JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyerah. Lembaga yang berbasis di Jenewa itu Jumat (31/1) menyatakan status darurat kesehatan global untuk penyebaran 2019-novel Coronavirus (2019-nCov). Artinya seluruh negara harus menerapkan sistem siaga virus corona. Tak terkecuali Indonesia. WHO sudah menunda deklarasi status tersebut selama lebih dari dua pekan.
"Alasan utama pernyataan ini bukan karena apa yang terjadi di Cina, tapi yang terjadi di negara-negara lainnya," ujar Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip BBC.
Dia takut virus ini akan menyebar ke negara-negara yang memiliki sistem kesehatan buruk. Saat ini ada lebih dari 100 kasus virus tersebut di luar Cina yang tersebar di 22 negara. WHO memang patut waswas. Itu karena saat ini virus tersebut sudah tidak terbendung lagi. Pasien yang positif terkena virus dari Wuhan itu ada di seluruh penjuru Cina. Hingga malam tadi (31/1) jumlah orang yang terjangkit virus di Cina mencapai 9.809 orang, sedangkan yang meninggal 213 orang.
Jumlah tersebut melampaui kasus penyebaran penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) yang terjadi 2002-2003 lalu. Saat itu SARS hanya menjangkiti 8.096 orang. Namun SARS memang lebih mematikan. Selama penyebarannya sebanyak 774 orang meninggal. Sekertaris Partai Komunis Cina di Wuhan, Ma Guoqiang, mengungkapkan bahwa penanganan yang tertunda menyebabkan infeksi 2019-nCov memburuk dan menjadi wabah seperti saat ini. Cina baru melaporkan kasus tersebut ke WHO pada 31 Desember. Padahal virus itu sudah ada beberapa pekan sebelumnya.
"Jika saja langkah-langkah yang ketat diambil lebih cepat, hasilnya kini mungkin akan lebih baik," ujar Ma saat diwawancarai oleh CCTV.
Wuhan sudah diisolasi sejak 23 Januari lalu. Tapi, penyebaran virus tidak bisa dihentikan. Versi Ma, isolasi seharusnya sudah dilakukan 10 hari sebelumnya atau tanggal 13 Januari. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Saat ini hampir semua negara menghentikan penerbangan ke Cina. Mereka juga mengeluarkan larangan perjalanan ke Negeri Panda tersebut. AS adalah salah satunya. Negeri Paman Sam itu meminta penduduknya tidak pergi ke Cina.
Singapura mengambil langkah tegas dengan menutup semua perbatasannya untuk pengunjung dari Cina. Mereka juga tidak akan menerima turis dari negara lain yang memiliki catatan telah berkunjung ke Tiongkok baru-baru ini. Jangankan untuk masuk, transit saja tidak diperkenankan. Kebijakan baru itu akan berlaku hari ini mulai pukul 23.59. Tidak dipaparkan dengan pasti kapan kebijakan ini akan dicabut.
Singapura tak ingin ada penularan lebih lanjut. Kemarin mereka mengkonfirmasi ada tiga kasus baru lagi. Total ada 16 orang yang sudah tertular virus Wuhan tersebut. Salah satunya adalah warga Singapura yang baru dievakuasi dari Wuhan. Sementara itu 2019-nCov mungkin sudah tersebar di Indonesia, tapi tidak terdeteksi. Indonesia belum memiliki bahan kimia untuk menguji penularan virus Wuhan dengan cepat. Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio mengungkapkan bahwa reagen itu baru akan datang beberapa hari ke depan.
Selama ini uji kemungkinan tertular virus asal Wuhan itu dilakukan dengan dua langkah. Yaitu menguji sampel apakah ada virus korona atau tidak. Itu untuk semua jenis virus korona, bukan khusus yang dari Wuhan. Hasilnya baru keluar setelah dua hari. Langkah kedua baru pengurutan gen untuk melihat jenis virus korona apa yang menjangkiti. Itu butuh waktu 2-3 hari.
Kemenkes Yakin Bisa Deteksi
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati menyatakan untuk sekarang Indonesia masih dalam tahap deteksi. "Bukan preventif," katanya kemarin saat ditemui di kantornya.
Sekarang ini menurutnya Indonesia melakukan langkah yang sesuai dengan prosedur WHO. Karena masih tahap deteksi maka yang dilakukan adalah menjaga pintu masuk negara dan daerah lintas batas. Misalnya saja di bandara, pelabuhan, dan pos perbatasan negara.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu menjelaskan bahwa dengan deklarasi PHEIC oleh WHO tak perlu disikapi berlebihan. "Kolaborasi dan koordinasi harus ditingkatkan. Selain itu sumber daya manusia (SDM) harus lebih reaktif," tuturnya, kemarin.
Dalam situasi ini, Cina juga melakukan pengawasan bagi mereka yang akan keluar dari wilayahnya. Mereka yang akan keluar dari Cina harus melalui pemeriksaan. Yang sehat maka akan diberikan sertifikat.
Di Indonesia, selain siaga di pintu masuk negara, laboratorium juga disiagakan. Bahkan ketika Cina menyatakan wabah pada akhir Desember lalu. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kemenkes Vivi Setiawaty mengungkapkan bahwa alat pemeriksaan di laboratoriumnya mumpuni. "Testing kit untuk virus tersebut sudah ada. Sejak kasus ini ada sudah ada panduan pemeriksaan dari WHO," ujarnya.
Hingga kemarin, setidaknya ada 30 orang yang diperiksa. Seluruhnya dinyatakan negatif. "Untuk melakukan pemeriksaan, sampel yang diambil adalah bagian orofaring, nasofaring, dahak, dan serum pada saat bergejala serta serum 14 hari kemudian," ucapnya.
Pemeriksaan secara laboratorium dilakukan pada mereka yang baru pulang dari Cina dan menunjukkan gejala demam, batuk, dan sakit tenggorokan.
Tim Aju Sudah Masuki Hubei
Pemerintah sudah memberi kepastian evakuasi pada WNI di Hubei, Cina. Hari ini dijadwalkan pesawat penjemput berangkat. Kepastian itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, kemarin (31/1). Dia mengaku telah bertemu dengan Duta Besar (Dubes) Cina untuk Indonesia Xiao Qian pada Jumat pagi. Dalam pertemuan tersebut, Xiao Qian menyampaikan clearance pendaratan dan pergerakan pesawat untuk evakuasi WNI dari Provinsi Hubei. "Dalam kaitan ini, kami ingin menyampaikan apresiasi kita atas kerja sama yang telah diberikan oleh otoritas RRC (Republik Rakyat Cina, red)," katanya.
Dalam operasi evakuasi ini, pemerintah menyediakan pesawat berbadan lebar untuk mengangkut seluruh WNI yang bersedia dievakuasi. Dengan begitu, tak perlu lagi transit. Saat ini, lanjut dia, tim aju telah memasuki Provinsi Hubei. Persiapan di sejumlah titik WNI, khususnya di Wuhan pun sedang berjalan. Sementara itu, persiapan penerimaan di Indonesia juga terus dilakukan sesuai dengan prosedur dan protokol kesehatan yang berlaku.
"Semua perkembangan ini telah saya laporkan kepada Presiden," ungkap Retno.
Dalam kesempatan tersebut, Menlu juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi pada semua pihak terkait atas kerja sama yang diberikan. Di antaranya, Kementerian Kesehatan, Mabes TNI, Perhubungan, BNPB, Kementerian Hukum dan HAM, dan kepolisian. Sementara mahasiswa asal Riau, Rio Alfi yang saat ini masih berada di sana belum dapat informasi tentang hal itu. Hanya saja, dia bersama rekan lainnya diminta KBRI di sana untuk lebih banyak istirahat dan menjaga kesehatan. Itu diperlukan jika sewaktu-waktu dirinya bersama WNI lainnya dievakuasi ke Indonesia.
"Kami dsuruh istirahat dan jaga kesehatan. Kalau sewaktu-waktu ada evakuasi, kami dalam keadaan baik," tuturnya.