GAZA CITY (RIAUPOS.CO) - RS Indonesia di Jalur Gaza, Palestina, seharusnya tidak berfungsi lagi. Direktur RS Indonesia Atef al-Kahlout mengungkapkan bahwa pihaknya kekurangan pasokan dan kewalahan dengan banyaknya pasien yang terus berdatangan. ’’Kami tidak dapat menawarkan layanan apa pun lagi. Kami tidak dapat memberikan tempat tidur apa pun kepada pasien,’’ ujar al-Kahlout Kamis (16/11) sebagaimana yang dikutip Al Jazeera.
Rekaman video menunjukkan bahwa pasien luka berbaris di lorong-lorong RS yang terletak di Beit Lahiya tersebut. Sebagian berbaring tengkurap di tengah genangan darah. RS Indonesia menerima pasien dari Wadi Gaza hingga Beit Hanoon. Para pasien tidak bisa dipindahkan ke fasilitas lain karena hampir semua rumah sakit di wilayah utara Jalur Gaza berhenti beroperasi sejak beberapa hari sebelumnya.
RS Indonesia di Gaza memiliki kapasitas untuk menampung 140 pasien. Namun, ada sekitar 500 pasien di fasilitas tersebut. Sebanyak 45 pasien memerlukan intervensi bedah secepatnya. Tim medis di RS Indonesia terpaksa mengamputasi bagian tubuh beberapa pasien karena organ-organnya membusuk.
Al-Kahlout meminta ambulans tidak membawa lebih banyak orang yang terluka ke fasilitas tersebut karena kurangnya kapasitas. Obat-obatan juga mulai menipis. Pengeboman juga terus-menerus terjadi di area dekat rumah sakit sehingga situasi kurang aman.
Namun, permintaan agar tidak menerima pasien itu tentu saja tidak bisa dipenuhi karena Israel terus mengebom dengan membabi buta. Kemarin RS Indonesia melaporkan telah menerima 63 jenazah setelah Israel mengebom sejumlah permukiman penduduk pada Jumat (17/11) malam. RS Indonesia terletak di dekat kamp pengungsi Jabalia. Itu adalah kamp pengungsian terbesar di Gaza dan sudah beberapa kali dibom IDF. Pihak RS juga telah menampung ratusan pengungsi yang mencari perlindungan di sana.
Belum diketahui RS Indonesia juga bakal menerima pasien dari RS Al Shifa atau tidak. IDF memerintahkan evakuasi di RS terbesar di Jalur Gaza tersebut. Seluruh pasien dan pengungsi diminta pergi.
Hampir 30 ribu warga Palestina terluka sejak Israel memulai serangannya di Gaza pada 7 Oktober. Yaitu, Hamas melakukan serangan mendadak di Israel Selatan yang menewaskan sekitar 1.200–1.400 orang. Hamas juga menyandera 240-an orang.
Akibat serangan balasan dari IDF, hampir 12 ribu penduduk Palestina tewas. Baik itu di Jalur Gaza maupun Tepi Barat. Sekitar 5 ribu di antaranya adalah anak-anak. Lebih dari sepekan ini otoritas kesehatan di Gaza belum merilis update jumlah korban jiwa maupun luka. Sebab, jaringan komunikasi terputus sehingga mereka tidak bisa mendapatkan laporan informasi dari tim medis di lapangan. Yang jelas, setiap hari korban jiwa bertambah puluhan hingga ratusan orang.
IDF sebelumnya menuduh RS Indonesia digunakan sebagai tempat untuk menyembunyikan pusat komando dan kendali bawah tanah Hamas. Pejabat Palestina dan kelompok Indonesia yang mendanai rumah sakit itu telah menolak klaim tersebut.
RS Al-Shifa Dikendalikan Israel
Direktur Rumah Sakit Al Shifa Mohammed Abu Salmiya mengungkapkan situasi terkini di rumah sakit tersebut setelah pengosongan sekaligus evakuasi pasien imbas perintah militer Israel, Sabtu (18/11).
Ia mengatakan kini hanya dirinya bersama kelompok kecil tim medis dan pasien yang terpaksa ditinggalkan, tak ikut dievakuasi, dari rumah sakit terbesar di Gaza tersebut. “Rumah sakit ini benar-benar telantar. Beberapa pasien dan korban tersisa tergeletak di koridor,” kata Mohammed seperti diberitakan Al Jazeera, Sabtu (18/11).
“Banyak dari mereka yang dalam kondisi kritis, termasuk bayi baru lahir dan pasien ginjal, yang berpotensi segera meninggal jika tidak dievakuasi,” ungkapnya,
Sebelumnya, tim medis RS Al Shifa mengungkapkan 120 pasien terpaksa ditinggalkan di sana karena situasi. Mereka ditinggal bersama sekelompok kecil dokter dan perawat dengan harapan delegasi PBB akan membantu. Utusan PBB disebut janji untuk datang pukul 11.00 waktu setempat. Namun, belum ada informasi lebih lanjut mengenai hal itu saat ini.
Setelah sebagian besar tim medis dan pasien keluar, kata Mohammed, RS Al Shifa kini dikelilingi tentara Israel.
“Mereka (tentara Israel) memegang kendali penuh. Bahkan kami, staf medis yang tersisa sangat sedikit ini tidak bisa bergerak bebas,” ungkap Mohammed.
“Makanan di rumah sakit juga hampir habis,” tuturnya.
Semua ini terjadi tak lama setelah Israel mengizinkan dua truk bahan bakar masuk setiap harinya ke Gaza. Bahan bakar merupakan hal yang paling dibutuhkan untuk membuat generator rumah sakit berfungsi. Namun, RS Al Shifa kini dikosongkan. Israel membantah memerintahkan tenaga medis untuk mengosongkan Al Shifa dalam waktu satu jam.
Militer Israel malah mengatakan pengosongan RS Al Shifa adalah permintaan Direktur Rumah Sakit Al Shifa agar para tenaga medis dan pasien berlindung di tempat yang aman. Israel juga mengaku menawarkan fasilitas dan bantuan bila ada permintaan evakuasi pasien ke rumah sakit lain.
Sementara itu, dokter sebelumnya mengatakan rumah sakit diberi waktu satu jam untuk mengevakuasi pasien melalui Jalan Al-Rashid, atau bisa disebut jalur laut. Menurutnya jalur tersebut bukan rute yang bisa digunakan orang untuk evakuasi ke arah selatan. Perintah mengosongkan RS Al Shifa diberikan setelah Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) mengeklaim telah menemukan terowongan operasional milik kelompok milisi Hamas yang berada di kompleks Rumah Sakit Al Shifa, Gaza, Palestina. IDF mengunggah sebuah video di media sosial yang menunjukkan sebuah lubang yang tampak seperti terowongan setelah digali oleh pasukan tersebut.
“Hari ini, infrastruktur terowongan Hamas terekspos di dalam rumah sakit,” kata IDF.
Hamas membantah tuduhan IDF terkait penemuan terowongan yang dipakai sebagai pusat komando sebagai “kebohongan yang tidak berdasar.” Apalagi, Israel berkali-kali berbohong dan menyampaikan bukti-bukti yang tidak valid, semata-mata ingin menjadikan dasar untuk menghancurkan banyak fasilitas dan membunuh ribuan warga Gaza.(sha/c14/oni/jpg/int/muh)