WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Vivek Ramaswamy bukan seorang politikus, melainkan pengusaha alumnus Harvard University. Begitu siap maju sebagai capres Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, namanya pun happening.
Ramaswamy disebut sebagai jalan tengah di antara ketegangan kubu incumbent Joe Biden dan Donald Trump.
’’SAYA mencalonkan diri sebagai presiden untuk membangkitkan kembali E-Pluribus Unum.’’
Kalimat itu adalah penggalan video berdurasi 4 menit pernyataan Ramaswamy. E-Pluribus Unum merupakan motto AS, terdiri atas banyak golongan yang menjadi satu kesatuan.
Ramaswamy akan bersaing dengan banyak kandidat presiden AS lain. Setidaknya, sudah muncul 13 nama. Kandidat Republik terbanyak dibandingkan dari Partai Demokrat. Hingga kemarin (15/8), tercatat 14 orang yang terdaftar. Adapun dari Demokrat hanya tiga orang. Yakni, Joe Biden, Robert F. Kennedy Jr, dan Marianne Williamson.
Pada awal pencalonan, nama Ramaswamy seolah tidak diperhitungkan. Hasil survei berada di posisi buncit. Namun, dalam beberapa polling belakangan, namanya menyodok di posisi tiga besar. Posisi pertama Donald Trump, disusul Gubernur Florida Ron Desantis.
Ada peluang besar nama Ramaswamy berada di puncak. Ini setelah nama Trump didakwa dalam banyak kasus. Demikian juga Biden, yang dianggap sudah terlalu uzur untuk menjadi presiden. Sudah 80 tahun. Terlebih, anaknya juga dijerat kasus perpajakan.
Jika nanti Ramaswamy benar-benar menjadi presiden, namanya tercatat sebagai presiden termuda di AS. Baru berusia 39 tahun. Selain itu, dia bakal menjadi presiden keturunan India pertama. Menorehkan sejarah seperti halnya Barack Obama. Bedanya, Obama dari Demokrat, Ramaswamy dari Republik.
Menurut Politico, posisi Ramaswamy tinggi dalam berbagai polling karena para pendukungnya melek internet. Mayoritas pemilih muda dan lulusan perguruan tinggi atau sarjana. Kepiawaian Ramaswamy membawakan lagu-lagu rap di setiap kampanyenya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi milenial.
Berbeda dengan para pesaingnya yang lama di panggung politik, Ramaswamy merupakan orang baru. Dari survei Morning Consult, 36 persen pemilih utama GOP alias Republik, dalam seminggu terakhir penduduk AS banyak mendengar berita positif tentangnya. Persentasenya jauh lebih tinggi dari kandidat lain.
Beda dengan Trump, yang terus terkena gempuran informasi negatif. Bahkan, Senin (14/8) malam, Trump resmi dijerat dengan dakwaan kriminal. Berusaha membalikkan hasil Pemilu 2020 di Georgia. Ini dakwaan pidana keempat bagi Trump. Total ada 41 dakwaan yang dijatuhkan dewan juri dan 13 dakwaan di antaranya untuk Trump secara personal.
Selain Trump, ada 18 terdakwa lain yang juga dijerat dengan dakwaan serupa. Di antaranya mantan Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows serta sejumlah pengacara Rudy Giuliani, Sidney Powell, Jenna Ellis, dan Kenneth Chesebro.
Tentu saja, Trump menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah. Semua dakwaan dianggap bermuatan politik. Tahapan pemilu AS masih cukup lama. Pemilihan kandidat di kubu Republik juga masih berlangsung sekitar lima bulan lagi. Ramaswamy yang kian menjadi media darling bisa jadi unggul di putaran akhir nanti mengalahkan Trump. Kebijakan Ramaswamy juga tak jauh beda dengan Trump.
’’Saya membawa agenda America First milik Trump ke tingkat berikutnya untuk benar-benar menyelesaikan pekerjaan,’’ ungkapnya. Sebagai orang Republik, tentu saja Ramaswamy masuk dalam poros sayap kanan. Namun, tidak seekstrem Trump. Dia menentang transgender.
Jika di tubuh Republik banyak pilihan kandidat presiden, tidak demikian dengan Demokrat. Calon mereka terbatas. Beberapa di antara kandidat itu kerap blunder. Robert F Kennedy Jr, misalnya. Dia kerap membuat komentar yang menjadi blunder buat dirinya sendiri. Bahkan, Kennedy juga kerap disebut menyebar hoaks. Kandidat Demokrat lainnya, Marianne Williamson, sejauh ini masih kurang dikenal publik.
Sejauh ini, belum ada pengamat yang memprediksi siapa yang bakal menjadi presiden AS selanjutnya. Bukan hanya karena prosesnya masih lama, tapi juga polemik di dalamnya sulit diprediksi. Namun, nama Ramaswamy disebut-sebut sebagai titik temu pemilih Republik dan Demokrat, di tengah pertentangan yang terjadi di negara adidaya itu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman