JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Keterlibatan Amerika Serikat, Inggris dan Prancis dalam perang Suriah didasari tuduhan bahwa Presiden Bashar Al Assad menggunakan senjata kimia untuk membunuh rakyatnya sendiri. Namun, seperti yang pernah terjadi dalam perang Irak sekitar 15 tahun lalu, klaim tersebut bisa jadi palsu.
Keraguan itulah yang dirasakan pensiunan jenderal dan pakar militer Inggris, Jonathan Shaw. Dalam sebuah wawancaran dengan stasiun televisi Sky News, dia mempertanyakan tuduhan tiga negara bersekutu itu. “Apa motif yang memicu Suriah menggunakan senjata kimia saat ini?” tanyanya.
Menurut Shaw, sangat janggal pasukan Assad menggunakan senjata kimia sekarang. Pasalnya, mereka sudah dalam posisi menang perang setelah pasukan pemberontak menyerah di Ghouta Timur dan Douma. Kemenangan rezim Assad pun secara terbuka diakui sejumlah petinggi Amerika Serikat, termasuk Presiden Donald Trump.
“Kepala CENTCOM Jenderal Votel berkata kepada Kongres beberapa hari lalu bahwa Assad telah memenangkan perang ini dan mereka perlu menghadapi itu. Kemudian bukankah Anda mendengar pernyataan Trump pada pekan lalu bahwa Amerika telah selesai dengan ISIS dan mereka akan segera keluar dari perang Suriah,” beber Shaw.
Anehnya, saat Shaw masih membeberkan analisanya, tiba-tiba sang pembawa berita menghentikan wawancara. Tanpa penjelasan, perempuan bernama Samantha itu meminta maaf dan mengatakan bahwa percakapan harus diakhiri. Sejauh ini Pemerintah Suriah bersikeras mereka tidak pernah menggunakan senjata kimia di Douma. Hal senada juga disuarakan sekutu Assad, Rusia dan Iran.
Sementara itu, pada Jumat (13/4), juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov mengatakan, AS dan negara-negara Barat terus menerus melanjutkan tuduhan tidak berdasar mereka terhadap pemerintah Suriah. Mereka terus menuduh dugaan penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil di kota Douma, Suriah. “Namun, hampir satu pekan berlalu, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah gagal memberikan bukti,” katanya.
Konashenkov mengecam dugaan serangan senjata kimia di Douma sebagai provokasi terencana yang dilancarkan oleh beberapa LSM oposisi Suriah, termasuk White Helmets. Tujuannya untuk mendorong AS untuk melakukan serangan rudal ke Suriah.
Serangan AS itu diluncurkan pada Sabtu (14/4). Sedikitnya 110 rudal diluncurkan kapal perang AS di sasaran sipil dan militer Suriah. Serangan itu juga didukung dengan jet tempur Inggris dan Perancis. Sebagian besar rudal dihadang sistem pertahanan udara Suriah. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut serangan Suriah sebagai tindakan agresi terhadap negara berdaulat.
Warga Suriah di Amerika Menangis
Ketakutan akan banyaknya korban yang bertumbangan setelah ini dirasakan benar oleh warga Suriah yang tinggal di AS. Banyak keluarga mereka yang masih terjebak di Suriah. Salah satunya Huda Shanawani yang tinggal di Millburn, New Jersey.
Dia menangis saat mendengar AS melontarkan misil ke negara asalnya itu. ”Saya tidak ingin melihat Damaskus berubah menjadi Bagdad,” ujarnya.(iml/sha/c10/jpg)