PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Auditor muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau, Muhammad Fahmi Aressa bersaksi pada sidang tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (15/11).
Fahmi dimintai keterangan terkait suap yang dilakukan Adil untuk mengondisikan temuan-temuan hasil pemeriksaan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti. Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta, Fahmi mengaku dimintai bantuan yang belakangan berimbal uang sampai Rp1 miliar.
Selain uang diberikan secara bertahap, Fahmi juga menerima sejumlah fasilitas dan barang mewah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Budhi Abdul Karib dan kawan-kawan memulai pertanyaan dari permintaan seorang saksi lainnya bernama Fajar.
Permintaan itu disampaikan seiring berlangsungnya audit pengelolaan keuangan di Pemkab Meranti. ‘’Ketika disampaikan permintaan dan tawaran itu, bagaimana saudara menanggapinya saat itu,’’ tanya JPU KPK. ‘’Saya tidak menanggapi soal uang tapi menanggapi permintaan tolong,’’ tambah Fahmi.
Uang pertama yang diterima Fahmi dari Fajar adalah senilai Rp150 juta yang diterimanya di dalam kamar hotel. Kemudian JPU KPK bertanya bagaimana uang itu diserahkan. ‘’Disampaikan kepada saya, beliau mau mengantarkan berkas ke hotel. Ya titip saja resepsionis,’’ kata Fahmi.
Kemudian Fajar memberi tahu Fahmi lewat telepon bahwa ‘berkas’ sudah ada di kamar, tanpa menyebutkan soal uang. Ketika tiba di kamar, Fahmi mendapati bungkusan uang senilai Rp150 juta sudah ada di dalam mini bar kamar hotel. ‘’Setelah itu saudara saksi bertanya tidak? Itu uang apa?,’’ tanya JPU KPK.
Fahmi menjawab, dalam pikirannya uang itu merupakan apa yang telah dibicarakan atau yang ditawarkan sebelumnya. Tidak hanya sampai di situ, Fajar dan Fahmi kembali bertemu. Kali ini di area parkir sebuah mal di Pekanbaru. Di situ Fahmi kembali menerima Rp150 juta. ‘’Saya baru buka setelah sampai di mess. Isinya Rp150 juta,’’ kata Fahmi yang juga duduk sebagai terdakwa pada kasus suap ini dengan berkas perkara terpisah.
Kemudian, pada suatu malam saat melakukan pemeriksaan keuangan di Selatpanjang, Fahmi tiba-tiba diajak makan malam di salah satu restoran seafood oleh seorang ASN Meranti bernama Dita Anggoro. Di sana Fahmi menyebutkan dirinya mendapat permintaan pengondisian hasil pemeriksaan keungan.
‘’Bang ini nanti ada uang. Saya lupa dari bupati atau pemkab, uangnya dari situ. Ini untuk tim, sudah biasa seperti itu,’’ begitu diterang Fahmi soal apa yang didampaikan Dita.
Kemudian disebutkan uang itu Rp700 juta. Saat janji pemberian itu, Fahmi menyebutkan, tidak ada permintaan spesifik. Cuma ada bahasa permintaan tersirat saja. ‘’Sesuai yang disampaikan Fajar, Kalau ada temuan, tolong dibantu-bantu,’’ sebut Fahmi.
Uang pertama diberikan Dita sebesar Rp200 juta setelah pemeriksaan interim. Fahmi menerangkan, uang itu diberikan setelah suatu ketika usai mengantarkan Tim BPK Perwakilan Riau, Dita kemudian mengajak Fahmi keluar makan malam. ‘’Sepulang makan, dia masuk mobil dan memberikan uang. Ini 200(Rp200 juta, red) dulu, Bang,’’ sebut Fahmi.
Kemudian, setelah selesai pemeriksaan rinci pada 4 April 2023, Fahmi mengantarkan Dita ke tempat dirinya menginap. ‘’Saat dia mau turun, dia membuka tasnya dan memberikan uang di parkiran salah satu hotel di Pekanbaru,’’ kata Fahmi. ‘’Apa yang dia sampaikan saat memberikan itu?,’’ tanya JPU KPK. ‘’Ini Rp500 juta lagi,’’ jawab Fahmi singkat.
Pada sidang tersebut juga terungkap bahwa Fahmi juga menerima sejumlah fasilitas dan barang mewah dari pejabat Pemkab Kepulauan Meranti. Di antaranya fasilitas tiket keberangkatan ke Batam sebanyak tiga kali, kemudian tiket dari Batam ke Palembang dan dari Palembang ke Batam.
Kemudian juga mendapatkan penginapan di Nagoya Mansion Hotel di Batam. Sementara barang-barang mewah adalah jam tangan dan tablet Galaxy Tab S7 FE 5G. Fahmi mengakui dan tidak membantah karena JPU KPK turut memperlihatkan barang bukti dalam persidangan.(end)