FPI SWEEPING ACARA TEATER

Budayawan: Sweeping FPI Musuh Demokrasi

Kriminal | Rabu, 30 Desember 2015 - 00:02 WIB

Budayawan: Sweeping FPI Musuh Demokrasi
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Aksi sweeping yang dilakukan oleh massa Front Pembela Islam (FPI) di acara penganugerahan Federasi Teater Indonesia (FTI) ke-10 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusa, dikutuk oleh masyarakat kebudayaan Indonesia. Sweeping tersebut dianggap sebagai musuh dari kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh undang-undang negara ini.

Budayawan Radhar Panca Dahana menjelaskan, tindakan itu sangat bertentangan dengan angin perubahan dalam kehidupan berdemokrasi dan berekspresi di Indonesia.Menurut Radhar yang juga  ketua pantia acara tersebut, perlakuan represif FPI jelas membuat masyarakat cemas, khususnya pegiat kebudayaan.

Baca Juga :Ketahuan Jual Barang Curian di Aplikasi Online

"Kalau dulu represif terhadap kegiatan kebudayaan vertikal dari penguasa, sekarang horizontal dari kalangan masyarakat atau organisasi yang hidup di tengah kita. Ini jelas mencemaskan," katanya saat ditemui di Graha Bakti Budaya, TIM, Senin (28/12).

Menurut Radhar, tindakan FPI jelas tidak bisa dibiarkan. Pasalnya, setiap warga negara Indonesia mempunyai wilayah masing-masing, baik politik, ekonomi, agama, termasuk kebudayaan. Dia menyesalkan sikap kepolisian terkait sweeping tersebut.

Radhar bercerita jika dirinya berani pasang badan terhadap kehadiran Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang ditolak oleh FPI. Namun demikian, pihak Polda Metro Jaya malah langsung membawa Dedi keluar dari TIM dengan alasan keamanan.

Untuk diketahui, kata Radhar, Dedi sudah sempat berhasil masuk ke area acara pada siang tadi. Namun sesaat sebelum acara dimulai, Dedi langsung dibawa oleh Polda dan tak diperkenankan hadir.

"Polda bilang ini sudah dikepung, tidak aman lagi. Buat saya ini sabotase kemanan oleh Polda. Kepolisian malah tidak hargai kebudayaan. Harusnya koordinasi dengan panitia dong kalau mau bawa Dedi keluar," demikian Radhar. (wah/dil)

Sumber: JPNN

Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook