PENDIDIKAN

Menunggu Denyut Kehidupan Kampus

Liputan Khusus | Senin, 08 Maret 2021 - 09:15 WIB

Menunggu Denyut Kehidupan Kampus

Usul Bayar Setengah
Yusuf, orang tua Nisa, juga mengatakan hal yang demikian. Ia merasa keberatan bila harus membayar uang kuliah secara penuh. Kalau bisa bayarnya hendaknya tidak penuh. Keluarga mereka bukan orang kaya yang punya banyak uang simpanan. Kerja cuma buruh serabutan. Dia berharap ada kebijakan pemerintah, selama kuliah diliburkan dan secara online biayanya juga dibayar setengah saja.

"Belum lagi uang untuk internet. Setiap bulan selalu harus kami sediakan. Kalau tidak anaknya yang ngambek karena tak bisa ikut kuliah online," ujarnya.


Tunggak Uang Kuliah
Salah seorang dosen Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru (STTP), Ir Siswo Pranoto MT mengatakan, dampak langsung Covid-19 ke perguruan tinggi swasta tidak begitu signifikan saat ini. Hanya saja akibat dari pendemi Covid-19, ada beberapa mahasiswa di perguruan tinggi swasta (PTS) menunggak uang kuliah tunggal (UKT) atau sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Bahkan, ada beberapa mahasiswa yang berasal dari kalangan ekonomi menengah terpaksa cuti perkuliahan karena tidak bisa membayar.

Dampak pandemi Covid-19 pada universitas swasta, menurutnya tidak signifikan. Pasalnya, penerimaan masuk perguruan tinggi hanya sekali dalam setahun. Kondisi sekarang, mereka tinggal melanjutkan saja.

"Kalau satu atau dua orang berhenti kuliah karena tidak sanggup membayar uang kuliah semester mungkin ada. Tetapi jumlahnya tidak terlalu signifikan," ujar Siswo Pranoto.

Kondisi saat ini, kampus memang masih tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Tetapi polanya berbeda seperti tidak melakukan pembelajaran tatap muka, namun melakukan dengan pola daring. Sehingga materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik.

"Kampus swasta umumnya pemasukan dan sebagainya memang kurang. Ya itu memang kondisi sekarang, semua mengalami seperti itu. Tetapi tidak terlalu signifikan atau terlalu parah," pungkasnya.

Tak Pasti Sampai Kapan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum bisa memastikan kapan sistem belajar tatap muka akan dilaksanakan mengingat penularan Covid-19 masih tinggi. Namun, Kemdikbud sendiri akan terus berupaya meningkatkan dan memaksimalkan kualitas proses belajar mengajar pada situasi pandemi Covid-19 dengan sistem dalam jaringan atau daring. Kemdikbud sendiri tidak mau ceroboh dalam mengambil langkah yang memiliki risiko tinggi karena bisa mengancam keselamatan jiwa akibat pandemi Covid-19 yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir.

"Prinsip kita, kesehatan dan keselamatan mahasiswa harus menjadi prioritas utama. Pembelajaran tetap diselenggarakan semaksimal dan seoptimal mungkin dengan memanfaatkan teknologi," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Prof Nizam saat dihubungi, beberapa waktu lalu.

Nizam menjelaskan, tentu tidak semua kompetensi dapat diselenggarakan dengan daring. Oleh karenanya, pembelajaran luring (luar jaringan) juga diselenggarakan, terutama untuk aspek keterampilan. Untuk praktikum dan penelitian yang harus diselenggarakan di laboratorium tetap diselenggarakan di laboratorium dengan protokol yang ketat. Demikian pula untuk program vokasi, praktek bengkel, dan workshop, dilaksanakan secara luring.

Nizam menambahkan, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah memaksimalkan teknologi digital untuk terus melanjutkan proses belajar. Bagaimanapun, dengan kondisi sekarang ini pendidikan tidak akan dihentikan karena akan ada efek pada generasi ke depannya dengan menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM) beberapa tahun ke depan.

"Solusi terbaik saat ini ya blended/hybrid learning, antara daring dan luring. Memanfaatkan teknologi seoptimal mungkin dan luring untuk aspek keterampilan," imbuhnya.

Di sisi lain, Kemdikbud sendiri tengah menggagas program "Kampus Merdeka". Hal ini untuk memacu ketertinggalan para mahasiswa dengan aktivitas lain yang dilakukan dalam pembelajaran selama pandemi ini. Seperti relawan mahasiswa untuk kesehatan, relawan mahasiswa mengajar siswa di sekolah, mengubah perilaku, penelitian untuk mengatasi pandemi, dan sebagainya.

"Saat ini bahkan sedang kita mobilisasi mahasiswa untuk mengajar murid-murid SD dari rumah. Targetnya 15 ribu mahasiswa akan mengikuti program tersebut. Program-program tersebut merupakan bagian dari ‘Kampus Merdeka’ yang dapat diberikan SKS," tuturnya.

Ia menegaskan, program ini berjalan secara bertahap yang diikuti seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) sesuai bidang masing-masing.

"Pada tahap ini 15 ribu mahasiswa untuk mengajar di SD pelosok. Mahasiswa dari PTN maupun PTS," pungkasnya.

Ubah Pola Pendidikan
Tokoh Pendidikan Riau Soemardi Taher mengatakan, pandemi Covid-19 mengubah pola pendidikan yang mengharuskan sistem pembelajaran tatap muka, kini beralih ke digital. Meski begitu, harus disadari bahwa cara tersebut belum efektif.

"Memang dengan kondisi seperti ini membuat kita dilema," ujar Soemardi Taher.

Menurutnya, mungkin banyak mahasiswa tidak terlalu memahami apa yang diterangkan dosennya melalui pertemuan virtual atau daring. Dengan tatap muka saja kurang efektif, apalagi dengan sistem daring.

Bukan hanya dosen yang mempunyai peran sangat penting terhadap perkembangan pendidikan. Pengawasan keluarga juga mempunyai peran yang tidak kalah penting. Dengan kondisi seperti saat ini, bagi siswa maupun mahasiswa, peran keluarga di rumah menjadi kunci agar mereka tetap bisa berkembang meski hanya belajar di rumah secara digital.

Untuk itu, dia berharap agar pemerintah bisa mengambil kebijakan dengan kembali melakukan pembelajaran tatap muka dengan menerapkan prokes yang ketat. Misalnya, jumlah mahasiswa dan jam perkuliahan dibatasi. Selain itu, mereka juga harus menggunakan masker, jaga jarak dan mencuci tangan.

Selain itu, Soemardi Taher juga meminta agar guru dan dosen bisa mendapatkan vaksin. Pasalnya, guru dan dosen akan saling berinteraksi dengan siswa maupun mahasiswa. Untuk itu guru dan dosen sangat penting sekali diberikan vaksin Covid-19.

"Bahkan kalau kita lihat kenyataannya pada saat ini banyak kita melihat masyarakat yang tidak menerapkan prokes yang ketat. Seperti banyak yang tidak memakai masker, jaga jarak dan lain-lain," pungkasnya.(ayi/yus/dof/muh)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook