MELIHAT USAHA IKAN PATIN DI XIII KOTO KAMPAR, KAMPAR

Sumber Ekonomi dan Prestasi

Liputan Khusus | Minggu, 27 Desember 2015 - 09:13 WIB

Sumber Ekonomi dan Prestasi
Tumpukan ikan patin yang sudah menjadi salai menumpuk dan memenuhi tempat pemanggangan di sentra patin, Rabu (23/12/2015). (KUNNI MASROHANTI/RIAU POS)

Tidak semua desa masyarakatnya mampu mandiri dan menciptakan penghasilan sendiri dengan kompak dalam satu bidang usaha. Tapi, Kampung Patin, mampu mewujudkan itu. Sumber perekonomian itu bukan hanya menjadi tulang punggung, tapi juga prestasi bagi negeri.

PAGI di Desa Koto Mesjid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, sangatlah sibuk. Sama seperti pagi Rabu (24/12). Ada yang sedang membersihkan kolam ikan, menaburkan pakan, membersihkan ikan, menggoreng kerupuk kulit ikan, menggiling pakan ikan dan sebagainya. Werry (23) juga sibuk. Ia sedang memebrsihkan kolam ikan di depan rumahnya.

Baca Juga :Tujuh Dibubarkan, BUMN Karya Disehatkan

Ada banyak kolam ikan di sekitar rumah Werry. Kolam miliknya sendiri hanya tiga. Tapi, kolam itu bersebelahan dengan kolam milik tetangganya. Kolam ikan milik tetangganya juga bersebelahan dengan kolam ikan tetangga sebelah lagi sehingga jumlahnya menjadi banyak. Berjejer. Besar dan panjang. Sekitar 10x20 meter. Kolam-kolam ini terlihat berbaris di hampir sepanjang jalan sekitar rumah Werry. Begiu juga dengan jalan dan persimpangan-persimpangan lain di Desa Koto Mesjid tersebut.

Kolam ikan Werry memang lagi kosong, sedang dibersihkan. Tapi jika berisi, paling tidak ada 3.000 bibit ekor ikan patin di dalamnya. Bibit sebanyak itu dalam proses pembesaran ikan dengan bobot 1 ekor untuk 1 kilogram. Tapi, untuk pembesaran ikan yang diolah menjadi ikan salai, satu kolam diisi 15 ribu bibit dengan bobot 5 ekor untuk 1 kilogram.

Desa Koto Mesjid merupakan salah satu desa pindahan dari kawasan Danau PLTA yang saat  ini sudah terendam sejak 1994. Warga yang dipindahkan dibekali dengan satu unit rumah dan dua hektar kebun karet. Waktu itu harga karet cukup murah dan belum semuanya bisa dipanen. Warga mengalami kemunduruan perekonomian. Di antara mereka kemudian berinisiatif membuat kolam ikan menjelang tahun 2000-an, tapi bukan ikan patin. Bermacam-macam. Ada ikan gurami, nila, lele dan sebagainya.

Semangat warga untuk berternak ikan semakin tinggi sehingga mendapat perhatian pemerintah setempat termasuk perusahaan melalui program Corprate Social Responcibility (CSR). Akhirnya warga dibina dan diarahkan untuk membuat kolam ikan di setiap halaman rumahnya, minimal satu kolam di satu rumah. Jika awalnya beragam ikan, akhirnya hanya satu jenis ikan, yakni ikan patin. Tak heran jika desa ini kemudian dikenal dengan Kampung Patin. Nama itu juga tertulis jelas di pintu gerbang utama masuk desa baik dari arah jalan lintas Riau-Sumbar atau jalan menuju Rohul setelah Jembatan Rantau Berangin.

‘’Sekarang semuanya berternak patin. Tak ada ikan lain. Alhamdulillah Kampung Patin bisa menjadi tulang punggung perekonomian kami,’’ ujar Werry.

Bersama Werry Riau Pos mengelilingi kampung tersebut. Kecipak riak air kolam yang tiada henti menunjukkan betapa banyak ikan yang ada di dalamnya. Airnya hijau dan bersih. Di setiap salah satu sisinya pasti ada pondok kecil dan karung yang berisi pakan ikan atau pelet. Di sanalah pemilik kolam menaburkan pakan setiap pagi, siang dan petang selama 3-4 bulan untuk ikan siap salai dan 8 bulan untuk ikan pembesaran.

‘’Selain membudidayakan ikan patin, karet juga menjadi sumber penghasilan warga di sini. Tapi harga karet yang naik turun, membuat masyarakat harus terus membudidayakan patin. Warga sangat bersemangat,’’ sambung Werry.

Di antara kolam-kolam ikan yang bertebaran di kebun-kebun kosong antara pohon kelapa dekat rumah di kampung itu, ada beberapa di antaranya yang dipasangi plank. Plank itu bertuliskan ‘Binaan PT Telkom’’.  PT Telkom merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pembinaan dengan memberikan pinjaman lunak kepada peternak patin melalui program CSR.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook