi hype iven marathon. Tambah lagi banyak tokoh seperti AHY, Aria Bima lari,” terangnya.

Begitu tiba di Indonesia, dia juga kemudian bergabung dengan Liburun. Empat tahun kemudian, tahun 2020 dia ditunjuk menjadi captain komunitas lari itu. "Captain itu tugasnya mengorganisir anggota. Karena Liburun ini anggotanya kan majemuk. Jadi ada pengurus. Kami juga jual jersey, karena tidak ada iuran,” urainya.

Lari, kata Ami, memberikan banyak manfaat kesehatan bagi tubuh. Dia pribadi menggeluti lari awalnya agar lebih langsing. Rutinitas saat menempuh studi di Malaysia jadi penyebabnya. "Karena dulu S1 makan belajar begadang, badan membengkak. Berat sampai 56 Kg, sekarang 49 Kg,” kenangnya. (ali)

 

Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook