Puluhan Organisasi Soroti Serangan Brutal Israel ke Palestina

Internasional | Senin, 30 Oktober 2023 - 23:55 WIB

Puluhan Organisasi Soroti Serangan Brutal Israel ke Palestina
Tim penyelamat mengeluarkan korban dari sebuah bangunan yang hancur akibat pengeboman Israel di Rafah, Jalur Gaza, Minggu (29/10). (AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Eskalasi konflik antara Israel-Palestina semakin memprihatinkan sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Hal itu membuat Israel membalas serangan secara membabi buta dengan dalih act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.

Menanggapi hal itu, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina mengecam segala bentuk tindak kekerasan serta dampaknya kepada para korban dan mendorong tindak lanjut Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB per 10 Oktober 2023 yang sudah bertekad untuk terus mendorong kedaulatan Palestina, di Sidang PBB pada 24 September 2023, serta aktor internasional lainnya dalam mengintervensi gencatan senjata antara dua pihak yang bersangkutan.


Jika ditarik mundur, konflik yang muncul antara Israel-Palestina ini timbul sejak Deklarasi Balfour pada 1917, di mana pemekaran wilayah Israel berujung pada Palestina yang kini hanya memiliki 22 persen wilayah, jalur Gaza dan Tepi Barat.

Berangkat dari okupasi Israel, peperangan untuk memperebutkan wilayah kekuasaan berlangsung selama ratusan tahun dan menimbulkan kekerasan dan dampak yang meluas bagi para korban yang tidak terlibat dalam perang. Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke konser yang sedang digelar Israel di perbatasan-Gaza-Israel menewaskan lebih dari 1.000 orang serta 200 orang diculik. Serangan ini mendorong deklarasi perang dari Israel serta serangan balik yang diklaim sebagai act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.

Akan tetapi, Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina menilai bahwa serangan ini tidak sesuai dengan batasan-batasan self defence sebagaimana diatur dalam Hukum Humaniter Internasional.

"Sebab, jumlah korban mencapai 5.500 jiwa di Gaza per 20 Oktober 2023 di mana sepertiganya adalah anak-anak dan sisanya adalah masyarakat sipil yang tidak ikut serta dalam perang," tulis rilis Koalisi Organisasi Masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina yang diterima JawaPos.com, Senin (30/10).

"Terlebih, penyerangan Israel balik ke Palestina yang menggunakan fosfor putih (white phosphorus) oleh Israel dalam operasi militer di Gaza menempatkan warga sipil pada risiko cedera serius dan jangka panjang. Padahal, penggunaan alutsista yang seringkali digunakan di pemukiman warga ini bertentangan dengan hukum humanitarian internasional," bunyi rilis tersebut.

Kesaksian yang dihimpun Amnesty International dari para saksi mata dan orang-orang yang selamat dari konflik itu, serangan Israel disebut telah menghancurkan keluarga-keluarga di Gaza, termasuk sebuah keluarga yang kehilangan lima belas anggota keluarganya – termasuk tujuh anak-anak dari usia 17 tahun hingga bayi 18 bulan– akibat serangan Israel pada Sabtu malam 7 Oktober 2023 di Kota Gaza.

Serangan itu bahkan menyebabkan kehancuran sedemikian rupa sehingga para kerabat mereka yang masih hidup kini tinggal memiliki sedikit puing-puing untuk mengingat orang-orang yang mereka cintai telah dibunuh. Pemboman tanpa henti di Gaza juga telah membawa penderitaan yang tak terbayangkan bagi orang-orang yang sudah menghadapi krisis kemanusiaan yang mengerikan. Apalagi blokade ilegal Israel yang telah berlangsung selama 16 tahun telah menghantam ekonomi di Gaza dan sistem perawatan kesehatan di sana sudah hancur. Rumah sakit pun lumpuh, tidak mampu mengatasi banyaknya orang yang terluka dan sangat kekurangan obat-obatan dan peralatan yang menyelamatkan jiwa.

Serangan Israel menyebabkan makin banyak warga sipil di Gaza kehilangan tempat tinggal. Bangunan-bangunan permukiman di Kota Gaza dan sekitarnya, termasuk di kamp pengungsi Nuseirat dan Jabalia, hancur dihantam rudal-rudal militer Israel. Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, jumlah pengungsi internal di Gaza telah mencapai 1 juta orang pada 19 Oktober, termasuk lebih dari 527.500 orang yang tinggal di tempat penampungan darurat UNRWA (Badan PBB untuk Pemulihan dan Pekerjaan untuk Pengungsi Palestina) di Gaza tengah dan selatan.

Hak atas lingkungan hidup yang aman, bersih, sehat, dan berkelanjutan tidak terpenuhi oleh masyarakat Palestina. Beberapa contoh fenomena adalah nihilnya manajemen pengelolaan sampah yang baik karena eskalasi konflik yang terus berdatangan sehingga akumulasi sampah dan limbah tersebar di ruang-ruang terbuka dan berdampak serius pada konsekuensi kesehatan terhadap kelompok rentan seperti anak, perempuan, ibu hamil, ibu menyusui, lansia, disabilitas, serta orang dengan kondisi kesehatan tertentu.

Air juga menjadi aspek yang dikontrol penuh oleh Israel dimana 97% air yang dipompa dari pesisir Gaza tidak memenuhi standar kesehatan WHO. Hal ini berdampak pada polusi air di Gaza serta ketersediaan air yang minim, yakni hanya 21,3 liter per hari, dibandingkan dengan 100 liter yang ditetapkan oleh WHO sebagai standar minimum.

"Sayangnya, beragam tokoh terkemuka internasional terang-terangan memberikan pernyataan yang berpotensi untuk menambah eskalasi konflik konflik dalam jangka panjang. Salah satunya adalah pernyataan Presiden AS Joe Biden pada 10 Oktober 2023," tulis rilis tersebut.

Oleh karena itu, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Pembebasan Palestina merekomendasikan:

 

Pemerintah Indonesia

1) Berperan aktif sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk selalu menggiring kedaulatan Palestina dalam forum internasional dan berpegang teguh pada perspektif korban

2) Bekerja sama dengan anggota Dewan HAM PBB lainnya dalam komunikasi intensif dengan Dewan Keamanan PBB untuk deeskalasi konflik serta gencatan senjata

3) Menggunakan posisinya sebagai Dewan HAM PBB dalam mengecam segala tindakan yang represif seperti invasi Israel di jalur gaza melalui pengiriman aparat militer yang berlebih di kala kekerasan yang masih berlanjut

4) Menggunakan posisinya sebagai Dewan HAM PBB untuk mendorong Dewan Keamanan PBB dalam menggunakan hak vetonya terhadap Amerika Serikat yang diduga berpotensi pada melanggengkan blokade akses bantuan ke masyarakat di Jalur Gaza

5) Menggunakan posisinya sebagai Dewan HAM PBB dalam pencabutan blokade ilegal 16 tahun di Jalur Gaza oleh Israel

6) Menindaklanjuti dampak serangan kepada korban dengan lembaga PBB yang berseberangan seperti WHO, UNICEF, UNWOMEN, dan organisasi internasional lainnya dalam pemberian bantuan langsung

 

Entitas Internasional

1) Memastikan penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang sedang berlangsung terhadap situasi Palestina agar menerima dukungan penuh dan semua sumber daya yang diperlukan;

2) Menghentikan shadow banning terhadap konten-konten berkaitan dengan konflik, yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan hak terhadap akses atas informasi oleh pihak-pihak yang berwenang seperti Meta dan lain sebagainya;

3) Mendesak negara adikuasa untuk memberlakukan Responsibility to Protect (R2P) kepada para korban yang terdampak dan berpotensi untuk terdampak di masa depan;

4) Mendesak pihak-pihak yang berwenang dalam eskalasi konflik Israel-Palestina untuk tunduk pada international humanitarian law termasuk 1949 Geneva Conventions dan 1977 protocols dimana seharusnya masyarakat sipil tidak boleh dijadikan target dan korban dari peperangan oleh pihak-pihak yang bersangkutan;

5) Menyerukan Hamas dan kelompok perlawanan bersenjata lainnya untuk segera akhiri serangan yang disengaja terhadap warga sipil, penembakan roket tanpa pandang bulu, dan penyanderaan. Mereka harus membebaskan sandera sipil tanpa syarat dan segera.

Untuk diketahui, Koalisi organisasi masyarakat sipil untuk Pembebasan Palestina merupakan gabungan dari berbagai organisasi seperti Initiatives for International Dialogue (IID), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Humanis Southeast Asia (affiliated with Hivos),Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), RRR Collective, Manushya Foundation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), PurpleCode Collective, Codayati, Milk Tea Alliance Indonesia, SAFEnet, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, Amnesty International Indonesia Resister Indonesia

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook