JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Agama (Kemenag) kembali menggelar rapat bersama Komisi VIII DPR tentang penyelenggaraan haji 2020, Senin (11/5). Di rapat ini, muncul kekhawatiran Arab Saudi melarang Indonesia mengirim jamaah. Kekhawatiran itu disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan ada kemungkinan dari pihak Arab Saudi mengecualikan Indonesia dalam pengirman jamaah haji tahun ini. Dia mencontohkan Arab Saudi memperbolehkan Singapura mengirim jamaah haji, karena dinilai baik dalam menangani wabah Covid-19 di negerinya.
"Irak atau Jordan, atau Kuwait mereka boleh. Sementara kita (Indonesia, red) tidak boleh. Jangan sampai kita dikecualikan," katanya.
Menurut Yandri tahun ini bisa jadi penyelenggaraan haji tetap dilaksanakan oleh pemerintah Arab Saudi. Namun Indonesia dikecualikan, dengan pertimbangan Arab Saudi menilai penanganan wabah Covid-19 tidak meyakinkan. Skenario lain yang harus diantisipasi pemerintah adalah ketika Arab Saudi sama sekali tidak membuka penyelenggaraan haji, khususnya untuk jamaah asing. Menurut Yandri pemerintah perlu membuat payung hukum dan menganggap kondisi ini masuk kategori darurat. Sehingga uang setoran pelunasan BPIH dapat dikembalikan kepada jamaah haji.
"Kita berdoa baik di Saudi maupun di Indonesia Covid-19 sudah hilang. Sehingga haji dapat diselenggarakan dengan lancar," tuturnya.
Yandri juga menanyakan bagaimana perkembangan terkini penyiapan layanan jamaah haji di Arab Saudi. Menurutnya penyiapan layanan ini penting, karena untuk antisipasi jika penyelenggaraan haji tahun ini dilaksanakan secara normal maupun pengurangan kuota. Dalam rapat tersebut parlemen juga mendesak supaya pemerintah Indonesia bisa bersikap tegas terkait penyelenggaraan haji 2020. Misalnya dengan menetapkan kapan akan menyampaikan ke publik apakah memberangkatkan jamaah atau tidak.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Nizar mengatakan sampai kemarin belum ada keputusan resmi dari Arab Saudi. "Jadi kami juga masih menunggu," katanya. Namun Nizar mengatakan pemerintah meminta izin ke DPR untuk memberikan deadline kepada pemerintah Arab Saudi sampai 20 Mei.
Pertimbangannya adalah, Nizar memperkirakan Arab Saudi akan mengeluarkan keputusan penyelenggaraan haji 2020 pada 15 Mei. Sehingga pemerintah memiliki waktu lima hari untuk melakukan kajian. Kemudian pada 20 Mei akan menyampaikan apakah akan memberangkatkan haji atau tidak dengan merujuk kebijakan Arab Saudi.
Wamenag Zainut Tauhid Saadi menyampaikan skenario jika haji tahun ini dikurangi kuotanya sampai 50 persen dan tidak ada haji sama sekali. Di antaranya adalah calon jamaah haji wajib melakukan karantina mandiri sebelum berangkat dan sepulang dari Arab Saudi. Selain itu Kemenag juga mengantisipasi adanya jamaah yang sudah melunasi BPIH 2020, tetapi terkena pemangkasan kuota. Kepada jamaah ini, diberikan kebijakan dapat mengambil uang pelunasan. Kemudian dia juga menjadi prioritas pengisian kuota haji tahun depan.(wan/jpg)