Namun, kata Andi Yanto, pihak Dishub Riau merupakan salah satu dari anggota yang tergabung dalam tim Satgas Covid-19 tersebut. Di sisi lain, terang Andi, saat mudik memang pemerintah sudah melarang, namun larangan itu diabaikan oleh para pemudik. Khususnya mereka yang menggunakan moda transportasi darat. Karena dengan berbagai cara dilakukan para pemudik untuk pulang ke kampung halamannya, sehingga sangat sulit baginya untuk melalukan pengawasan di lapangan. "Ya, memang selama mudik banyak sekali kejadian yang dialami para pemudik. Bahkan ada pemudik yang mencari jalan tikus yang akhirnya malah berujung maut, seperti yang terjadi di Kampar beberapa waktu lalu," ujarnya.
Namun saat ini, kata Andi, moda transportasi darat waktu mudik Idulfitri memang tidak ada yang bergerak khususnya untuk angkutan sewa. Penumpangnya tidak ada karena situasi pendemi Covid-19 saat ini masih sangat mengkhawatirkan. Adapun yang ingin bepergian menggunakan moda transportasi darat, tentu hanya yang mempunyai urusan penting sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Tim Satgas Covid-19. Mereka boleh bepergian, baik itu menggunakan moda transportasi darat maupun penerbangan dan juga angkutan laut seperti di daerah-daerah pesisir Riau.
Pada situasi tidak pandemi Covid-19 atau situasi normal, tentu menjadi kewenangan Dishub Riau untuk melakukan pengawasan di lapangan. Ini menjadi ranah Dishub Riau dalam pengaturan arus mudik lebaran. Karena kondisi saat ini pandemi Covid-19, makanya menjadi kewenangan Satgas Covid-19.
"Kondisi saat ini kan berbeda dengan yang sebelumnya (sebelum pandemi Covid-19). Kalau kami ini (Dishub) hanya mem-back up saja," terangnya.
Riau Perlu Lockdown 20 Hari
Akademisi dari Universitas Riau Dr Drs Edyanus Herman Halim MS menilai, penyebab meningkatnya secara drastis kasus Covid-19 di Riau setelah Idulfitri 1442 H, karena masih belum disadarinya oleh masyarakat betapa pentingnya tindakan pencegahan atau tindakan preventif. Masyarakat masih banyak yang berkerumun di pasar, mal, kafe, dan lainnya. Masih banyak masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan.
"Bahkan banyak masyarakat yang tidak percaya terhadap wabah Covid-19 ini, termasuk terhadap tindakan-tindakan pencegahannya, seperti vaksin, masker dan prokes lainnya. Yang paling sulit itu menjaga jarak dan tidak berkerumun," sebutnya.
Di level Pemprov Riau sebut Datuk Bisai Kenegerian Telukkuantan itu, upaya yang dilakukan sudah cukup baik. Selain mendorong penguatan peran pemerintah kabupaten/kota, Pemprov Riau juga sudah berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pelibatan paguyuban-paguyuban masyarakat yang ada di Pekanbaru.
Para pemimpin informal dari berbagai paguyuban tersebut diimbau untuk mengajak masyarakatnya bersama-sama menjalankan protokol kesehatan. Termasuk menggalakkan agar masyarakat bersedia divaksin, termasuk menjernihkan berita-berita hoaks yang beredar di media sosial yang memperlemah pencapaian target penanggulangan Covid-19.
Edyanus menyarankan, ke depan pemerintah kabupaten/kota hendaknya lebih tegas menerapkan pemberlakuan protokol kesehatan pada masyarakat dan pelaksanaan vaksin Covid-19. Kabupaten/kota yang selama ini berada di zona hijau dan kuning karena terlalu longgar penerapan protokol kesehatannya malah berubah jadi zona merah. Pemerintah harus bersinergi dengan berbagai komponen untuk menanggulangi Covid-19 terutama dalam upaya-upaya preventif.
Nuansa politik dan pembusukan sebutnya juga mengetengah di masyarakat menyangkut penanggulangan Covid-19 ini. Hujatan-hujatan di media sosial harus segera diantisipasi agar tidak mengganggu kelancaran program. Sosialisasi yang baik harus ditingkatkan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan bukti-bukti konkret, bahwa implementasi prokes dan vaksinasi sangat diperlukan agar penanggulangan Covid-19 dapat terselenggara dengan baik.
Termasuk dalam keterbukaan dan akuntabilitas anggarannya haruslah lebih baik. Bahkan mungkin juga pola-pola partisipasi rakyat untuk secara bersama menanggulangi pendanaan. Jika itu berkenaan dengan solidaritas dan kepentingan bersama. Bila sistem dan perlakuannya dapat dipercaya maka masyarakat tidak akan sulit untuk diajak berpartisipasi.
"Jalan yang paling ampuh untuk menanggulangi penularan adalah menutup semua pintu keluar-masuk Riau dan di Riau sendiri dilakukan lockdown paling kurang 20 hari. Untuk itu harus ada program bersama dari semua komponen dan pemerintah menjadi leading sector-nya," sarannya.
Dosen Fakultas Ekonomi Unri itu juga menegaskan jangan ada pula oknum-oknum aparat yang memanfaatkan itu untuk menangguk keuntungan sendiri. Pola penyadaran akan pentingnya lockdown dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat. Distribusi keperluan ekonomi dalam suasana lockdown dilakukan melalui level pemerintahan terbawah RT, RW dengan mengerahkan semua potensi, baik pemerintah maupun swasta secara terencana dan massif. Harus dikawal betul agar tidak terjadi kebocoran dan pengibulan. Baik oleh oknum aparat maupun oleh oknum-oknum petugas di lapangan dan masyarakat yang dilibatkan.
Tingkatkan Tracing dan Testing
Prediksi pemerintah akan terjadinya peningkatan kasus penyebaran Covid-19 usai libur bersama Idulfitri menjadi kenyataan. Tak disiplinnya masyarakat menerapkan protokol kesehatan dengan menjalankan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas) menjadi faktor utama. Ini pula yang terjadi di Riau, khususnya Pekanbaru.
Buktinya, kasus penambahan harian pasien terpapar Covid-19 di Riau melonjak tajam. Berdasarkan data dari corona.riau.go.id, sejak 14 Mei 2021 hingga 31 Mei 2021 terjadi penambahan kasus baru sebanyak 8.896 orang di Riau yang dinyatakan terkonfirmasi Covid-19.
"Ini dampak daripada kegiatan yang dilakukan dua pekan yang lalu. Awal lebaran," ujar Kadiskes Riau Mimi Yulianti Nazir, Senin (31/5).
Awal-awal lebaran itu, orang-orang banyak berkumpul, tempat wisata ramai dan hasilnya seperti sekarang. Mereka tidak displin menjalankan protokol kesehatan. Masih banyak yang berkumpul dan tidak memakai masker, tidak mengatur jarak dan tak sabar menahan diri untuk tidak berkumpul.
Akibat dari meningkatnya kasus baru ini, tempat tidur yang tersedia di rumah sakit rujukan Covid-19 di Riau pun semakin sedikit. Per 31 Mei 2021, tempat tidur di ruang ICU yang tersisa hanya 71 dari 194 yang tersedia. Dampaknya, bed occupancy ratio (BOR) mencapai 63 persen. Sedangkan di tempat tidur untuk isolasi tersisa 878 dari 1.844 yang tersedia. Dengan demikian BOR isolasi mencapai 52 persen.
Dengan terjadinya peningkatan jumlah pasien ini, maka Pemprov Riau, khususnya Diskes Riau melakukan beberapa upaya. Sebenarnya upaya yang dilakukan sebelum adanya kasus yakni melakukan pencegahan dengan menerapkan 5M. Tapi sekarang kasusnya sudah ada.
"Dengan demikian, maka yang harus kami lakukan adalah meningkatkan tracing dan melakukan testing," ujarnya.
Mimi mengatakan, tracing dan testing dilakukan setiap 1 orang terkonfirmasi positif minimal 15 orang kontak erat (orang terdekat seperti keluarga, rekan kerja, dan bersosialisasi di luar rumah dan luar kerja). Makanya, tidak heran jika saat ini terjadi peningkatan kasus. Harapannya, dari tracing dan testing tak banyak yang positif. Tapi, kenyataannya justru banyak. Tapi, di satu sisi juga bagus karena semakin banyak yang terdeteksi positif Covid-19 maka semakin cepat dilakukan langkah penanganan lebih cepat dan lebih dini.
"Dengan harapan, dua pekan ke depan terjadi penurunan kasus," ujarnya.
Lebih lanjut, Mimi mengatakan Pemprov Riau juga melakukan upaya lainnya seperti memberlakukan PPKM per RT/RW berdasarkan zonasi dengan berpedoman kepada Inmendagri No 1 tahun 2021 dan SE Kepala BNPB No 9 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pembentukan Pos Komando (Posko) yang dievaluasi setiap pekan dan dilaporkan ke Satgas Provinsi setiap pekan.(gem/ksm/ade/das/muh)