WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Korea Utara (Korut) belum menanggapi pendekatan diplomatik yang dilakukan pemerintah Joe Biden di belakang layar sejak pertengahan Februari, termasuk melalui perutusan Korut untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal itu disampaikan seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan kepada Reuters, Sabtu (13/3/2021).
Pengungkapan langkah diplomatik AS yang sejauh ini tidak berhasil, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Biden akan mengatasi ketegangan yang meningkat dengan Pyongyang terkait program senjata nuklir dan rudal balistik negara tersebut.
Keadaan itu juga menambah dimensi baru pada kunjungan menteri luar negeri serta menteri pertahanan Amerika Serikat minggu depan ke Korea Selatan dan Jepang. Kekhawatiran atas persenjataan nuklir Korut diperkirakan akan menjadi agenda utama selama kunjungan tersebut.
Pejabat senior pemerintahan Biden, yang berbicara tanpa menyebut nama, memberikan sedikit keterangan rinci tentang upaya diplomatik yang dilancarkan pemerintah.
Pejabat itu mengatakan telah ada upaya untuk menjangkau pemerintah Korea Utara "melalui beberapa saluran mulai pertengahan Februari, termasuk di New York."
"Sampai saat ini, kami belum menerima tanggapan dari Pyongyang," kata pejabat itu.
Perutusan Korut untuk PBB belum menanggapi permintaan komentar.
Pemerintahan Biden sejauh ini berhati-hati dalam menjelaskan secara terbuka soal pendekatannya terhadap Korut. Pemerintah AS mengatakan pihaknya melakukan tinjauan kebijakan yang komprehensif setelah kontak antara mantan Presiden Donald Trump --yang belum pernah terjadi sebelumnya-- dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Upaya Trump untuk membujuk Korut agar menghentikan program senjata nuklir berakhir dengan kegagalan.
Pejabat pemerintahan Biden mengatakan tampaknya tidak ada dialog aktif antara AS dan Korut selama lebih dari setahun, termasuk pada akhir pemerintahan Trump, "meskipun Amerika Serikat telah melakukan banyak upaya selama waktu itu untuk menjalin hubungan."
Pejabat AS tersebut menolak berspekulasi tentang bagaimana sikap bungkam Pyongyang akan berdampak pada tinjauan kebijakan Korea Utara, yang diharapkan akan selesai dalam beberapa minggu mendatang, di bawah pemerintahan Biden.
Selama kampanye pemilihan presiden tahun lalu, Biden menggambarkan Kim sebagai "preman" mengatakan ia hanya akan bertemu dengan Kim "dengan syarat bahwa dia akan setuju akan menurunkan kapasitas nuklirnya."
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah mengungkapkan kemungkinan AS menjatuhkan sanksi tambahan, dengan berkoordinasi dengan sekutu, untuk menekan Korea Utara agar melakukan denuklirisasi.
Sanksi-sanksi yang diterapkan sejauh ini gagal membuat Kim menghentikan program senjata nuklirnya.
Blinken dijadwalkan menjadi tuan rumah diskusi tatap muka pertama antara para pejabat tinggi pemerintahan Biden dan Cina pada 18 Maret di Alaska.
Pemerintahan Trump menuduh Cina gagal memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara.
Suatu laporan rahasia PBB menemukan bahwa Korea Utara memelihara dan mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya sepanjang tahun 2020 --tindakan-tindakan yang melanggar sanksi internasional.
Sumber: Reuters/News/USA Today
Editor: Hary B Koriun