SANAA (RIAUPOS.CO) – Hamas mendapatkan bala bantuan. Pada Selasa (31/10), Yaman mendeklarasikan perang melawan Israel. Tujuannya guna membantu agar Hamas bisa menang. Adalah kelompok Houthi yang menyampaikan deklarasi itu. Mereka adalah penguasa ibu kota Yaman, Sanaa, dan sekitarnya. Mereka saat ini lebih berkuasa daripada pemerintahan de facto.
’’Angkatan bersenjata kami meluncurkan sejumlah besar rudal balistik dan sejumlah besar drone ke berbagai sasaran musuh Israel,’’ ujar Juru Bicara Militer Houthi Brigjen Yahya Saree seperti dikutip Time. Dia menuding Israel menjadi biang ketidakstabilan di Timur Tengah.
Houthi mengklaim telah menyerang Israel dengan rudal dan pesawat tak berawak. Hal itu diakui Israel yang mengaku telah menembak jatuh dua rudal yang diarahkan ke pelabuhan pengiriman utama di Laut Merah, Eilat. Tembakan rudal tersebut memicu alarm sirene serangan udara yang jarang terjadi di Eilat. Penduduk kota yang berlokasi sekitar 250 kilometer di selatan Jerusalem itu langsung melarikan diri ke tempat perlindungan.
Israel menggunakan sistem pertahanan rudal Arrow untuk mencegat serangan tersebut. Arrow selama ini jarang digunakan Israel. Lembaga Pusat Strategi dan Studi Internasional di Washington mengungkapkan, Arrow mampu mencegat rudal balistik jarak jauh berhulu ledak. Ia mampu menghancurkan sasaran saat masih berada di angkasa.
’’Semua ancaman udara dicegat di luar wilayah Israel. Tidak ada infiltrasi yang teridentifikasi ke wilayah Israel,’’ bunyi pernyataan Tentara Pertahanan Israel (IDF).
Penggunaan Arrow mengindikasikan bahwa yang ditembakkan Houthi adalah rudal balistik. Houthi memiliki varian rudal balistik Burkan yang meniru jenis rudal Iran. Ia diyakini mampu mencapai jarak lebih dari 1.000 kilometer untuk menyerang di dekat Eilat.
Deklarasi oleh Houthi terjadi saat kapal perang USS Bataan milik AS tengah berada di sekitar Laut Merah. Ia bersama kapal-kapal milik AS lainnya bersiaga sejak pertempuran Hamas-Israel pecah. Sekretaris Pers Pentagon Brigjen TNI-AU Jenderal Pat Ryder mengakui tembakan Houthi yang menargetkan Israel telah menunjukkan bahwa pemberontak memiliki rudal yang mampu mencapai jarak sekitar 2.000 kilometer.
’’Ini adalah sesuatu yang akan terus kami pantau. Kami ingin mencegah konflik regional yang lebih luas,’’ ujarnya.
Houthi diduga menyerang sejak awal Oktober. Mereka meluncurkan rudal serta drone. Namun, serangan itu ditembak jatuh oleh Angkatan Laut AS. Versi Houthi, pihaknya sudah menyerang tiga kali dan akan terus melakukannya hingga serangan Israel ke Gaza berhenti.
Meski tidak diperinci, besar kemungkinan salah satunya adalah ledakan misterius yang terjadi di Kota Taba, Mesir, yang berbatasan dengan Israel. Ledakan pada Kamis (26/10) itu melukai enam orang.
Serangan Houthi membuat Iran kian dekat dengan konflik Israel-Hamas. Iran selama ini disebut sebagai donatur utama untuk Houthi maupun Hizbullah di Lebanon meski secara resmi Teheran membantah hal tersebut. Dua kelompok bersenjata itu tengah menyerang Israel saat ini. Jika Iran sampai ikut turun tangan, konflik regional berpotensi tak terhindarkan.
Saat ini pun, pasukan AS di pangkalan-pangkalan di Iraq dan Syria telah diserang kelompok milisi sekutu Iran. Thomas Juneau, profesor peneliti Yaman di Universitas Ottawa, mengatakan bahwa hanya masalah waktu sebelum Houthi bisa berkembang dan merealisasikan slogannya untuk menghancurkan AS, Israel, dan Yahudi. Itu terjadi karena ada dukungan dari Iran.
’’Fakta bahwa ada front lain yang berada langsung di selatan meningkatkan risiko bahwa pertahanan udara Israel akan kewalahan dan akan menjadi jauh lebih mengkhawatirkan jika Hizbullah, Hamas, dan pihak lain melancarkan serangan rudal besar-besaran,’’ terang Juneau.
Padahal, serangan ke Gaza saat ini pun sudah membuat mereka kewalahan. Sebab, meski dibombardir dari darat dan udara, Hamas belum menyerah. Hingga kemarin, total sudah ada 13 tentara IDF yang tewas dalam serangan darat ke Gaza.
Iran pun sudah berkali-kali memperingatkan Israel untuk tidak memicu konflik regional. ’’Kelompok perlawanan tidak akan tinggal diam menghadapi kejahatan rezim Zionis dan dukungan penuh Amerika terhadap rezim Zionis,’’ ujar Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian pada Selasa (31/1). Hal itu mengindikasikan bahwa kelompok-kelompok yang menjadi sekutu Teheran bisa bertindak lebih jauh.
Terpisah, pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah menilai, situasi di Gaza turut disebabkan PBB yang semakin tidak peka dengan perkembangan yang terjadi. Terlebih, PBB selalu diveto Amerika Serikat (AS).
Karena itu, dia menyerukan adanya restrukturisasi di badan yang bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. ’’PBB perlu direstrukturisasi sehingga dewan keamanan tidak lagi dikendalikan AS,’’ katanya.
Selain itu, lanjut dia, AS dan Israel perlu disadarkan bahwa mereka adalah penyebab konflik internasional. Karena itu, resolusi Two States Solution harus diperjuangkan.
Soal keterlibatan Houthi dan Lebanon yang dikhawatirkan memantik perang dunia ketiga, Reza menilai, kemungkinan ini kecil terjadi. Sebab, sangat berisiko terhadap kepunahan penduduk bumi.(sha/mia/c19/bay/jpg)