SEOUL (RIAUPOS.CO) -- Kabar duka berembus dari Seoul, Korea Selatan. Wali Kota Seoul, Park Won-soon, ditemukan meninggal dunia setelah dilaporkan hilang oleh keluarganya. Hal ini berdasarkan keterangan dari kepolisian setempat di Korea Selatan, Jumat (10/7).
Kepolisian menemukan jasad Park di Gunung Bugak, wilayah utara Seoul pada tengah malam setelah mengerahkan ratusan anggota untuk mencarinya. Jasad Park ditemukan di dekat lokasi terakhir sinyal teleponnya yang berhasil terdeteksi. Sejauh ini kepolisian belum mengumumkan sebab kematian Park.
Dalam jumpa pers yang disiarkan lewat televisi, salah satu anggota kepolisian Seoul, Choi Ik-soo mengumumkan petugas tidak menemukan tanda kekerasan di tempat kejadian perkara. Namun, kepolisian masih akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Kantor berita resmi Korea Selatan, Yonhap, mengatakan mantan sekretaris Park pada Rabu (8/7) mengajukan aduan pelecehan seksual yang diduga dilakukan sang wali kota. Choi mengatakan penyelidikan terhadap Park telah berjalan setelah aduan itu diterima kepolisian. Namun, Choi tidak memberi keterangan lebih lanjut.
Sementara itu, anak perempuan Park melaporkan ayahnya hilang pada pukul 17.17 waktu setempat dan teleponnya tidak dapat dihubungi. Park juga meninggalkan pesan seperti surat wasiat.
Park merupakan salah satu politisi yang berpengaruh di Korea Selatan. Kota Seoul yang dia pimpin dihuni oleh hampir 10 juta jiwa. Tidak hanya itu, Park juga banyak berperan dalam penanggulangan wabah Covid-19 di Seoul. Park dinilai berpotensi jadi calon presiden dari kalangan liberal untuk pemilihan presiden pada 2022 mendatang.
Menurut keterangan berbagai sumber, Park meninggalkan kediaman resminya sekitar pukul 10.40 waktu setempat, Kamis (9/7). Dia mengenakan topi hitam dan membawa satu tas punggung. Park juga membatalkan rapatnya yang dijadwalkan pada hari itu.
Sebelum jadi wali kota, Park dikenal sebagai pegiat hak asasi manusia dan pengacara. Dia menjadi Wali Kota Seoul sejak 2011 dan selalu berupaya membuat kebijakan yang mendukung kesetaraan gender.
Saat menjadi pengacara pada 1990-an, Park berhasil memenangi beberapa kasus pelecehan seksual yang pertama terungkap di Korea Selatan. Dia juga mengadvokasi para korban yang dipaksa jadi pemuas hasrat (comfort women) tentara Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II khususnya saat Jepang menduduki paksa Korea.
Park juga memuji para penyintas perempuan atas keberanian mereka bersuara menuntut para pelaku kekerasan seksual. Beberapa di antaranya merupakan politisi berpengaruh serta para pembuat kebijakan lewat gerakan #MeToo pada 2018.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi