JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Berdasarkan catatan Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Kematian akibat kanker di dunia diperkirakan akan terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada tahun 2030 mendatang.
Sedangkan di Indonesia, menurut laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari WHO, juga tak luput dari serangan kanker ini. Dengan berpenduduk sebanyak 273 juta orang yang merupakan negara terpadat no. 4 di dunia, jumlah kematian akibat kanker di Indonesia mencapai 234.511 orang pada tahun 2020.
Ditinjau dari jenisnya, kasus kematian pada kanker payudara di Indonesia sebanyak 22.430 orang (9,6%) menempati urutan kedua kanker yang mematikan. Seperti banyak kanker, kanker payudara tidak berkembang dalam semalam. Dalam webinar publik Open Dialogue with Breast Cancer Specialists, panel Spesialis Kanker Payudara Dr See Hui Ti merupakan Konsultan Senior, Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapore berbagi lebih banyak tentang kanker payudara dan manajemennya.
Dr See Hui Ti, dalam webinar tersebut mengatakan sebelum kanker tumbuh, kita dapat memodifikasi gaya hidup kita untuk mengurangi faktor risiko yang menyebabkan kanker dan mencegah kanker berkembang.
Dalam webinar tersebut Dr See Hui Ti menjawab beberapa pertanyaan peserta terkait dengan pencegahan dan gejala terkait kanker payudara.
Menjawab pertanyaan apakah pemeriksaan melalui mamografi dapat selalu akurat dalam menskrining kanker payudara. Dr See menjawab tidak, tidak selalu. Bagi wanita berusia muda, mamografi dapat tidak akurat bila mereka memiliki payudara yang padat.
“Bila Anda berusia di bawah 50 tahun, memiliki payudara yang padat dan merasakan sebuah benjolan dalam payudara Anda, saya merekomendasikan untuk melakukan mamografi serta ultrasonografi payudara. Namun, mamografi masih tetap merupakan perangkat skrining yang dapat diandalkan, mudah dan relatif tidak mahal, karena ia dapat mendeteksi benjolan kanker sebelum mereka dapat dirasakan dengan tangan,” jelas Dr See.
Sedangkan penanya yang lain bertanya kemungkinannya terkena kanker payudara bila memiliki payudara yang besar. Dr See menjawab bahwa tidaklah benar bahwa semakin besar payudara Anda maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk terkena kanker payudara. Namun, risiko meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kejadian kanker paling banyak ditemukan pada wanita berusia antara 55 dan 59 tahun.
“Sebagai panduan umum, bila Anda berusia kurang dari 40 tahun, Anda harus melakukan pemeriksaan sendiri secara teratur. Bila Anda berusia lebih dari 40 tahun, selain melakukan pemeriksaan sendiri secara teratur, Anda sebaiknya juga melakukan mamografi tahunan,” ungkap Dr See.
Dr See juga menjawab penanya yang mengatakan bahwa bila ibunya menderita kanker payudara lebih dari tujuh tahun yang lalu dan tidak kambuh lagi. Apakah kemungkinan dirinya juga terkena kanker payudara dan bagaimana cara untuk mencegahnya. Apakah makan dengan baik benar-benar dapat membantu?Terkait dengan pertanyaan tersebut Dr See menjawab bahwa kanker payudara sangat umum ditemui di Indonesia sehingga ini tidak berarti bahwa Anda akan terkena kanker payudara hanya bila Anda memiliki riwayat kanker payudara dalam keluarga. Namun, disarankan untuk melakukan pemeriksaan klinis payudara lima tahun sebelum usia di mana ibu Anda terkena kanker.
“Sebagai contoh, bila ibu Anda terkena kanker ketika ia berusia 42 tahun, maka Anda harus melakukan pemeriksaan ketika Anda memasuki usia 37 tahun. Makan makanan yang sehat, mengurangi asupan lemak, menjaga berat badan Anda agar tetap dalam kisaran normal serta berolah raga secara teratur juga dapat membantu mengurangi risiko terkena kanker,” jelas Dr See.
Menanggapi penanya yang mengutarakan apakah normal dan sebagai tanda terkena kanker payusdara bila payudara kanannya biasanya terasa bengkak dan nyeri satu minggu sebelum menstruasi dan hal ini berlangsung selama beberapa hari. Dr See mengatakan bahwa hal ini sangatlah normal. Nyeri, rasa sakit atau pegal pada payudara merupakan suatu gejala pramenstruasi yang akan hilang seiring dengan dimulainya menstruasi. Nyeri akibat kanker payudara tidaklah datang dan pergi dengan perubahan siklus hormon.
“Namun, perhatikan bila ada benjolan yang tak kunjung hilang, perubahan bentuk pada puting Anda, keluar cairan dari puting, atau terdapat kemerahan atau ruam yang tidak diketahui penyebabnya pada payudara Anda. Berkonsultasilah dengan dokter bila Anda mengalami salah satu dari tanda dan gejala ini. Namun, cobalah untuk tidak melakukan mamografi atau ultrasonografi payudara satu minggu sebelum atau selama menstruasi, karena hal ini dapat mempengaruhi ketepatan pemeriksaan. Anda dapat melakukannya sedikitnya satu minggu setelah haid Anda selesai,” kata Dr See.
Pertanyaan selanjutnya dari penderita kanker payudara yang mengatakan bahwa dirinya telah menderita kanker payudara Stadium 1B pada tahun 2011. Kemudian hasil pemeriksaan darah baru-baru ini menunjukkan penanda tumor CA 15-3 sebesar 14,6- mengalami kenaikan sebesar 3 poin dari pemeriksaan sebelumnya. Apakah berarti terjadi kekambuhan kanker secara bertahap? Dr See menjawab bahwa meskipun penanda tumor CA 15-3 biasanya digunakan untuk mengikuti jejak respons seroang pasien terhadap pengobatan dan kekambuhan kanker payudara, ia tidak cukup sensitif atau spesifik untuk digunakan sebagai uji skrining, karena beberapa kondisi non-kanker juga dapat meningkatkan kadarnya.
“Terdapat banyak alasan mengapa ia mengalami peningkatan, sebagai contoh, kenaikan berat badan. Meski demikian, saya mendorong Anda untuk kembali melakukan pemeriksaan darah dalam waktu sekitar dua bulan lagi, untuk melihat apakah peningkatan tersebut merupakan hal yang nyata. Bila pada saat itu kadar penanda tumor ini masih meningkat, mintalah pada dokter Anda untuk melakukan pemindaian pada seluruh tubuh,” papar Dr See.
Dalam webinar tersebut Dr See juga memberikan informasi terkait dengan tanda-tanda peringatan kanker payudara. Perhatikan adanya; Benjolan di dalam payudara yang tidak menimbulkan nyeri; Gatal dan ruam yang tak kunjung hilang di sekitar putting; Pendarahan/keluar cairan yang tidak biasa dari putting; Putting masuk atau tertarik ke dalam; Kulit payudara membengkak dan menebal dan Kulit payudara berlesung atau mengerut.
Dr See menekankan bahwa faktor risiko tidak dapat sepenuhnya dihilangkan.
“Cara terbaik untuk mengelola risiko adalah dengan skrining dan mendeteksi kanker sedini mungkin sehingga dapat diobati dengan sederhana dan efektif,” jelas Dr See.
Faktor risiko yang meningkatkan risiko kanker payudara menurut Dr See di antaranya; memiliki diatas 5 anak ; berusia di atas 40 tahun; tingkat olahraga rendah; riwayat keluarga kanker payudara; tidak menyusui; stress dan BMI tinggi. Sedangkan Faktor-faktor yang mengurangi risiko kanker payudara menurut Dr See di antaranya; memiliki 1-3 anak; terapi hormon; diet sehat; olahraga teratur; kegagalan ovarium prematur; suplemen vitamin D dan BMI Rendah.
“Memahami faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yang dapat meningkatkan dan mengurangi risiko kanker payudara dapat membantu wanita membuat perubahan positif pada gaya hidup mereka untuk mencegah penyakit,” jelas Dr See.
Dr See menyoroti bahwa obesitas, khususnya adalah penyebab peradangan yang sering diabaikan yang dapat menyebabkan kanker payudara. Secara umum, semakin besar BMI, semakin besar risikonya, sementara peningkatan jaringan adiposa dalam tubuh dapat menyebabkan produksi estrogen yang lebih tinggi, yang terkait dengan kanker payudara.
“Untuk mempertahankan BMI normal, saya merekomendasikan strategi diet optimal yang menggabungkan asupan protein yang lebih tinggi, serat untuk nutrisi dan karbohidrat untuk energi, dengan mengurangi asupan gula dan olahraga ringan,” kata Dr See.
Namun, Dr See mengingatkan pemirsa bahwa meskipun ada upaya terbaik untuk memodifikasi faktor gaya hidup, wanita masih bisa terkena kanker payudara. Oleh karena itu penting untuk menyadari tanda-tanda dan gejala kanker payudara dan bagaimana menyaring kemungkinan penyakit.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman