PYONGYANG (RIAUPOS.CO) - Korea Utara dikabarkan mencapai kemajuan yang mengkhawatirkan yakni kemampuan untuk menyerang daratan AS menggunakan senjata nuklir. Terbaru, Korut mengklaim telah berhasil meluncurkan satelit pengawasan pertama dan menyatakan kemampuan untuk memata-matai pasukan musuh.
Langkah ini merespons aktivitas Korea Selatan dan meningkatkan kekhawatiran atas potensi ancaman keamanan di kawasan tersebut. Meski belum dapat dipastikan oleh Jepang, Korea Selatan, dan AS apakah muatan satelit berhasil memasuki orbit pada Selasa (21/11/2023) malam, kehadiran Korea Utara di ruang angkasa akan meningkatkan ketegangan militer di Semenanjung Korea.
Dilansir dari Guardian, beberapa jam setelah badan antariksa Korea Utara mengklaim bahwa roket Chollima-1 telah menempatkan satelit Malligyong-1 ke orbit dengan akurat, Korea Selatan mengumumkan penangguhan sebagian perjanjian yang dirancang untuk meredakan ketegangan lintas batas. Kementerian Pertahanan di Seoul menyatakan bahwa mereka juga akan melanjutkan kegiatan pengawasan udara di wilayah dekat perbatasan kedua negara yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap.
Menurut Ankit Panda di Carnegie Endowment for International Peace, Korea Utara dapat menggunakan satelit untuk lebih efektif menargetkan Korea Selatan dan Jepang atau melakukan penilaian kerusakan selama perang. Meskipun satelit tersebut diyakini oleh beberapa ahli tidak memiliki teknologi yang cukup canggih untuk pengintaian militer.
Hal ini menunjukkan kemampuan Korea Utara untuk menghindari sanksi PBB terhadap program rudal balistik dan senjata nuklirnya, mungkin dengan bantuan dari rezim terisolasi seperti Kremlin. Provokasi terbaru Korea Utara, yang diyakini akan menimbulkan kegelisahan lebih lanjut di Seoul, Tokyo, dan Washington, mendapat kecaman cepat dari para pejabat di ketiga kota tersebut.
Kepemilikan roket yang dapat menempatkan satelit ke orbit menunjukkan bahwa Korea Utara memiliki kemampuan untuk membangun rudal dengan daya ledak sebanding. Sebuah perkembangan yang mengkhawatirkan yang diakui oleh Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang menyatakan bahwa keberhasilan peluncuran satelit pengintai akan meningkatkan kemampuan ICBM Korea Utara ke tingkat yang lebih tinggi.
Di Jepang, Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan peluncuran satelit merupakan ancaman serius yang mempengaruhi keselamatan masyarakat.
Sementara itu, juru bicara dewan keamanan nasional AS, Adrienne Watson, menyatakan bahwa peluncuran tersebut meningkatkan ketegangan dan berisiko mengganggu stabilitas situasi keamanan di kawasan dan sekitarnya.
Para pejabat di Seoul mengumumkan niat untuk menangguhkan perjanjian tahun 2018 dan melanjutkan pengawasan udara garis depan terhadap Korea Utara. Meskipun pemerintah Korea Selatan berusaha untuk menyatakan bahwa satelit tersebut tidak memiliki nilai untuk pengintaian militer, upaya tersebut bertujuan meyakinkan bahwa kemampuan militer satelit tersebut tetap tersembunyi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra