WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Tidak mudah menghapus sikap rasisme yang terjadi selama 400 tahun di Amerika Serikat (AS) dalam sekejap. Ini berkaca dari kasus kematian George Floyd akibat kekerasan polisi.
Hal itu disampaikan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama. Obama meminta semua pihak memahami bahwa sikap rasialis itu bisa terjadi di mana-mana. Dia berharap komunitas kulit berwarna di AS memahami bahwa perasaan setara dalam segala hal itu hanya bisa dilakukan jika semua orang memahami hakikat manusia.
Presiden kulit hitam pertama dalam sejarah AS ini juga menyatakan supaya masyarakat kulit hitam jangan merasa gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi akan menjadi jalan keluar bagi seluruh permasalahan di komunitas tersebut.
"Kita tidak punya kemampuan untuk menghapus sikap rasisme yang terjadi selama 400 tahun. Jadi, jika kita berpikir bahwa akan terjadi perubahan mendasar, saya berharap masyarakat jangan merasa tidak bakal ada yang terjadi setelah kita mendapatkan jalan keluar masalah ini," kata Obama saat memberikan pernyataan, seperti ditulis berbagai media, termasuk CNN, Kamis (4/6/2020).
Menurut Obama, situasi masyarakat kulit hitam di AS saat ini masih lebih baik dari bertahun-tahun lalu. Hal itu, kata dia, adalah hasil dari kegigihan banyak pihak untuk terus menggaungkan gagasan tentang kesetaraan ras, keterbukaan, dan perdamaian.
"Kalian semua adalah peserta yang telah bekerja keras untuk meningkatkan kesadaran, itu adalah kemajuan yang kita dapatkan, tetapi hal itu tidak berarti semua masalah sudah dipecahkan," ujar Obama.
Floyd meninggal setelah mengalami tindak kekerasan oleh anggota kepolisian Minneapolis, dengan dalih melawan ketika ditangkap pada 25 Mei lalu.
Lelaki berusia 46 tahun itu ditangkap karena dilaporkan membeli sebungkus rokok menggunakan uang pecahan US$20 palsu, di gerai Cup Foods di Minneapolis.
Menurut pemilik toko, Mike Abumayyaleh, Floyd adalah pelanggan setia dan selama ini tidak pernah membuat masalah.
Dari hasil autopsi, Floyd meninggal karena henti jantung. Dia juga dilaporkan terinfeksi virus corona (Covid-19).
Petugas kepolisian Minneapolis, Derek Chauvin, yang menekan leher Floyd dengan lutut saat penangkapan hingga tersangka kehabisan napas dijerat dengan sangkaan pembunuhan tingkat dua, setelah sebelumnya disangka pembunuhan tingkat tiga.
Chauvin yang sempat ditahan di penjara Ramsey County dipindahkan ke Lapas Hennepin County, kemudian kini dibui di Lapas Negara Bagian Minnesota. Tiga polisi lain yang terlibat penangkapan Floyd adalah Thomas Lane, J Alexander Kueng dan Tou Thao, kini juga dibebastugaskan dan ditahan. Mereka akan dihadirkan ke persidangan.
Kasus tersebut saat ini ditangani langsung oleh Kepala Kejaksaan Minnesota, Keith Ellison.
Floyd lahir dan besar di Houston, Texas. Namun, pada 2007 dia terlibat kejahatan yakni perampokan bersenjata di sebuah rumah di Houston. Akibat perbuatannya, dia diganjar hukuman penjara selama lima tahun setelah mengaku bersalah.
Setelah keluar dari penjara, Floyd memutuskan ingin memulai hidup baru. Dia lantas pergi ke Minneapolis untuk mencari kerja.
Di Minneapolis, Floyd bekerja sebagai sopir truk dan penjaga sebuah kelab malam dan restoran, Conga Latin Bistro. Namun, akibat pandemi virus corona yang membuat pemerintah setempat memberlakukan pembatasan kegiatan, dia kehilangan pekerjaan itu.
Jasad Floyd dilaporkan akan dimakamkan di kampung halamannya di Houston.
Sumber: AFP/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun