JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pertemuan darurat negara anggota organisasi kerja sama Islam (OKI) digelar secara virtual, kemarin (16/5). Pertemuan yang dihadiri 16 menteri dan wakil menteri luar negeri negara-negara anggota OKI ini khusus membahas agresi Israel di wilayah Palestina. Khususnya, Al-Quds Al-Shareef atau Yerusalem dan juga jalur Gaza.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi kembali menyampaikan, bahwa OKI harus kembali bertemu untuk membahas isu yang sama. Yakni, agresi Israel terhadap Palestina. Sejak OKI didirikan, memang komitmen negara OKI tidak pernah luntur dan terus bertekad untuk bersama Palestina di dalam memperjuangkan hak-haknya. Namun, terlepas dari tekad tersebut ternyata hingga saat ini gangguan terhadap pelaksanaan ibadah di Masjid Al-Aqsa masih terjadi. Kemudian, illegal settlement semakin merajalela, pergerakan orang-orang Palestina dibatasi di tanah mereka sendiri, dan hak-hak Palestina dihilangkan.
"Kita semua tidak boleh lupa bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang masih diduduki oleh kekuatan kolonial di dunia ini. Semua penderitaan Palestina disebabkan oleh Israel sebagai occupying power," ungkapnya.
Yang lebih melukai lagi, kata dia, tindakan tersebut dilakukan di bulan suci Ramadan dan di hari Raya Idulfitri. Sudah lebih dari 150 orang harus kehilangan nyawanya termasuk perempuan dan anak-anak. Ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang harus kehilangan rumah akibat kekejian Israel.
"Indonesia mengecam keras semua tindakan yang dilakukan oleh Israel," tegas Retno.
Untuk itu, di dalam pertemuan kemarin Indonesia mengusulkan beberapa langkah kunci yang harus dilakukan oleh OKI. Pertama, memastikan adanya persatuan antar negara anggota OKI. Tanpa persatuan, OKI tidak akan mampu menjadi penggerak bagi dukungan internasional untuk Palestina. Dari saat yang sama, tentu Palestina hanya bisa mencapai cita-citanya untuk merdeka apabila mereka bersatu. Kedua, OKI harus mengupayakan terciptanya gencatan senjata segera.
Retno menyerukan agar masing-masing negara OKI menggunakan pengaruhnya masing-masing untuk mendorong gencatan senjata secepatnya. "Semua tindakan kekerasan harus segera dihentikan," katanya.
Terakhir, OKI tetap fokus membantu kemerdekaan bangsa Palestina. Dalam kaitan ini, OKI harus lebih keras berupaya untuk mendorong dimulainya kembali negosiasi multilateral yang kredibel dan berpedoman pada parameter-parameter yang telah disetujui secara internasional. Tujuannya, mencapai perdamaian yang lestari berdasarkan prinsip solusi dua negara. "Saya menyampaikan juga bahwa perjuangan untuk mendukung kemerdekaan Palestina masih jauh dari selesai. Together we have to act now," papar Alumni UGM tersebut.
Menurut rencana, pertemuan OKI ini akan menghasilkan sebuah resolusi. Saat ini, pembahasan resolusi masih terus dilakukan. Namun, menurut Retno, beberapa hal dapat diharapkan keluar dari resolusi tersebut. Antara lain, seruan kepada komunitas internasional, khususnya DK-PBB, untuk mengambil langkah konkret atas tindakan kekerasan dan pelanggaran hukum internasional. "Bila DK PBB gagal, maka Sidang Majelis Umum PBB harus melakukan pertemuan darurat," tuturnya.
Kemudian, diharapkan pula dalam resolusi tersebut akan tedapat elemen desakan untuk menerapkan mekanisme international protection/international presence guna melindungi warga sipil Palestina maupun kompleks Masjid Al Aqsa. OKI juga akan menyerukan kepada komunitas internasional untuk menghentikan aksi kolonial dan segregasi rasial Israel. Serta, penegasan kembali posisi OKI dalam mendukung isu Palestina dan Al Quds Al-Sharif dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina berdasarkan two-states solution dan sesuai dengan parameter-parameter internasional.
Sebelum melakukan pertemuan OKI ini, Menlu sendiri sudah berkomunikasi dengan para menteri luar negeri negara lain untuk membahas isu Palestina ini. Mulai dari Palestina, Malaysia, Brunei Darussalam, Mesir, Yordania, Turki, Saudi Arabia, Qatar, Tunisia, Vietnam, India, Norwegia, Inggris, dan High Representative of the Union for Foreign Affairs and Security Policy Uni Eropa. Dalam pembicaraan tersebut, ia selalu menekankan pentingnya menggunakan pengaruh masing-masing agar kekerasan dapat dihentikan, upaya de-eskalasi dilakukan, dan gencatan senjata dapat segera dilakukan.
Pada tingkat pemimpin atau leaders, kata dia, Presiden Joko Widodo juga melakukan komunikasi dengan sejumlah pemimpin mengenai situasi Palestina. Seperti, PM Malaysia dan Sultan Brunei Darussalam. Ketiga kepala negara pun telah sepakat untuk mengeluarkan Joint Statement mengenai sikap ketiga negara tersebut terhadap situasi Palestina saat ini.
"Menurut rencana, kita sudah bahas pada tingkat menteri luar negeri bahwa Joint Statement ini akan dikeluarkan pada malam hari ini juga(malam tadi, red). Jadi mohon teman-teman pantau melalui tweet Presiden RI," jelasnya.(mia/jpg)