EPIDEMIOLOG SARANKAN PENCABUTAN SETELAH NATARU

Status PPKM Masih Abu-Abu

Nasional | Kamis, 29 Desember 2022 - 10:44 WIB

Status PPKM Masih Abu-Abu
Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto. (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Jo­ko Widodo menyelenggarakan rapat terbatas (ratas) terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Rabu (28/12). Jokowi sendiri sudah memberikan sinyal bahwa Indonesia siap mencabut status PPKM, namun, nampaknya tidak di tahun ini.

Seusai ratas, Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menyatakan status PPKM akan diumumkan oleh Presiden Jokowi. Dia tak banyak berkomentar terkait hasil rapat tersebut. ''Nanti satu atau dua hari kita evaluasi,'' katanya ketika ditanya apakah status PPKM akan dicabut.


Pekan lalu, Jokowi lalu menyatakan bahwa dia menunggu kajian kondisi Covid-19 di Indonesia. Namun hingga kemarin kajian itu belum dilaporkan kepada Kepala Negara. ''Hasil kajian masih pekan ketiga Januari,'' ucapanya.

Keputusan penundaan pencabutan PPKM ini diapresiasi oleh Epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, jadi tidaknya pencabutan PPKM ini memang harusnya dilakukan setelah Natal dan Tahun Baru (Nataru). Sehingga, bisa dicermati terlebih dahulu kondisi Covid-19 pascalibur panjang akhir tahun ini. Apakah terkendali atau sebaliknya.

''Karena ujian kita, kemungkinan terakhir, itu di akhir tahun ini,'' ungkapnya.

Saat ini pun, kata dia, sebetulnya Indonesia sedang mengalami satu gelombang Covid-19. Namun, karena sistem deteksi dini sangat lemah membuat kenaikan itu tak nampak. ''Dan itu berbahaya karena masalah dari Covid-19 ini bukan berhenti di status akutnya saja. Tapi ada potensi long Covid-19 yang bisa menurunkan kualitas SDM,'' jelasnya.

Oleh sebab itu, dia sepakat bila pengambilan keputusan atas pencabutan kebijakan PPKM dilaksanakan usai Nataru. Bahkan, ia menyarankan dua bulan lagi, sembari mengamati situasi kenaikan Covid-19 di Cina yang tengah terjadi.

Selain itu, Dicky juga mengingatkan, agar pencabutan PPKM ini disertai dengan persiapan matang. Salah satunya, menyangkut capaian vaksinasi. Bukan hanya vaksinasi Covid-19 tapi juga vaksinasi primer. Terutama, pada anak-anak dan kelompok risiko tinggi. ''Vaksinasi booster jangan di bawah 50 persenlah,'' tegasnya.

Dia khawatir, jika pencabutan dilakukan tanpa ada modal proteksi hingga kemudian terjadi banyak pengabaian maka efeknya akan buruk pada kondisi kesehatan masyarakat. Indonesia bahkan bisa jadi contributor dalam pemunduran kondisi kesehatan global, di mana saat ini tengah memasuki akhir status pandemi Covid-19. ''Oleh sebab itu kesabaran harus dijaga,'' sambungnya.

Terkait peralihan status menuju masa endemi, Dicky pun mewanti-wanti agar semua pihak tidak lalai. Pasalnya, status ini sifatnya statis. Dia mencontohkan pada kasus H1N1 yang sudah terjadi ratusan tahun lalu, yang secara sains pun telah berubah menjadi endemi dan menyebabkan outbreak-outbreak kecil di beberapa wilayah. Kemudian, kasus mokeypox pun sama.

Lalu beredar isu bahwa tahun depan Kementerian Kesehatan tidak lagi menanggung biaya masyarakat yang positif Covid-19. Rabu (28/12), Jawa Pos (JPG) mencoba mengkonfirmasi hal tersebut. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan akan merujuk pada aturan yang ada. Sejauh ini belum ada aturan yang berubah. ''Kalau nanti tidak dalam keadaan emergency maka pembiyaan bisa saja kembali ke skema pembiayaan yang ada,'' ujarnya.(lyn/mia/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook