WASHINGTON DC (RIAUPOS.CO) - Pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Josh Paul, mengundurkan diri pada hari Rabu (18/10). Hal ini dilakukan Josh Paul lantaran kecewa terhadap keputusan Presiden Joe Biden untuk memberikan senjata mematikan kepada Israel dalam perang melawan teroris Hamas.
Josh Paul, seorang pejabat senior di Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri AS, secara terbuka mengumumkan pengunduran dirinya dalam sebuah surat yang diposting di halaman LinkedIn-nya, dengan alasan bahwa memasok Israel dengan persenjataan dan amunisi yang mematikan adalah tindakan yang "impulsif" dan "sangat mengecewakan."
"Saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya akan bertahan selama saya merasa bahwa kerugian yang mungkin saya lakukan bisa lebih besar daripada kebaikan yang bisa saya lakukan," tulis Paul, divisi Departemen Luar Negeri AS yang mengawasi penjualan senjata.
Keterangan dalam suratnya tertulis, "Selama 11 tahun saya bekerja, saya telah membuat lebih banyak kompromi moral daripada yang dapat saya ingat, masing-masing dengan berat, tetapi masing-masing dengan mengingatkan janji saya pada diri saya sendiri, dan utuh."
"Saya pergi hari ini karena saya percaya bahwa dalam perjalanan kita saat ini sehubungan dengan kelanjutan - bahkan, diperluas dan dipercepat - penyediaan senjata mematikan untuk Israel - saya telah mencapai akhir dari tawar-menawar itu," tulisnya.
Biden, 80 tahun, telah bersumpah untuk "berdiri bersama Israel" dan "memastikan Israel memiliki apa yang dibutuhkan untuk menjaga warganya. Merespons serangan teroris biadab Hamas pada 7 Oktober lalu terhadap negara Yahudi tersebut, yang menewaskan lebih dari seribu orang.
Penasihat keamanan nasional Jake Sullivan mengatakan kepada para wartawan di Gedung Putih pekan lalu bahwa AS "telah menambah amunisi dan pencegat untuk sistem pertahanan rudal "Iron Dome" (Kubah Besi) sesuai arahan presiden, dan akan segera memberikan "kemampuan tambahan" kepada militer Israel.
Pengunduran diri Paul terjadi pada hari yang sama ketika Biden, dalam kunjungan berisiko tinggi ke Israel, berjanji untuk meminta Kongres akhir pekan ini untuk memberikan paket dukungan yang belum pernah ada sebelumnya bagi pertahanan Israel.
Namun, Biden juga mengumumkan bantuan kemanusiaan sebesar 100 juta dolar AS untuk wilayah Palestina selama kunjungannya, dan ia mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengikuti "hukum perang" ketika ia bersiap untuk mengirim pasukan darat ke Gaza.
Paul, yang menggambarkan serangan Hamas sebagai sebuah kekejaman dari segala kekejaman, dan dia merasa terbebani akan tanggung jawab dia yang bekerja untuk ruang transfer senjata.
"Saya percaya dengan sepenuh hati bahwa respons yang diambil Israel, dan dengan itu dukungan Amerika untuk respons tersebut, dan untuk status quo pendudukan, hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih dan lebih dalam bagi rakyat Israel dan Palestina - dan bukan untuk kepentingan jangka panjang Amerika," katanya.
Dia menambahkan tanggapan yang diberikan pemerintah merupakan reaksi impulsif yang terbangun di atas bias konfirmasi, kenyamanan politik, kebangkrutan intelektual, dan kelambanan birokrasi.
"Tanggapan Pemerintahan ini - dan juga tanggapan Kongres - adalah reaksi impulsif yang dibangun di atas bias konfirmasi, kenyamanan politik, kebangkrutan intelektual, dan kelambanan birokrasi. Dengan kata lain, hal ini sangat mengecewakan, dan sama sekali tidak mengejutkan,” ungkapnya dilansir dari New York Post.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman