JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Jost (RJ) Lino divonis bersalah dalam perkara korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) 2011 lalu. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum RJ Lino dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Rosmina itu menyatakan bahwa RJ Lino terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan QCC yang merugikan negara sebesar 1,99 juta dolar AS tersebut. Putusan hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya jaksa menuntut hakim agar menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada RJ Lino.
Dalam putusan tersebut sempat diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) antara Rosmina dan dua hakim anggota. Yakni Teguh Santoso dan Agus Salim. Rosmina berpendapat bahwa RJ Lino tidak terbukti bersalah jika merujuk dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Sementara dua hakim lain menyatakan RJ Lino bersalah.
Menurut dua hakim tersebut, RJ Lino tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal itu menjadi pertimbangan yang memberatkan putusan hakim. Sementara hal yang meringankan, hakim punya beberapa pertimbangan. Salah satunya, RJ Lino dinilai sopan dan tidak berbelit selama menjalani persidangan.
"Terdakwa (juga) berbuat banyak untuk perusahaan tempat bekerja dan membuat perusahaan untung," kata anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Teguh Santoso, kemarin (14/12). Sebelumnya, RJ Lino mengklaim pembelian tiga QCC melalui skema penunjukan langsung (PL) itu menguntungkan negara. Sebab, harganya lebih murah ketimbang memakai skema lelang.
Seperti diketahui, tiga QCC itu dibeli langsung dari perusahaan asal Cina, Wuxi Huangdong Heavy Machinery and Technology Group Ltd (HDHM) pada 2010 lalu. Menurut RJ Lino, pembelian crane dari perusahaan tersebut lebih murah 500 ribu dolar AS daripada membeli lewat proses lelang seperti yang dilakukan Pelindo II pada 2012 silam.
Di sisi lain jaksa KPK menilai RJ Lino menguntungkan perusahaan tersebut. Dalam tuntutannya, jaksa menjelaskan pada lelang tahun 2009, Pelindo II mengubah spesifikasi crane single lift QCC berkapasitas 40 ton. Perubahan spesifikasi itu membuat lelang tidak diikuti satu pun peserta. Pelindo II lantas bernegosiasi dengan PT Barata Indonesia.
Namun, saat proses negosiasi itu berlangsung, RJ Lino justru mengundang PT HDHM untuk melakukan survei ke beberapa pelabuhan yang membutuhkan QCC. Perbuatan itu dianggap bertentangan dengan prinsip adil dan wajar sebagaimana Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tanggal 9 September 2009.
Atas perbuatannya itu, RJ Lino dianggap melanggar pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, RJ Lino irit berkomentar usai mendengar putusan tersebut. "Coba kalau orang enggak korupsi, enggak (merugikan) kerugian negara, dihukum 4 tahun?" tanya balik RJ Lino. Di sisi lain, penasihat hukum (PH) RJ Lino Agus Dwiwarsono mengatakan pihaknya memilih pikir-pikir menyikapi putusan tersebut. "Yang menarik dalam perkara ini ada dissenting opinion (ketua hakim)," ujarnya.(tyo/jpg)