Widya Astuti, dari LSM Hakiki yang turut memaparkan tentang pengelolaan hutan adat di kegiatan ini menjelaskan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengelola hutan adat, terutama di kenegerian Rumbio, Kampar. Persyaratan itu antara lain, adanya kekompakan masyarakat, kejelasan wilayah adat, penguatan aturan pengelolaan sumber daya berbasis adat, pemetaan potensi wilayah adat, baik ekonomi, sosial dan budaya, serta peningkatan kapasitas masyarakat berupa pelatihan manajemen usaha, pendampingan fasilitas pengembangan usaha.
“Sejumlah syarat itu juga harus memiliki relasi politik dengan DPRD atau Pemerintah Daerah dalam hal peraturan, anggaran dan program, serta adanya dukungan dari berbagai pihak,” katanya.
Pengelolaan hutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dikatakan Wiwid, bentuknya bisa berupa ekowisata, dengan syarat antara lain adanya potensi unik wilayah adat, baik itu keindahan alam, budaya, seni, sejarah, dan tradisi lokal, kemudian adanya prinsip pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat, adanya homestay sebagai pilihan akomodasi, pemandu, perintisan dan pemasaran.
“Rumbio saya lihat sudah mulai banyak memiliki sarana pendukungnya seperti akses yang dekat, jaringan komunikasi dan listrik yang tersedia serta adanya pemuda tempatan yang bisa menjadi pemandu nantinya,” jelas Wiwid.
Kasi Perlindungan Kebakaran Hutan, Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar, M. Syukur mengatakan saat ini ada tiga hutan adat di Kampar yang dikelola masyarakat di antaranya Hutan Adat Buluh Cina, Hutan Adat Larangan Rumbio, dan Hutan Adat di Tapung, Petapahan.