FORUM GURU - ​​​​​​​MOH ZULHAM ALSYAHDIAN

Pendidikan Karakter Pascapandemi Covid-19

Pendidikan | Minggu, 15 Januari 2023 - 08:46 WIB

Pendidikan Karakter Pascapandemi Covid-19
Moh Zulham Alsyahdian (ISTIMEWA)

Pemerintah memutuskan untuk mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan  tersebut disampaikan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada hari Jumat, 30 Desember 2022, di Istana Negara Jakarta. Dengan kebijakan ini, tidak ada lagi pembatasan kerumuman dan pergerakan aktivitas masyarakat, termasuk di lembaga pendidikan. Sesuatu yang sudah sangat diharapkan oleh banyak orang, tidak terkecuali para guru beserta siswa-siswi di sekolah dan juga  (tentunya) para orang tua. Dengan dasar ini, tentunya kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa dilakukan secara full luring (tatap muka). 

Apalagi menurut Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, WHO hingga UNICEF sepakat, penutupan sekolah bisa berdampak kepada satu generasi. Tidak hanya ke sisi pendidikan, melainkan juga kesehatan, termasuk kesehatan mental. Salah satunya adalah menurunnya karakter/moralitas para peserta didik. Isu karakter atau moralitas ini sangat krusial, di tengah fenomena degradasi moral yang (sebelumnya juga) sudah melanda para peserta didik kita. 


Sebagaimana berita tragis berbalut ironis datang dari dunia pendidikan di Depok, Jawa Barat. Di mana hasil survei Komnas Perlindungan Anak (KPA) yang menyatakan 93,8 persen dari 4.700 siswi SMP/SMA mengaku pernah berhubungan seksual (CNN, 2020). Berita yang tidak kalah memprihatinkan datang dari Lampung, di mana 12 siswi SMP di sekolah yang sama, hamil secara bersamaan. 

Pembelajaran tatap muka dianggap sebagai solusi terbaik dan paling tepat, untuk mengatasi problematika yang terjadi. Apalagi, sebagaimana yang disampaikan Mendikbudristek, bahwa sebanyak 85 persen negara di Asia Timur dan Asia lainnya sudah melakukan sekolah tatap muka. Pun survei dari WHO Western Pacific dan UNICEF East Asia Pacific menyebutkan, pembukaan kembali sekolah secara aman menjadi prioritas penting. 

Akan tetapi persoalannya tidak sekadar membuka sekolah dan melakukan proses PTM an sich. Selain tetap menjaga protokol kesehatan (prokes) sebagai upaya meminimalisir angka penularan Covid-19 untuk klaster sekolah, para guru di sekolah juga dihadapkan dengan “PR” yang sangat nyata, sebagai dampak dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), yaitu menurunnya karakter atau moralitas para peserta didik. 

Karena sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Firratus Saadah di Sumenep, Jawa Timur, yang meneliti Dampak Pembelajaran Daring pada Siswa di Era Pandemi Covid-19, serta penelitian yang dilakukan Wening Sekar Kusuma tentang Dampak Pembelajaran Daring terhadap Perilaku Sosial Emosional Anak (antaranews.com), dan juga hasil penelitian-penelitian serupa terungkap, bahwa (betapa) PJJ memiliki dampak yang cukup serius terhadap perilaku sosial emosional atau karakter peserta didik pendidikan karakter pascapandemi  Covid-19

Mengacu pada Kepmendikbud Nomor 719/P/2020, pemerintah memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Hal ini memberikan dispensasi kepada pihak sekolah dan guru, untuk melakukan penyederhanaan kurikulum selama pandemi Covid-19 dilakukan, dengan memprioritaskan pengajaran materi esensial.  

Artinya bagi para guru (dan sekolah), tidak harus terpaku pada penuntasan kurikulum dalam proses pembelajaran, begitu juga halnya pada masa endemi Covid-19 ini. Selain fokus pada materi esensial, dalam implementasinya di ruang-ruang kelas, para guru tetap bisa memformulasikan pembelajarannya secara aktif, inovatif dan kreatif; relasi sehat antar pihak yang terlibat; bersifat inklusif; memperhatikan keragaman budaya; berorientasi sosial dan masa depan; sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik; serta menyenangkan. 

Apalagi tatkala mengkorelasikannya dengan pendidikan karakter, yang pada masa PJJ sangat tidak maksimal, mustinya pada masa endemi ini harus (bahkan wajib) menjadi prioritas bagi para guru, sekolah, dan (juga) dinas pendidikan terkait. Tatkala karakter peserta didik hari ini (terlanjur) buruk, maka harus ada upaya ekstra, komprehensif dan holistik untuk bisa mengcover hal tersebut, sehingga hal ini tidak berkelanjutan (bagi peserta didik bersangkutan) dan menular (bagi peserta didik yang lain). 

Oleh karena itu ke depan, penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan seyogyanya terus dan harus dilakukan, dengan cara mengoptimalkan fungsi kemitraan tripusat pendidikan yang meliputi pendekatan berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat, sebagaimana tertuang dalam  Permendikbud  Nomor 20 Tahun 2018. Dalam konteks sekolah, berdasarkan Perpres Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017, penyelenggaran PPK pada satuan pendidikan jalur pendidikan formal, efektif dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.  

Pendidikan karakter ini mutlak dan darurat untuk dilakukan. Pendidikan karakter seyogyanya menjadi fokus dan tujuan bagi siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Karena sebagaimana David Light Shields (2011) tegaskan, "character as the aim of education". Pembentukan karakter adalah tujuan pendidikan sebenar-benarnya.***

Moh Zulham Alsyahdian, Guru di SMP Negeri 1 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook