Kekuasaan Mutlak di Tangan Erdogan

Internasional | Rabu, 27 Juni 2018 - 11:41 WIB

ANKARA (RIAUPOS.CO) - Tiada pilpres putaran kedua. Erdogan menang. Mutlak. Taktik oposisi gagal. Mengusung lima kandidat tak mampu menghalangi presiden incumbent tersebut meraih suara di atas 50 persen. Dewan Pemilu Turki memaparkan, Recep Tayyip Erdogan berhasil mengantongi 52,6 persen suara. Keunggulan telak yang membuatnya kembali menjadi presiden.

Di tengah ancaman krisis, Erdogan berjanji untuk merealisasikan janjinya menjadikan Turki masuk sepuluh besar ekonomi dunia pada 2023. Dia juga berjanji lebih gigih membasmi pemberontak Kurdi. Juga memerangi para pendukung Fethullah Gulen: cendekiawan, tokoh oposisi, mantan sahabat, dan tertuduh dalang kudeta 2016. ‘’Kami akan memburu organisasi teroris dengan tekad yang lebih kuat,” tegas Erdogan dalam pidato kemenangan di hadapan para pendukungnya, Senin (25/6).

Baca Juga :Erdogan Samakan Kekejaman Israel dengan Hitler, Begini Respon Netanyahu

Angka kehadiran penduduk dalam pemilu kemarin mencapai 87 persen. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dia pimpin juga meraih suara tertinggi, yaitu 42,6 persen. Koalisi pemerintah yang tergabung dalam Aliansi Rakyat yang terdiri atas AKP, MHP (Partai Gerakan Nasionalis), dan BBP (Partai Persatuan Besar) bakal menguasai 344 kursi di parlemen atau 53,7 persen.

Para analis menilai usaha Erdogan bakal terjal. Terutama terkait dengan ekonomi. Inflasi melambung tinggi. Nilai tukar lira terus tersungkur di hadapan dolar AS. Sepanjang tahun ini, lira melorot 18 persen. Kedekatan pemimpin 64 tahun itu dengan Rusia membuat negara-negara Barat menjauh. Komentar-komentar pedasnya juga tak disukai para sekutunya. Sangat mungkin stabilitas ekonomi di negeri yang pernah menjadi pusat khilafah Islam terakhir itu tak akan membaik dalam waktu dekat.

Namun, Erdogan kini memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar. Sistem baru hasil referendum tahun lalu mulai berlaku saat ini. Maka, jangan tanya lagi siapa perdana menteri (PM) Turki. Sebab, jabatan itu sudah tiada. Erdogan berhak memilih wakil presiden, menteri, pejabat tinggi, dan hakim senior. Bisa membubarkan parlemen. Berkuasa pula memberlakukan status darurat. Kekuatan parlemen mengawasi pemerintahan pun melemah.

Meski sebelumnya menuding terjadi kecurangan dan manipulasi, kemarin oposisi menerima kekalahannya. Muharrem Ince, kandidat yang diusung Partai Rakyat Republik (CHP) menegaskan bahwa tidak ada perbedaan yang jauh antara hasil penghitungan partainya dan Dewan Pemilu Turki.

‘’Saya menerima hasil pemilu,” tegasnya seperti dilansir AP. Ince memperoleh 30,6 persen suara. Itu adalah suara terbanyak setelah Erdogan. Dia berharap Erdogan menjadi presiden yang bisa merangkul 81 juta penduduk Turki.

Namun, Ince tetap melontarkan kritik. Dia menyebut Turki telah kehilangan nilai-nilai demokrasi. Berubah menjadi rezim yang dikuasai satu orang saja. Kini Erdogan memiliki kekuasaan mutlak atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

‘’Tidak ada lagi mekanisme untuk mencegah aturan yang sewenang-wenang. Kami memiliki kekhawatiran yang besar atas situasi tersebut,” ujarnya. Oposisi memiliki waktu lima hari setelah pengumuman resmi untuk menentang hasil pemilu.(sha/c6/sof/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook